Eman Segone! Habiskan Makananmu

By admin on September 04, 2017

ditulis oleh Siti Hairul Dayah – http://www.catatansiemak.com

“Kok dibuang?” tanya sibapak.

Wajahnya ga enak banget. Sebagai orang yang sudah berbagi bantal selama 14 tahun bisa dibilang saya hafal raut wajah Si Bapak. Lebih banyak senyum meski pun jarang ngomong, tapi bersuara kalau ketemu yang ga pas. Salah satunya, saat saya membuang makanan sisa.

Sebenarnya, saya sedih banget kalau harus membuang makanan sisa. Bisa dibilang saya selalu mikir keras gimana caranya jangan sampai ada makanan sisa di rumah. Anak kami setengah lusin, tetapi terkadang ada makanan sisa yang kalau diangetin lagi sudah ga berselera, dibuang sayang.

“Eman Segone” itu kata sibapak. Sayang nasinya, begitulah artinya.

Sebelum kata Eman Segone ini diangkat sebagai gerakan sosial, kami sudah mulai menerapkannya dalam keluarga. Eman segone sendiri adalah sebuah gerakan sosial yang digagas oleh sebuah komunitas di Jogja. Tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk tidak terbiasa membuang-buang makanan. Nah, bisa dibilang yang kami lakukan di rumah adalah implementasi dari gerakan ini.

Setiap pulang bertugas setelah mengantarkan bantuan kemanusiaan baik di dalam mau pun luar negeri, selalu saja ayahnya anak-anak mengumpulkan anak-anak dan berbagi kisah sedih bagaimana di belahan bumi yang lain begitu berharganya sekerat roti, sebutir nasi, satu suapan bubur dan makanan lain.

Pernah saya tersedu-sedu ketika suami menunjukkan sebuah video wawancara dengan anak-anak pengungsi ketika mereka ditanya apa yang mereka inginkan.

Di antara banyak jawaban luar biasa terselip sebuah jawaban sederhana “Aku ingin roti panas dan sekerat semangka dingin, karena sudah bertahun-tahun aku tak pernah merasakan roti panas dan semangka dingin lagi. Di pengungsian yang ada adalah roti yang keras dan dingin”. Sesederhana itu impian mereka. Hanya roti yang masih panas dan semangka yang dingin.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh National Geography terungkap data dari United Nation Food and Agriculture Organization, setidaknya 1,3 juta ton makanan terbuang percuma. Padahal, jumlah itu setara dengan sepertiga jumlah makanan yang mampu diproduksi di dunia. Fenomena ini terbilang tidak baik, karena sejumlah penelitian mengungkap bahwa sekitar 800 juta orang tertidur dalam kondisi kelaparan. Mereka kelaparan karena masalah ekonomi juga lingkungan yang tidak mendukung.

Ya, ada 800 juta orang yang kelaparan di luar sana. Jadi sangat tidak layak kita membuang makanan.

Saat mengikuti suatu event blogger, sering saya lihat makanan sisa yang bertumpuk. Mereka mengambilnya terlalu banyak! Eman segone!

Saya sendiri merasa sangat bersalah jika menyisakan makanan di piring. Hanya dua alasan saya tidak memakan makanan yang terhidang, pertama, saya ragu makanan itu halal dan kedua makanan itu tidak bisa dimakan (terlalu pedas atau saya mual tiba-tiba). Selebihnya saya berani jamin selalu menghabiskan makanan. Bahkan se-air putihnya saya tandaskan sampai tak bersisa.

Di rumah perilaku itu saya terapkan untuk semua anggota keluarga. Anak-anak boleh menambah makanan tetapi syarat pertama adalah habiskan makanan yang kalian ambil. Bahkan air minum sekali pun. Saya dan ayahnya tidak pernah risih menghabiskan air minum yang tersisa di gelas. Yang penting baca ‘bismillah’ kata Si Bapak.

Prinsip Eman Segone ini bukan berarti pelit ya. Beda antara pelit dan sikap untuk tidak membuang-buang makanan. Ada beberapa hal yang saya lakukan agar tidak membuang makanan.

  1. Inilah yang dicontohkan ibu saya. Pernah dengar istilah jika makanan itu habis berarti berkah? Tanda tidak berkahnya makanan adalah ketika ada yang terbuang sia-sia. Makanya setuju banget dengan pepatah bijak yang bilang “ Lebih baik berpagar mangkok dari pada berpagar tembok”. Mangkok di sini artinya terbiasa berbagi makanan ke para tetangga. Kalau di desa, tradisi ini sudah biasa. Saling bertukar hasil kebun. Berbagi sayur yang menjadi pagar halaman. Sampai tradisi selalu berbagi makanan di saat bahagia maupun duka. Jika ada yang ‘ewuh’ atau ada yang mengadakan pesta, tak henti-hentinya makanan dibuat dan dibagikan ke para tetangga. Jika ada yang meninggal dunia, para tetangga berbondong-bondong datang memasakkan makanan untuk yang kena musibah. Inilah sebenarnya tradisi bangsa kita. Hampir di semua daerah di seluruh Indonesia saling berbagi makanan ini menjadi tradisi.
  2. Sesuaikan masakan dengan jumlah anggota keluarga atau lebihkan jika kita mau mengantarkan semangkuk dua mangkuk ke tetangga. Tidak perlu berlebihan dalam memasak. Tidak perlu juga memasak beraneka jenis masakan. Sesuaikan dengan prinsip makan seimbang saja sudah cukup.
  3. Biasakan anggota keluarga mengambil makanan sesuai porsinya. Dikira-kira makanan tersebut habis atau tidak jika sudah di atas piring. Setiap orang kalau mau jujur pasti bisa kok mengira-ngira berapa makanan yang bisa masuk ke perutnya. Porsi makan saya pasti berbeda dengan porsi suami atau anak-anak.
  4. Kreatif mengolah makanan sisa. Ada banyak tips yang dibagi oleh para chef di dunia maya untuk mengelola makanan sisa.
  5. Ajak anak-anak mengolah makanan agar mereka tahu susahnya menyediakan makanan agar sampai terhidang di meja makan. Agar mereka tahu berapa uang yang harus kita keluarkan saat membeli bahan makanan tersebut. Rasa empati seperti ini harus terus dibangun dalam diri anak-anak. Agar ketika mereka dewasa menjadi manusia sensitif jiwanya terhadap kesusahan orang lain. Dan selalu mudah tersentuh untuk selalu bersedia mengulurkan tangan terhadap orang lain yang kesusahan.

Semua tips di atas tidak akan bisa kita sebarkan kemana pun jika kita tidak memulai dari diri sendiri.

Saya membiarkan anak-anak melihat bagaimana saya ‘menelan’ makan sisa mereka. Agar mereka tahu betapa sedihnya saya jika ada makanan yang tersisa. Jika berkunjung, saya habiskan air milik mereka yang tidak habis terminum. Agar mereka tahu bahwa ibunya tidak pernah rela ada makan yang terbuang sia-sia. Dan perlu dikabarkan pada anak-anak bahwa membuang makanan itu perbuatan dzalim yang dibenci Allah.

***

Eman Segone adalah catatan kecil yang ditulis oleh Siti Hairul Dayah, emak-emak ndeso dari pinggiran Bantul, Yogyakarta, sebagai post trigger #KEBloggingCollab kelompok Khofifah Indar.

 

Comments (21)

September 4, 2017

Eman Segone, eman kalau dibuang. Pada anak-anak saya mengajak mereka untuk menghabiskan makanan. Kalaupun tidak habis biasanya sedang sakit. Kadang juga mencari-cari alasan. Tapi kembali lagi untuk mengingatkan eman segone.


September 4, 2017

Wah sentilan banget nih. Aku boleh sibilang beberapa kali membuang makanan. Entah itu basi atau gak habis saat dimakan. Biasanya, kasus makanan yg gak habis dimakan ini, ekspektasi aku melihat sajian makanan dengan rasanya ngejomplang banget. Tapi PR nih mulai sekarang sebisa mungkin gak ngebuang makanan sedikit pun.


September 4, 2017

Saya udah membiasakan diri untuk mengolah kembali makanan sisa. Bahkan kuah sop aja suka saya olah lagi hehehe. Tapi yang sulit tuh nasi kering. Di keluarga saya kalau nasi udah kering suka disingkirkan. Bikin gak nafsu makan. Sebetulnya sedih, sih. Tapi saya masih bingung bagaimana mengolah kembali nasi yang sudah kering


May 11, 2019
Lia

Dibikin krupuk puli. Ibu saya, nasi segenggam pun dibuat krupuk puli. Kalau mau resepnya bisa email saya di [email protected]


September 4, 2017

Makasih mba sudah berbagi cerita yang penuh dengan makna


September 4, 2017

Aku dong, di rumah jd tong sampah kl suami or anak makannya gak abis. Maklum, aku oemakan segala n plg sebel sm makanan sisa..hihi


September 4, 2017

Reminder yang bagus. Sekarang saya tinggal di perumahan. Sepi. Rindu suasana akrab dengan tetangga dan saling berkirim masakan. 🙂


September 5, 2017

Anak-anak selalu habis makannya, beda dengan waktu masih kecil dulu, banyak sisanya. Cuma ya itu, yang sisa bukan makanan di piring yang mereka makan, tapi lauk masakannya yang masih banyak. Nah, jika ada sisa masakan yang nggak habis, dan bisa dimakan esok harinya, aku masukin kulkas buat dimakan besok.
Tapi kalo masakan sayur-sayuran yang nggak bisa disimpan untuk besok, biasanya aku habisin malam itu juga. Ini nih yang bikin program diet selalu gagal hiks.


September 5, 2017

Gerakan eman segone ini harus disebarluaskan. Keren mb Siti juga punya data dari FAO. Di kota besar jamak kita lihat masyarakat terbiasa meninggalkan makanan di restoran. Seakan sdh menjadi lifestyle


September 5, 2017

Setuju sekali, membuang2 makanan dr piring kita sendiri itu layak dihindari. Sudah sepatutnya diajarkan sejak dini ke anak2 kita ya.


September 5, 2017

Setujuuuu banget mbak..
Untuk nasi, di rumah sering sisa. Tp sisa semangkuk pun saya olah. Mulai dari nasi goreng, krupuk nasi, hingga jadi pupuk.
Tulisan ini mengingatkan saya utk makin intens mengajarkan pd anak2.


September 5, 2017

Setuju banget iniii.
Alhamdulillaah di rumah kami sudah membiasakan mengolah makanan sisa.
Dan anak2 juga kami ajarkan untuk tidak membuang2 makanan. Tapi ya namanya anak2 kadang2 mereka lupa juga. Untung deh ada bundanya yg jadi tong sampah. Hahaha


September 6, 2017

Kalau sedang ada makanan sisa dan ingin diet, jadi kangen kampung mama. Semua makanan sisa tinggal dikasih ke ikan2 di empang. Ga ada sisa, ga ada sampah. Minimal berguna utk makhluk hidup lain. Walau sebenarnya jarang sekali di kampung menyisakan makanan. Yg miris itu kalau lihat di pernikahan.


September 6, 2017

Anakku yg pertama susah banget makan. Kdg sering makanannya bersisa. Umurnya memang baru 4 thn, tp aku mau ngebiasain dia utk slalu habiskan makanan. Kdg caraku dgn ajak dia nonton di you tube anak2 di daerah pengungsian ato afrika yg msh banyak kekurangan gizi dan makan. Wlapun seringnya, akunya yg nangis mba liat anak2 itu 🙁 . Tp kdg jd cara tepat sih ngsih tau si kaka, ini loh msh banyak anak2 lain yg butuh makan tp nereka ga punya… Moga2 kalo diksh tau dgn cara ini, si kaka bisa ngerti


September 6, 2017
kholifah hariyani

MasyaAllah… sy banget deh mak Siti…
Sampai kadang suka jengkel sama orang yang makanannya gak habis, padahal hidangan disajikan prasmanan, itu nasi, lauk & sayur diambilnya sendiri… kok ya gak dihabiskan, mending sisa sedikit, itu yang dimakan kadang gak ada separuhnya…


September 6, 2017

Wah, tulisan yang inspiratif.
Aku juga sering begitu sih, menghabiskan makanan sisa.
Paling sedih kalau lagi hamil muda jd ga bisa makan banyak karena gampang mual. Hiks.
Semoga kita bisa selalu menghargai setiap nikmat ya


September 7, 2017

Tulisan yang menarik mbak…saya suka. Saya setuju sekali kalau ambil makan secukupnya dlu, kalau habis baru boleh nambah (kalau mmg mau). Yang sering sy lihat kalau di pesta nikahan ya..semua orang ingin coba makan ini itu, ambil sesendok sayur ternyata yg dimakan hanya sesendok makan..hehe..sayang banget.
Thanks for sharing:)


September 13, 2017

orang tuanya harus kasih contoh langsung yaa bagaimana implementasi dari eman segone. misalnya kalo ke rumah orang disuguhin minuman dihabiskan nggak perlu disisain sedikit


September 21, 2017

Di pesta pernikahan saya masih sering lihat banyak yang menyisakan makanan, Mak. Mungkin kadung nyicip ini itu dari pondokan, trus menu utama juga bikin mupeng, akhirnya kekenyangan. Pdhl ngambil dikit2 aja bisa bikin piring penuh juga hi hi hi


October 3, 2017
Rosa

Setuju banget ni mak..aku juga anti membuang makanan. Sebisa mungkin ngabisin yang sudah dimasak. Eman segone!!


February 14, 2019

Bener itu mbak,kalo dikeluargaku dijemur nanti kalo udah kering jadi nasi karak,bahasa Indonesia nya nasi aking,enak banget kalo ujan digoreng terus diurap sama garam,pasti yang ibunya jemur karak tau ya hehe


    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: