Belajar dari Anak

By Lianny Hendrawati on January 26, 2014

Siang itu, pulang sekolah,  anakku paling kecil, Alicia, turun dari mobil antar jemputnya sambil menangis. Wah ini, perasaanku sudah nggak enak. Kenapa anakku nangis? Ternyata dia jatuh sepulang sekolah, ceritanya sih main bulutangkis bareng temen-temennya sambil nunggu anak-anak SMP pulang. Mobil antar jemputnya itu memang nggak mau kalau nganter yang SD dulu, terus balik lagi nganter yang SMP. Jadi pulangnya disamakan. Terpaksa anak-anak SD ( yang ikut mobil antar jemput itu) , yg pulangnya jam 12.45 nunggu anak-anak SMP yang pulang jam 13.30. Anakku waktu main bulutangkis hilang keseimbangannya, jadinya nyungsep. Nah, lecet-lecet semua badannya, lutut kanan, tangan kanan dan siku kirinya. Kulitnya mengelupas dan berdarah.

Saat itu spontan aku mencecarnya dengan berbagai pertanyaan dan cenderung menyalahkannya karena main bulutangkis, kenapa kok nggak duduk-duduk saja. Biasalah kekhawatiran seorang mama, jadinya tanpa disadari bersikap seperti itu. “Sudah terjadi, ya sudahlah,” kata suamiku. Lalu dia yang membersihkan luka-luka anakku *haduh aku paling nggak bisa kalau disuruh membersihkan luka dan anakku teriak-teriak kesakitan, kecuali kalau nggak ada orang lain ya terpaksa menguatkan hati melakukannya hehe..

Alicia : “AAhh .. sakit, Pa!” (sambil nangis)

Papa : “Kalau nggak dibersihkan nanti infeksi. Dibersihkan dulu nanti baru dikasih betadine.”

Alicia : “Iya, tapi sakitttt.”

Kakak : “Kamu ngomong sakit-sakit terus, ya jadinya sakit sungguhan. Coba bilang, nggak sakit .. nggak sakit. Pasti nanti nggak terasa sakitnya.“

Papa : “Nah, iya betul itu. Papa saja dulu waktu masih kecil kena silet, nggak nangis kok.”

Alicia : “Iya, Papa kan laki-laki. Laki-laki kan lebih  kuat.”

Papa : “Perempuan juga bisa lebih kuat kok. Itu buktinya, mama waktu melahirkan nggak nangis meskipun sakit sekali.”

Kakak : “Udah berdoa belum? Berdoa saja, minta Tuhan supaya mengurangi sakitnya.”

Alicia masih teriak-teriak nangis sampai selesai dibersihkan dan diberi betadine. Setelah selesai diberi obat, selanjutnya adalah tugasku, menenangkan dan menemaninya tidur siang. Karena masih sakit dibuat berjalan, 2 hari Alicia nggak masuk sekolah. Hari ke 3 sudah bisa masuk meskipun jalannya masih pelan-pelan, cuma tangan kanannya masih tidak bisa dibuat menulis karena lukanya belum kering sekali *duh itu luka kok pas di telapak kanan, jadinya susah buat megang. Selama masih luka, Alicia makan pakai tangan kiri, dan untuk mandi masih kuwashlap saja, sampai luka di kakinya kering.

Ada dua pelajaran berharga yang kudapat dari kejadian ini.

1. Ternyata aku masih harus banyak belajar untuk menjadi seorang mama yang baik.

Tertohok juga sih mendengar si kakak bisa bicara seperti itu. Lha, anak kecil saja bisa memberi nasehat yang bagus, kok mamanya nggak? Semestinya sih harus menenangkan anak, bukan malah menyalahkannya. Kejadian ini membuatku merenung dan malu pada diri sendiri, ternyata aku sebagai mama malah harus banyak belajar dari anak kecil. Semoga jika ada kejadian seperti ini lagi, aku bisa langsung cepat tanggap mengobati dan menghibur anakku, bukannya menyalahkannya. Meskipun itu kadang terlontar tanpa sengaja karena kecemasan yang berlebihan.

2. Bersyukur.

Anak luka kok bersyukur? Iya, aku sungguh bersyukur karena yang terluka adalah tangan dan kakinya, bukan wajah atau kepalanya. Wajah atau kepala adalah daerah yang sangat rawan, untunglah yang terluka bukan di bagian itu. Aku juga bersyukur meski lukanya lumayan besar, tapi “cuma” kulit mengelupas dan berdarah,  tidak sobek. Aku sudah cemas saja kalau-kalau ada bagian yang sobek. Syukurlah, tidak ada. Aku paling ngeri kalau ada yang sobek *jadi ngebayangin saat lutut anak pertamaku sobek kena piring dan harus dijahit. Duhh hampir pingsan aku melihat lututnya mengangga dalam sekali, kelihatan dagingnya hiiyy. Sampai sekarang saja masih ngeri ngebayanginnya 🙂

Aku juga harusnya bersyukur karena mempunyai anak-anak yang banyak gerak, meskipun ada saatnya mereka mengalami berbagai luka. Dari berbagai pengalaman yang mereka alami, pastilah mereka juga akan memetik pelajaran berharga.

Aku merasa banyak diingatkan sih lewat kejadian ini. Yah, aku harus banyak belajar dan belajar lagi …

Semoga ke depan bisa menjadi orang tua yang lebih baik dari sekarang, lebih sabar dan lebih bijaksana.

Comments (2)

February 13, 2014

kalo udah ngerti jatuh, sakit, berdarah, kedepannya pasti si anak akan lebih berhati-hati yaa… bener disyukuri saja “cuma” lecet2 tangan & kakinya, bukan wajah atau kepalanyaa..


March 23, 2014

Iya mak, bener2 bersyukur anakku cuma lecet2 saja 🙂


    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: