Film Kafir: Di Balik Motif Teror Ghaib

By Efi Fitriyyah on August 28, 2018

Setelah menonton film Kafir (2018), saya jadi kepoin lagi apa sih bedanya makna kafir dan musyrik.

Gampangnya nih, kafir adalah sebutan bagi orang yang tidak mempercayai atau menolak ajaran Islam seperti kewajiban salat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan, musyrik itu bisa saja orangnya beragama Islam tapi masih melakukan ritual syirik, seperti datang ke dukun misalnya.

Dari beberapa referensi yang saya cari tau, batasannya yang jelas antara kafir dan musyrik itu salat. Penasaran dong, apa sih yang mau diceritakan film Kafir ini?

 

Review Film Kafir

Adegan pembuka film dibuka ketika ibu alias Sri yang diperankan oleh Putri Ayudya yang segitu paniknya melihat Herman, suaminya (Teddy Syach) muntah-muntah darah dan mengeluarkan pecahan beling saat makan malam. Selain mereka berdua, ada Dina, putrinya (Nadya Arina) yang juga ikut makan.

Beberapa saat sebelumnya,  suasana halaman rumah digambarkan sudah gelap, petang terasa mencekam. Cukup intimidatif buat saya. Kira-kira bakal ada teror seperti apa yang datang mengganggu?

Tidak lama setelah kejadian itu, Herman meninggal.  Selain kesedihan yang mendalam, Sri jadi trauma dan tidak mau memasak lagi sop, makanan yang jadi kesukaan Herman. Sementara itu, Dina yang menggilai novel-novel detektif merasa ada sesuatu yang aneh. Sangat beda dengan kakaknya, Andi (Rangga Azof) yang lebih rasional dan tidak memercayai analisis adiknya

Baca Yuk Review Film Hoax 2018

Ibu yang semakin ketakutan, jadi sosok yang misterius buat saya. Teror jump scare yang biasanya muncul di film-film horor ala Indonesia belum sepenuhnya muncul seperti penampakan hantu yang mengganggu, guncangan kasur di malam hari atau teror lainnya. Ada beberapa keganjilan yang terjadi di rumah, tapi lebih ke tanda-tanda yang multitafsir. Rada nyebelin karena udah kegeeran bakal merasa takut atau minimal kaget lah. Lama-lama saya cape sendiri dan lebih rileks, cuek aja dan masa bodo bakal seperti apa surprise berikutnya yang muncul di film yang durasinya sekitar 97 menit ini hahahaha….

Lanjut, ya.

Merasa tidak tenang dengan situasi yang dialaminya, ditambah lagi diagnosa dokter yang bilang ga ada apa-apa dengan kesehatannya, membuat Sri mencari jalan keluar sendiri. Sri menemui dukun Jarwo (Sujiwo Tejo). Celotehan Jarwo saat bertemu lagi dengan Sri membuat saya mikir,  ini pasti ada apa-apanya antara Jarwo dan Sri.

Cuma ya  apa itu belum jelas juga buat saya. Selingkuhan? Atau Jarwo tau rahasia yang Sri sembunyikan?  Nyeremin gitu kenapa Sri masih mau deketin Jarwo, sih? Sri mati kutu, hilang petunjuk harus berbuat apa. Sementara ia tidak berani berterus terang pada anak-anaknya. Hanya Jarwo yang bisa ia mintai tolong.

Kembali ke rumah, Andi yang lagi punya pacar baru bernama Hanum (Indah Permatasari) jadi sosok misterius dalam film – besutannya Kinoi Azhar Lubis – yang tonenya suram. Khas film-film hantu. Ditambah lagi dengan seting akhir tahun 90an, semisal kepingan piringan hitam dan piano jadul membuat saya teringat film Pengabdi Setan (2017) yang sempat ngehive. Kenapa ya, lagu-lagu lama yang muncul di film hantu feelnya jadi nyebelin dan bikin parno buat disimak dibanding sebelum nonton filmnya?  Ngomongin soal Hanum, gadis cantik  yang kalem  dan jago masak ini  dipecayai Andi untuk menjaga ibu yang semakin ketakutan ketika Jarwo ditemukan tewas.

Sejak pertemuan (kembali) antara Sri dan Jarwo, mestinya mereka berdua punya keterlibatan tertentu. Satu gank, sama-sama satu tim kalau dianalogikan dengan pertandingan olahraga. Nyatanya, setelah mati, Jarwo malah mengganggu Sri. Moral story pertama, ga ada itu kerjasama yang abadi,  apalagi kalau urusannya udah ga bener kayak maen dukun gini. Saya sempet ngikik ditengah-tengah kengerian film. Pasalnya Sri yang kelu tidak bisa melanjutkan  ayat kursi, malah dilanjutkan oleh Jarwo sampai selesai. Hiiiy…. ini hantu nyebelin.

Saya jadi inget waktu kuliah dulu. Ceritanya, di akhir acara jurit malam  (di Gunung Puntang yang imejnya angker itu pula), ada beberapa mahasiswa baru dan panita yang kesurupan. Salah satu panitia yang membacakan ayat kursi dikritik oleh jin yang menyurup lalu mengoreksi bacaan panitia yang salah itu.Nah, lho! Gimana ga gantuk, kalau ada di situasi seperti itu?Akhirnya kami para panitia tidak ada yang berani tidur sampai subuh sampai dipastikan semua yang kesurupan sudah benar-benar sembuh.

Film Kafir

 

Balik lagi ke film Kafir, ya. Akhirnya, rangkaian teka-teki  teror setengah hati (karena ga ada penampakan hantu yang lebih jelas dari hantunya Jarwo) mulai terungkap. Melibatkan masa lalu Sri dan juga Hanum, pacarnya Andi itu. Jalinan teka-teki hubungan Ibu dan Jarwo juga mulai terurai.

Jump scare film-film hantu yang sudah klise tidak dominan muncul di film Kafir semisal kekehan hantu, ketukan pintu, backsound yang ngagetin (juga suka nempel dan terngiang-ngiang sesudah nonton) dan printilan film horor lainnya.

Di sisi lain, ketika akhirnya motif teror yang terungkap, seakan menjungkirkan analisa-analisa sebelumnya bagaimana film ini akan berakhir mengungkap misteri. Jadi penyebabnya? Duh, sebel. Gitu deh kata yang tepat buat menceritakan kesan saya.

Motif tokoh antagonis Leila (Nova Eliza) yang muncul di sekitar sepertiga film, bisa diolah dalam genre lain yang bukan horor. Latar balas dendam atau sakit hati bisa juga diolah jadi semacam thriller misalnya, di mana teror penjahatnya ga kalah mencekam dengan teror psikologis intimidatifnya. Apalagi ternyata, tidak susah bagi Andi untuk mlumpuhkan si penjahat dan menyelamatkan ibu dan  Dina. Setannya cemen, gampang kalah.

Balik lagi ke obrolan pembuka film ini, soal kafir dan musyrik, mungkin judulnya bakal lebih related kalau porsi Jarwo lebih dominan  digali, apalagi keberadaannya memang ditentang oleh warga dan bagaiman ia menemui ajalnya dalam kondisi yang bikin merinding.

Pada akhirnya, kalau lumayan banyak menyaksikan film-film horor Indonesia,  alur, penokohan dan pembabakan film-film hantu Indonesia sekarang ini sudah lebih baik dibanding film-film Indonesia sebelumnya dan jauh dari kesan triple x yang mengeksploitasi seksinya hantu perempuan. Kalaupun dilabeli 17+ , dikarenakan film Kafir ini memunculkan adegan kekerasan fisik. Jadi, kalau belum 17 tahun,  adik, anak, keponakan atau siapa saja yang belum masuk batas minimal jangan diajak nonton dulu, ya.

    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: