Sejak kecil kita sudah tahu 10 November adalah Hari Pahlawan. Entah berapa banyak pahlawan yang gugur di tanggal 10 November 1945 itu di Surabaya. Jumlahnya akan jauh lebih banyak lagi jika kita hitung berapa banyak pendahulu kita yang berperang melawan penjajah. Mereka yang terlampau mencintai Indonesia sehingga rela menukarkan nyawa demi bangsa. Maka sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk menghormati beliau-beliau yang telah gugur itu, meskipun mungkin dengan cara yang paling sederhana, seperti sekadar mengingat bahwa hari ini, tanggal 10 November, adalah Hari Pahlawan.
Apakah definisi pahlawan hanya melulu mereka yang berperang melawan penjajah? Meski definisi itu memang benar, pengertian itu tidak bisa lagi relevan dengan keadaan sekarang.
‘Perang’ kita hari ini memiliki bentuk yang sama sekali berbeda. Tidak ada bambu runcing, atau senapan, atau meriam, atau granat, atau senjata yang lazimnya digunakan berperang. Tapi bukankah setiap hari kita juga ‘berperang’ melawan kemacetan? Atau ‘berperang’ menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat? Atau ‘berperang’ di dapur mencoba resep baru? Atau ‘berperang’ membujuk si kecil untuk mau makan lebih banyak?
Setiap hari, setiap waktu, kita memiliki ‘perang-perang’ kita sendiri. Benar, Mak, kita adalah pahlawan, maka berbahagialah, dan tetaplah tegar dalam cerita perang kita sendiri. Merdeka! 🙂
setujuuuuuuu