Penulis: mak Irma Susanti
,….
Mengapa murka pada Matahari sedangkan sinarnya yang menjadi penghiburanku kala malam terlalu nyeri.
Jangan mengumpat pada hujan, karena rintiknya mengikat erat air mata pada harapan.
Biarkan awan menjadi gelap, karena terkadang aku butuh langit suram untuk menutup galau.
Bukankah kau yang membaitkan tentang KeMaha KuasaanNya, mengapa menjadi lemah hanya karena nasib terlalu manis menyapa hati.
Ini hanya Tumor dan chemotheraphy, bukan mati itu sendiri.
Meski Aku tidak takut pergi, aku hanya takut hidupku menjadi tak berarti.
Jika kau pernah berjalan dalam gelap, maka sinar lilin pun menjadi terang senyala pijar kembang api.
Aku bukan cirius, karena cahayanya terlalu indah dan benderang setelah matahari.
Mungkin aku hanya Canopus atau Alpha Centauri…
Atau bahkan hanya serupa mahluk kecil tak berarti.
Jangan bersedih untuk sesuatu yang kau yakini,…
Aku tidak menangis lagi,
rasa sakit hanya sedikit dari nikmat yang tlah banyak DIA beri.
Sahabat jiwaku,…
Harusnya kau tahu sejak cancer mengetuk pintu ku dan seenaknya berdiam disana.
Lalu aku berdiri dihadapanmu, riang, bahkan bernyanyi tentang mimpi-mimpi pagi dan puisi.
Aku tak mudah dikalahkan, setidaknya jika aku kalah aku sudah menari, bernyanyi, melukis impian dan mengejar segala harapan.
Jika ini egois, maafkan aku…
Saat jarak jarum dan nadi menjadi lebih tipis dari kulit ari.
Kau akan memahami, bahwa hidup bukan hanya rasa syukur, tapi menjalani… juga menikmati.
Akhhh, ini seperti keluhan sipemarah…
tapi percayalah, doa-doamu adalah pengurang kesakitan dan kelelahan bertemu vaksin dan therapy.
~ Sepenuhnya pengharapan ~
sukaaaa …