Dalam gelap aku terdiam tersadar akan tipu dayamu. Bisikan menyesakkan, kesombongan, narsistikmu. terjebak dalam manipulasimu. Tersilau cinta beban rahasiaku.
23 tahun hidup dalam keheningan menyapa , sepi dalam kalbu.
Membebaskan diri dari belenggu. Reruntuhan tabir di jiwaku. Kutemukan hadir asa diriku.
Lantunan lagu berjudul “Tidak Hancur” menjadi pembuka acara launching buku Broken But Unbroken yang dinyanyikan oleh Kartika Soeminar. Secara perlahan, ia melangkah perlahan mengiringi lagu yang dinyanyikan.
Lagu ini menceritakan tentang kehidupannya. Kehidupan yang pernah disangka sebelumnya bahwa kelak dia adalah seorang NPD (narcissistic personality disorder) abuse survivor selama 23 tahun. Dan buku berjudul Broken But Unbroken ini yang menceritakan tentang kisah demi kisah yang dialami.
Penulisan buku ini merupakan bagian kampanye #BrokenButUnbroken yang dilakukan sejak April 2024. Kampanye ini terselenggara atas kerjasama Komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB) di 7 kota besar yakni di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya dan Denpasar. “KEB mendukung penuh kampanye ini dan berharap makin banyak memiliki kesadaran mengenai NPD. Khususnya kaum perempuan,” ungkap Mira Sahid, Founder KEB.
Kegiatan launching buku ini dilaksanakan pada Sabtu, 26 Oktober 2024 di Royal Kuningan Hotel, Jakarta. Sebelum melakukan kegiatan launching buku, dilakukan terlebih dahulu mini talkshow yang menghadirkan tiga pembicara yakni :
- Kartika Soeminar selaku NPD (narcissistic personality disorder) abuse survivor
- Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si selaku psikolog senior
- Mira Sahid selaku founder Komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB)
Dra. Probowatie mengatakan seorang pengidap NPD tidak pernah merasa salah dan selalu membuat orang lain sebagai korban atas sikapnya. “Seorang pengidap NPD akan senang membuat orang lain menjadi termehek-mehek,” tambah Dra Probowatie.
Mengapa seseorang bisa menjadi seorang NPD? “Salah satunya karena pola asuh di rumah yang tidak pernah disalahkan,” ucap Dra. Probowatie. Seorang NPD selalu merasa tidak melakukan kesalahan dan lingkungan sekitarnya yang membentuknya menjadi pribadi yang seperti itu. Lantas, bagaimana jika berjumpa seseorang yang hidup dengan NPD? “Lari dan tinggalkan. Ini harus dilakukan, “ kata Dra Probowatie lagi.
Hidup dengan seseorang pengidap NPD bukanlah sesuatu yang mudah. “Saya nggak sadar kalau mantan pasangan saya adalah seorang NPD,” kata Kartika. Padahal kala itu sang mantan memiliki empati yang rendah dan merendahkan dirinya. Namun setelah puluhan tahun berlalu, Kartika menyadari bahwa ia merasa tidak menjadi prioritas pasangan dan merasa terjebak secara emosi serta menjadi manipulatif. Dia kemudian sadar tak bisa seperti ini. Berkat dukungan keluarga, ia pun mencoba berusaha melepaskan diri dari pria yang kala itu menjadi pendamping hidupnya.
Apa yang ia alami dalam kehidupan awalnya ditulis di jurnal. Namun tulisan demi tulisan di jurnal itu menjadi penggembira hatinya. “Selepas menulis di jurnal, saya jadi lebih merasa lega,” tambahnya.
Tulisan-tulisan di jurnal itu yang kemudian turut membantu ia bangkit dari keterpurukan rasa yang ia alami. “Saya merasa marah pada diri saya kenapa dulu tidak aware dengan NPD. Saya merasa tidak adil karena di luar negeri, isu mental health sangat dipedulikan,” katanya lagi.
Ia kemudian menyadari bahwa perempuan-perempuan lain harus tahu tentang NPD dan tidak mengalami seperti apa yang dialami.
Menulis buku Broken But Unbroken bukan sesuatu yang mudah baginya. “Hampir setiap malam saya menangis setiap menulis buku ini,” tuturnya. Awalnya ia targetkan akan selesai menulis buku dalam jangka waktu tiga bulan saja. Tapi mundur dan baru selesai setelah enam bulan.
Buku ini juga menceritakan usahanya untuk memberikan kesempatan kepada pasangannya untuk berubah. Tapi ia tersadar dengan peryataan sahabatnya bahwa tidak bisa mengubah orang lain. Padahal satu sisi ia sadar bahwa ia juga berhak untuk bahagia.
“Dari itu kemudian saya sadari dan mantap memutuskan untuk bercerai,” tambahnya.
Kartika menceritakan juga salah satu chapter dalam buku itu yang menceritakan tentang masanya dan menjadi pegangannya di masa depan. “Sejak 19 tahun, saya menjadi tulang punggung ibu saya. Apa yang saya alami membuat saya tidak boleh sombong karena saya pernah jadi prang susah,” katanya lagi panjang lebar.
Ke depan, ia berharap ingin semakin lebih banyak mengedukasi banyak orang dan tidak berhenti roadshow. Ia akan melakukan roadshow hingga ke kampus-kampus. Kartika juga berencana untuk mengambil kursus online untuk menangani trauma dan healing.
Rileksasi Teknik Lima Jari
Usai kegiatan launching buku, Dra. Prabowatie mengajak seluruh tamu undangan melakukan teknik lima jari. Pertama-tama, suasana ruangan dibuat menjadi lebih tenang dan lampu lebih redup.
Musik secara perlahan mengalun pelan. Seluruh tamu undangan diminta untuk mencari posisi duduk yang nyaman agar lebih rileks sebelum dilakukan rileksasi teknik lima jari.
“Pertama-tama, tutup mata, pegang dada masing-masing dan cobalah lebih rileks,” ungkap Dra. Prabowatie. Kemudian, semua tamu undangan diminta untuk menarik nafas panjang melalui hidung, tahan sebentar dan keluarkan. Lakukan hingga tujuh kali.
Secara perlahan, Dra Prabowatie memimpin proses rileksasi ini. “Ucapkan terima kasih kepada Tuhan atas kesehatan sehingga bisa beraktifitas dengan baik. Terima kasih juga atas kebahagiaan yang selama ini diperoleh,” katanya lagi. Kata-kata penuh syukur ini yang menurutnya bisa meningkatkan kebahagiaan serta membuat diri menjadi lebih rileks.
Selama hampir lima belas menit, kegiatan rileksasi ini berlangsung. Ada kelegaan yang dirasakan setelah melalui proses rileksasi ini. Proses rileksasi ini, menurutnya, dapat dilakukan di rumah atau secara sendiri jika ingin merasakan lebih tenang.
Dan dengan ketenangan serta kenyamanan yang dirasakan, diharapkan bisa menciptakan kebahagiaan dan syukur atas nikmat yang diberikanNya.