Emaks, yuk, kita ambil selembar kertas trus kita tulis kriteria ibu yang sesungguhnya itu seperti apa, sih. Menurut saya, kriteria ibu yang sesungguhnya adalah :
- Melahirkan secara normal
- Tidak kerja kantoran
- Kalopun di rumah juga tidak berbisnis, jadi murni hanya mengurus rumah tangga khususnya anak-anak
- Memberi anak-anaknya ASI ketika bayi alias tidak menggunakan susu formula sama sekali
- Jago masak
- Pintar dandan
- Lemah lembu
- Dan lainnya – silakan tambahkan sendiri. Lebih dari 8 juga boleh, Maks.
Kalo melihat kriteria di atas, berarti saya harus bilang kalau saya TIDAK termasuk kriteria ibu yang sesungguhnya. Eits, tapi yang saya tulis di atas itu semuanya kan cuma di atas kertas, ya, Maks? Alias teori belaka. Lalu kriteria ibu yang sesungguhnya itu apa, sih?
Oke, sebelumnya, saya mau jelasin dulu kenapa bikin postingan ini. Perdebatan Ibu Rumah Tangga vs Ibu Bekerja, Pro ASI vs Susu Formula, Melahirkan normal vs Caesar, sebetulnya perdebatan basi yang lebih banyak menghabiskan enargi, tapi herannya sampe sekarang masih ada aja hehe. Dan saya tergelitik lagi ketika melihat “inpohteimen” ada seorang artis muda yang waktu itu lagi hamil trus bilang kalo dia maunya melahirkan secara normal. Dan narator “inpohteimen” itu bilang kalo melahirkan secara normal berarti si artis itu ingin menjadi ibu yang sesungguhnya.
Saya dua kali melahirkan dan semuanya caesar, berarti saya bukan ibu yang sesungguhnya, ya, Maks. Tapi saya gak tersinggung, kok, sama kata-kata narator itu. Ngapain juga harus tersinggung? Saya cuma sedikit tergelitik aja. Malah mungkin saya harus berterima kasih, karena bikin saya jadi punya ide buat bikin postingan ini :p
Intinya, sih, kalo menurut saya, kita yang tau bagaimana keluarga kita. Kalimat “Every Mom Has Her Own Battle” itu tepat banget! Itu juga yang jadi pegangan saya, terserah orang mau bilang apa. Tanpa bermaksud untuk tidak peduli tapi kadang kita juga harus menutup telinga. Lagipula menurut saya, pendapat paling tepat yang harus didengarkan adalah dari anak-anak kita sendiri. Kalau pun kita gak bertanya ke anak-anak, tapi coba lihat sorot mata mereka. Anak yang merasa disayang ole orang tuanya biasanya matanya bercahaya. Dan mata biasanya gak bisa bohong π
Oiya, waktu saya masih berstatus anak, Mamah saya itu pekerja kantoran yang sibuk, lho. Bahkan bisa dibilang kami mungkin hanya ketemu saat wiken aja. Bukan berarti selama 5 hari kerja Mamah saya gak pulang ke rumah. Tapi kesibukan di kantor dan macetnya Jakarta, membuat Mamah saya harus berangkat sangat pagi dan pulang ke rumah sudah larut malam.
Tapi gak pernah saya berpikir Mamah itu bukan ibu yang sesungguhnya. Karena saya tahu Mamah itu kalo wiken masih menyempatkan diri untuk masak dan semuanya selalu mak nyuuuussss. Mamah juga pintar menjahit, dulu waktu kami masih anak-anak semua baju dibuatin sama Mamah. Pokoknya Mamah punya caranya sendiri untuk tetap menyayangi anak-anaknya.
Jadi saya rasa semua ibu bisa dan berhak menjadi ibu yang sesungguhnya. Apapun keadaan dan pilihan yang mereka tempuh. Jadi, mari kita buang bersama-sama kertas yang udah kita tulis tadi, Maks! Pokoknya kita berusaha sebaik-baiknya dengan cara masing-masing. Setuju? π
yeaayy, tylisan sy udah tampil. Koreksi dikit, ada typo “lemah lembu”. Harusnya lemah lembut hihihi