Love for Sale, Film Review

By Efi Fitriyyah on March 27, 2018

Love for Sale Review – Jadi jomblo? Ujian terbesar biasanya ga jauh-jauh dari lingkaran terdekat, teman-teman sendiri. Apalagi kalau udah memasuki usia kepala 4 seperti yang dialami Richard (Gading Marten), bos sebuah perusahaan percetakan. Walau sering jalan bareng termasuk nonton pertandingan bola bareng ganknya, Richard harus pasrah dengan nasibnya sebagai objek penderita. Sampai akhirnya ketika salah satu dari anggota rombongan nobar bolanya ada yang menikah.

Kalah taruhan bola mungkin udah biasa. Tapi, dijadikan objek taruhan mengganti status dari single jadi couple itu bukan sesuatu hal yang biasa. Seperti itulah pembukaan dari film Love for Sale yang baru saja saya tonton kemarin.

Jadilah Richard yang jutek, tapi gengsinya selangit cari-cari cara agar dirinya tidak kalah taruhan. Bukan soal duitnya tapi HARGA DIRI! Demi harga dirinya itu juga Richard ‘ngutil’ flyer promo Love.Inc, semacam aplikasi cari kencan dan jodoh.

Dulu mah, cari jodoh kan suka ada rubrik gitu ya di Koran. Nah, karena udah jaman digital, aplikasi macam begini sangat membantu bagi orang-orang seperti Richard. Saya tertawa geli waktu Richard celingukan memastikan dirinya aman saat ngambil lembaran flyer itu. Padahal semua karyawannya juga tahu dan woles kalau Richard lagi usaha.

Selain jutek dan gengsian, Richard juga termasuk pelit dan mikir ulang kalau ngeluarin uang (beda soal sama taruhan bola). Telepon dari operator yang menawarkan paket promo pun ga langsung diiyain. Yang menggelikan, Richard cuek menolak tawaran dari operator dengan alasan lagi meeting. Padahal Richard sedang nyebrang jalan setelah mengendap-ngendap meninggalkan seorang gadis cantik tapi agresif dan terang-terangan bilang naksir, hahaha…

Jadi, ga semua cowok suka sama cewek agresif. Apalagi kalau ditodong ketemu camer, sementara aura chemistry aja belum klik. Ah ya, tampang cantik juga jadi relatif karena yaaa, selera orang ga sama, kan? Meski selera Richard sama mie instan adalah selera pasaran masak praktis buat cowok-cowok jomblo sepertinya. Sik, kenapa nyamain perempuan sama Mie? Ya intinya jangan mau jadi perempuan murahan.

Review Film Along

Lanjut, ya review Love for Salenya!

Akhirnya Richard mengiyakan tawaran paket promo dari operator aplikasi kencan itu. Perjanjiannya harus 45 hari! Padahal Richard cuma butuh sehari saja. Cuma buat menyelematkan gengsi dari bully-an teman-temannya.

Belakangan sandiwara yang direncanakan Richard harus berpanjang-panjang. Karena ‘kepaksa’ Richard melanjutkan hubungan dengan Arini (Della Dartyan), pacar kontrakannya itu. Kehadiran Arini bukan mewarnai terhadap kehidupan pribadi Richard, Tapi juga karyawan lainnya. Gara-gara ada Arini, Richard jadi bos yang dermawan, suka nraktir, ga bossy dan gila kerja dan lebih selow melayani klien-kliennya.

Mau ga mau, Richard harus mengakui kalau iya jatuh cinta sama Arini. Arini adalah seorang gadis yang loveable, paket komplit. Cantik, perhatian, sayang banget sama Kelun, kura-kura perliharaannya Richard (noh sama kura-kura aja care, lho) pinter masak, nyambung ngobrol soal Bola dan hmmm… HOT!

Kalau saya jadi Arini mungkin mikir dua kali. Abis Richard itu dandanannya jadul, kaku, dan ampun dah itu kumis dan bulu ketek kayak udah sekian purnama ga dicukur Iyucks! Di film ini kalian akan tau kenapa Arini mau jalan terus sama Richard.

Richard makin geer aja waktu Arini mengajaknya hang out dan ketemuan dengan ortu dan adik-adiknya. Sebuah tanda kalau sudah siap, mau juga berbaur dengan lingkaran dari gadis yang disukai. Am I Correct? CMIIW. By the way, soal ketemuan camer emang ngeri-ngeri sedap. Ngeri itu kalau belum siap atau sedap itu kalau udah kebelet buat lanjut ke jenjang pernikahan. Hayo, ngaku! Hahaha…

Wait! Tadi di atas, saya bilang HOT, kan? Iyes, film Love for Sale besutan Andibachtiar Yusuf ini emang dilabeli 21+. It means, memang ada beberapa part yang menampilkan adegan syur. Temen saya yang udah lulus kuliah S-2 sempat ditanya KTP waktu beli tiket filmnya. Umurnya sudah pasti lewat dari batasan minimal nonton. Entah lah, apa karena ada regulasi baru soal pembatasan umur yang berlalu untuk semua film atau emang film ini saja yang dikasih highlight? Jangan sembarangan orang buat nonton, gitu. Kadang nih ya, dengan label 17+ saja saya masih sering lihat orangtua yang maksa bawa anak-anaknya masuk dan nonton film yang bukan peruntukannya.

Nah, soal adegan syur ini kalau saya bandingkan lebih intim dari adegan mesranya Reza Rahadian dan Adinia Wirasti di film Critical Eleven. So, kalau teman-teman sudah nonton film ini mungkin punya gambaran kayak gimana mesranya adegan Arini dan Richard di sini.

Dengan durasi 104 menit, film yang alurnya agak lambat tapi ga bikin ngantuk ini cukup detil menjelaskan karakter-karakter yang ada di film secara proporsional. Tapi, yang paling menarik perhatian saya adalah sahabat nya Richard errr… saya lupa siapa namanya. Beliau ini punya pengaruh banyak terhadap pemikiran Richard walau sering kasih nasihat yang agamis seperti ketika mengutip ayat Quran yang familiar bagaimana Allah sudah menciptakan manusia berpasang-psangan agar merasa tentram. Kutipan tentang ayat Quran yang juga suka dikutip di kartu undangan nikahan itu lho. Nah nasihat-nasihatnya ini seakan mengingatkan Ricard untuk berpikir masak-masak akan keputusannya.

Bukan tanpa alasan kalau Richard memang memilih untuk terus melajang. Benang merah yang saya tangkap dari film ini adalah soal waktu. Waktu kebersamaan Richard dan Arini yang cuma 45 hari, pentingnya soal waktu seperti yang selalu jadi senjata utama ketika Richard ngomelin karyawannya, kutipan ayat pertama dari quran Al Ashr tentang waktu, sampai tentang usia yang dimakan waktu juga bisa mengikis harapan.   Nah part ini yang paling nyesekin.

Well, in my opinion rada absurd juga kalau di film yang ada adegan syur (kalau ga salah sampai 4 kali, deh hihihi) ada sisipan ayat Quran yang nyelip di sini. Di lain sisi lain, film ini ga pernah nunjukkin kalau Richard pernah solat. Tapi mari lupakan soal ini, cukup nikmati saja alur filmnya. Walau tema tentang jomblo emang klise. Tapi nih ya, cerita dari film Love for Sale cukup menarik dan lumayan menghibur. Walau yaaa, saya sebel sih dengan eksekusi akhir film ini.

Kalau gitu saya kasih 3,25 dari 5 bintang buat film Love for Sale ini. Jangan lupa kalau ngajak temen buat nonton, umurnya emang udah cukup batas minimal, ya.

    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: