Ketika Jam Belajar merenggut Kebebasan Bermain Siswa

By admin on August 10, 2016

Ketika Jam Belajar merenggut Kebebasan Bermain Siswa. Tiba-tiba saja saya menyulap diri menjadi pengamat pendidikan ketika mendengar rumor bahwa Pak Mendikbud, Muhadjir Effendy, yang belum sebulan dilantik oleh Presiden Jokowi mengeluarkan ide sistem Full Day School untuk pendidikan dasar dan menengah.

Perkara pendidikan sejatinya saya tak mau ambil pusing. Apalah saya, Guru bukan. Anak juga belum ada. Mengapa saya harus ikut heboh? Dan sejak menggantungkan seragam sekolah beberapa tahun lalu saya sudah tidak update lagi urusan pendidikan. Cukup tau saja, ternyata Ebtanas tidak benar-benar ditiadakan. Hanya namanya saja yang diganti menjadi UNAS lalu disingkat UN.

Kesimpulannya, menuju tahap kelulusan tingkat pendidikan, siswa tidak langsung melenggang mengambil ijazah di depan Kepala Sekolah melainkan melalui tahap Ulangan.  Diotak-atik seperti apa, sebelum mencapai finish, murid harus mengisi soal. Begitu, kan? Lagi-lagi, intinya Teori, teori, dan teori!

Saya tergelitik dengan ucapan Pak Mendikbud yang dilansir portal online, Kompas. Begini bunyinya: “Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja”

Pertanyaan saya, bagaimana jika si orangtua murid tidak bekerja di luar rumah? apakah untuk mereka diberikan dispensasi pulang cepat?

Apakah guru sanggup mendengarkan keluhan anak didiknya sesabar orangtuanya? Bagaimana mengatasi sikap anak yang bermasalah dengan teman sebangkunya?

Perlu dicatat, sekolah umum bukan sekolah pesantren. Pendidik di sekolah umum tidak sama dengan guru pesantren. Kurikulum sekolah umum berbeda dengan kurikulum pesantren.

Boleh dong saya cerita sedikit. Pada saat sekolah SMP dulu saya termasuk anak yang tertekan di sekolah. Kelas satu masuk jam 11.45 pulang jam 17.45 dan harus dilakoni dari Senin sampai Sabtu. Selama 6 hari itu otak saya rasanya seperti dikuras. Bobot pelajaran berat, uang saku tak memadai untuk jajan di kantin, pulang sekolah masih harus mengerjakan PR.

Ditambah lagi hari Minggu masih ada kewajiban extrakurikuler Pramuka jam 07.00-11.00. Judulnya extrakurikuler, tapi sekolah mewajibkan anak kelas 1 ikut. Gak hadir Extra Pramuka tanpa surat dokter, hari Senin dipajang di lapangan di bawah tiang bendera!

Melihat keadaan saya yang setiap hari lelah dan payah, saya kerap bolos sekolah. Bolosnya di rumah, tapi ya. Caranya saya buat surat ijin sakit. Suka-suka saya buat alasan. Sakit gigi, pusing, dan apalah, pokoknya males sekolah, aja. Pengennya tidur di rumah. Walaupun surat itu saya yang nulis dan saya pula yang tanda tangan, tapi saya ijin Ibuk kalau bolos sekolah.

“Buk, saya bolos, ya?”

“Kenapa bolos?” tanya Ibuk saya. Nada tanyanya santai dan gak kaget

“Males, Buk. Capek”

Sak karepmu (Terserah kamu). Pokoknya awas aja kalau sampai gak naik kelas”

Jawaban Ibuk saya singkat tapi menuntut jawab. Kebebasan yang diberikan Ibuk saya cukup membuat semangat saya memacu nilai tinggi, meskipun sering bolos haha..

Tak jarang Ibuk saya membebaskan main sampai pulang larut.

“Kalau main, bilang main ke rumah siapa. Sampai jam 10 malam gak pulang, pintu rumah dikunci!”

Lagi-lagi, kebebasan yang menuntut jawab. Sekedar berbagi cerita masa sekolah saya dulu lho ya, tentunya berbeda keadaannya dengan kondisi sekarang.

Pada intinya pendidikan karakter penting ditanamkan ke anak. Pelajaran di sekolah juga sama pentingnya, tapi sosialisasi masyarakat anak di sekitar tempat tinggal juga sangat  penting. Anak usia dasar dan menengah sedang belajar mengenal karakter orang dewasa agar nantinya mereka paham unggah-ungguh etika bermasyarakat. Cara bertemu orang baru, bagaimana reaksi hidup di komunitas yang berbeda sehingga tidak melulu ketemu teman dan guru.

Jika memang suatu hari nanti Full Day School benar-benar diterapkan, saya hanya minta kepada guru memberikan sedikit waktu luang anak untuk bebas melakukan kegiatan bermanfaat sesuai keinginannya. Jangan mumpung jam belajarnya panjang lalu jam pelajarannya ditambah. Jangan suruh anak belajar terus menerus. Jika perlu guru mengadakan studi banding ke pesantren. Begitu pun Pemerintah, jangan menuntut guru dan murid mengejar nilai ujian tinggi. Sekolah memang tempat belajar. Tapi sekolah bukan tempat menghapal teori.

Comments (18)

August 10, 2016

full day belajar terus bisa makin stress. kasi ekstrakulikuler aja, latihan futsal gitu dll


September 2, 2016

Betul. Belajar terus bisa jadi anak stress. Ekstrakurikuler tiap hari juga bikin anak lelah. Lain lagi bila porsi antara belajar, ekstrakul, dan bermain imbang. Tapi, kapan ketemu Ortu, kapan mereka ngerjakan PR, itu juga jadi pertimbangan. Terima kasih sudah meninggalkan komen 🙂


August 10, 2016

Big hug dulu untuk Mak Yuni. Tulisan ini perasaan saya. Bukan menentang full day secara keras, tapi memang harus sangat hati-hati mengeluarkan wacana tersebut.

Udah berencana mau nulis juga. Tapi nyelesain PR dulu hahaha


September 2, 2016

Big hug juga untuk Mak Chi. Yang sabar ya, Mak. Tabahkanlah hatimu menghadapi semua ini *paan sih* 😀

Setelah membaca tulisan Mak Chi di blog kemarin, saya yakin Mak Chi adalah orangtua bijak yang paling mengerti kondisi anak-anak. Kapan mereka harus belajar, kapan waktunya tidur. Dan yah, saya setuju kalau sudah malam saatnya tidur, dan PR belum selesai, lebih baik tinggalkan. Saya suka dengan pengertian Mak Chi terhadap anak-anak.. Sukses Mak Chi untuk Keke dan Nai 🙂


August 10, 2016

Topik ini lagi memanas ya, Mak.
Apapun hasilnya semoga yang terbaik bagi anak-anak Indonesia yang menjadi harapan bangsa di masa depan.


September 2, 2016

Memanas karena belum semua sekolah menerapkan Full Day School, Mak. Dan klo diterapkan orangtua kudu mikir lagi biaya tambahan. Begitupula energi guru juga terkuras ngurusi murid berlama-lama 🙂


August 10, 2016

Sama mak..jaman sy sekolah dulu sempat dpt plg sore…kalo disuruh ngulang jaman2 itu ogah lah 😀


September 2, 2016

Saya paling suka kalau dapat kabar ada rapat guru. Yeee, pulang cepet haha..


August 11, 2016

Zaman saya sekolah belum ada Full Day School model swasta. Kalau pak menteri mau menerapkan Full Day School di sekolah negeri sebar angket dulu lah, ngitung untung rugi. Full atau Half yang penting mutu pendidikannya dulu diperhatikan agar generasi muda kita nggak cuma berilmu tapi berbudi luhur 🙂


September 2, 2016

Sebar angket atau ngisi petisi Mak? haha…
Betul betul, yang penting mutu pendidikannya Mak diperhatikan. Semua perangkat harus siap lahir batin 🙂


August 11, 2016

Wah kalau full day seperti itu, bagaimana nasib para guru ya? Apa pikiran ga penat suruh ngajar terus 🙂


September 2, 2016

Kalau guru aja penat, apalagi murid ya Mak.. hehe


August 22, 2016
Nur Islah

ini link tanggapannya ya mak http://www.nurislah.com/2016/08/full-day-school-yes-or-no.html


August 22, 2016

sebetulnya anak2ku sdh terhitung full day school nih di sekolahnya. aku prefer ngambil sekolah ini krn aku ga bs temenin mrk main di rumah. khawatirnya di rumah malahan banyakan nonton. jd lebih baik mainnya di sekolah aja. krn dr jadwalnya memang gak full pelajaran semua selain eksul ada tambahan kegiatan keagamaan juga
Tp memang harus bener hati2… masih ada yg kurang sreg jg ke pihak sekolah, misalnya sdh full day masih ngasih PR kapan ngerjainnya??? kan harusnya di rumah sdh tinggal main dan istirahat plus ngumpul2 sm keluarga.
klo ga siap kasihan juga anak2 yg jd korban. klo pun full di sekolah asalkan gak full banget belajar akademiknya harus bener2 dibuat jadwal yg asik. Naah ini yg gak mudah.


September 2, 2016

Bagi orangtua yang ‘berhalangan’ menemani anak di rumah memang ada bagusnya Full Day School. Daripada pulang sekolah orangtua masih bekerja, lebih baik dititipkan di sekolah dulu. Wajar jika kemudian mereka dimasukkan sekolah seharian. Tapi juga kondisi seperti ini tidak disamaratakan dengan sekolah yang half. Kasihan si anak, kasihan guru, kasihan orangtua murid. Makasih komennya Mak Ophi 🙂


August 25, 2016

Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menerapkan FDS di sekolah-sekolah dengan jam “normal” saat ini.

Tanggapan saya di sini ya http://www.dunia-irly.com/2016/08/full-day-school-sudah-siapkah-kita.html


September 11, 2016

full daya school pernah saya alami waktu mendekati uan sma beberapa tahun lalu dari pagi sampai sore, lelahnya 🙁


Trackback

    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: