Perempuan & AI: Menguatkan Blogging Lewat Literasi Digital Baru

Perempuan & AI: Menguatkan Blogging Lewat Literasi Digital Baru

“Waktu Terus Berjalan,. Ruang digital terus berkembang, Tapi Cerita Kita Tak Pernah Usang”

Dulu, blogging adalah ruang ekspresi, tempat kita menuliskan kisah parenting, berbagi tips kehidupan rumah tangga, sampai cerita harian yang kadang remeh, tapi penuh makna. Di balik setiap paragraf, ada hati dan pengalaman seorang perempuan yang ingin didengar. Tapi kini, dunia digital berubah cepat. Dan salah satu perubahan terbesar yang kita hadapi adalah: kehadiran kecerdasan buatan (AI).

Sebagai bagian dari Komunitas Kumpulan Emak Blogger (KEB), yang sejak 2012 hadir sebagai ruang berbagi dan bertumbuh bersama, kami sadar: dunia blogging tak lagi sama. Bukan hanya soal SEO atau media sosial, tapi bagaimana kita, para perempuan berhadapan dengan teknologi baru yang bisa “menulis” untuk kita. Lalu, bagaimana menjaga suara otentik kita di tengah derasnya kecerdasan buatan?

Literasi AI: Bukan Sekadar Pakai Tools, Tapi Memahami Dampaknya

Literasi digital kini makin kompleks. Tidak cukup tahu cara menggunakan media sosial, kita juga perlu memahami bagaimana AI bekerja, dan bagaimana kita bisa memanfaatkannya secara etis, bijak, dan sesuai nilai-nilai kita sebagai perempuan.

Literasi AI bukan berarti kita harus jadi ahli teknologi. Tapi cukup tahu batas dan potensi: kapan AI bisa bantu kita menyusun outline, membuat gambar, atau meriset topik dan kapan kita harus berkata, “biarkan aku yang menulis bagian ini.”

Peluang & Tantangan AI untuk Blogger Perempuan

AI bisa menjadi asisten luar biasa. Ia bisa bantu kita brainstorming ide saat lagi buntu, menyarankan judul blog yang catchy, atau merapikan grammar. Tapi AI juga membawa tantangan: kehilangan suara personal, risiko plagiarisme, hingga bias algoritma yang belum tentu berpihak pada perempuan atau nilai-nilai lokal.

Sebagai blogger perempuan, kita perlu bijak. AI memang canggih, tapi tidak pernah mengalami hal-hal yang kita alami seperti melahirkan, membesarkan anak, berdamai dengan tubuh pasca melahirkan, atau menghadapi stereotip perempuan di ruang digital. Cerita-cerita itu hanya kita yang bisa menuliskannya, dengan jujur dan penuh empati.

Melalui komunitas KEB, kami ingin mengajak para emak untuk tidak takut dengan AI, tapi juga tidak terlena. Kami percaya, kekuatan kita bukan hanya di teknologi yang kita gunakan, tapi pada cara kita menggabungkan teknologi dengan rasa dan pengalaman.

Di era serba otomatis, tulisan yang menyentuh tetap datang dari hati. AI bisa bantu banyak hal, tapi ia tidak bisa menggantikan empati, intuisi, dan pengalaman hidup yang membentuk setiap cerita kita.

Maka dari itu, kalau kamu, mak,  yang sedang merasa dunia tidak baik-baik saja, atau merasa kehilangan arah dalam menulis, “ayok, nulis lagi.”. Karena dalam dunia yang bising oleh kecerdasan buatan, suara asli perempuan justru jadi semakin penting untuk didengar.

Leave a Reply

Your email address will not be published.