Penulis: Bidadari Azzam
Alhamdulillah, tak terasa sepuluh tahun telah berlari, diriku sudah menapaki bahtera indah, istana nan dicita-citakan semua pasangan di muka bumi ini. Rumah Tangga, di dalamnya kita harus ulet mempelajari berbagai tantangan, menikmati ujian kesabaran kala berperan sebagai istri, kemudian merangkap sebagai ibu (yang bagiku dahulu, masih tambah rangkap lagi sebagai mahasiswi), dan ragam peran lainnya dalam keluarga besar dan peranan di tengah masyarakat.
Sebagai ibu muda yang aktif dengan ragam kegiatan sehari-hari (dan tinggal di tanah rantau), saya merasakan bahwa kelincahan tangan kita harus makin lancar saat melakukan banyak tugas rutin sehari-hari. Singkat contohnya seperti saya di beberapa tahun terakhir ini, harus mengantar-jemput si sulung ke sekolah atau beberapa kegiatan ‘out-bond’, menyusui dua bayi, membuat jadwal temu-dokter anak minimal sebulan sekali, mengajar secuil kajian Islam bagi muallaf di Krakow, rapat dengan ortu murid lain di sekolah anak, rapat dengan guru, tambahan membuat video ‘tugas home-schooling’Berbahasa Indonesia buat anak, kadang-kadang menjelaskan sesuatu di telepon atau email kepada teman-teman lokal, dan lain sebagainya. Bayangkanlah, bagaimana kondisi “Istana terindah kami” yang kudu dirapikan setiap saat, namun si penjaga gawang harus punya kesibukan segudang?
Dulu zaman ‘single’, kamarku sangat rapi dan bersih, tertata apik. Ketika masa berduaan, ternyata memiliki pasangan yang menomor-duakan kerapian alias cuek dengan penampilan, maka kuturunkan ‘standar rapi’ di mataku supaya tidak stress. Berlanjut ketika kami pindah kota dan berpindah ke negara lain, parallel dengan aktivitas menjadi ayah dan ibu bagi buah cinta kami, maka ‘standar rapi’ coba kami samakan, dan mencoba memaklumi makna beberes rumah di mata si kecil yang juga lincah membantu ‘beberes’. Terus berlanjut hingga sekarang, jagoan kami tiga, kesemuanya doyan bermain di setiap sudut apartemen mungil ini, dan Alhamdulillah mereka meneladani “program mini beberes rumah” ini. Hal itu menjadi catatan point pertama, yaitu : 1. Semua anggota keluarga di dalam rumah kudu bareng-bareng menyepakati program mini “Beberes Ekstra Cepat”, terserah mau hitungan detik atau menit, semampunya. Misalkan anakku yang sulung, suatu hari seusai bermain bola, ia mandi dan memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci. Kemudian ia ajak adiknya membereskan mainan (adiknya usia 3,5 tahun) dengan cara menyusunnya di kotak ‘penampungan mainan’, lantas adik bayi pun ikutan beberes (15 bulan). Mereka bertepuk tangan bersama setelah mainan berhasil dirapikan. Di saat yang sama, saya sedang menyetrika sambil membaca & memeriksa PR anak. Sementara suami yang baru pulang kerja, sudah membersihkan tas anak kedua kami, kemudian ia membantu membersihkan debu dengan vacuum-cleaner. Hanya beberapa menit, lho…. Semua senang, tenang, dan lega dengan hasil yang dicapai bersama ini.
Point yang nomor 2. Jabarkan kata yang tadi saya garis-bawahi : sambil. Saya selalu ‘nyambi’. Belajar sambil melipat baju, menyalin catatan kuliah sambil nenenin, sekarang pun membuat artikel ini sambil merebus telur dan menyusui (lagi). Ibaratnya kata mamandaku, kita yang sudah jadi ibu ini, “punya 2 tangan namun bagaikan 10 tangan”, dengan kata “sambil” tersebut. Setiap malam usai menemani anak-anak bobo’, saya menyambut suami yang pulang dari masjid (usai sholat isya’), saya membuatkan teh sambil on-line sebentar, kemudian memijatkan dirinya sambil curhat-curhatan, *yah sekaligus merequest sesuatu sesekali,hihihi*. Ada kegiatan ‘nyambi’ yang paling terasa setiap hari, kami kerjakan selama hampir enam tahun ini di luar negeri, yaitu ketika akan bepergian, kami ‘nyambi’ bawa bungkusan sampah atau pakaian layak pakai untuk dilemparkan di ‘box khusus’. Suamiku ketularan ikut-ikutan ‘nyambi’, sering kali seraya browsing dia menjaga anaknya, sekalian belanja on-line, sekalian juga menikmati teh panas. Pasti emak-emak cerdas juga selalu ‘nyambi’ kan? Sekali mendayung, semua pulau didekap, hehehe.
Point ke 3. Disiplin selalu untuk strategi kerja cepat, misalkan ketika pagi kita harus bergegas pergi, supaya rumah tetap bersih dan ‘cling’, sempatkanlah menyemprot pewangi, membuka jendela beberapa menit, dan atau mengepel sekilas ruang tamu dan kamar tidur. Misalkan bangun tidur, pasca berdo’a *drap-drap-drap* langsung semangat menjemur selimut, bantal, dan sebagainya (kecuali pada saat winter di tempatku), lanjut merebus air, menyalakan kompor atau menyiapkan bahan masakan dahulu (jangan kelamaan leyeh-leyeh di selimutnya). Jangan sampai lupa dengan kedisiplinan. Ketika kita tidak punya ‘alarm peringatan disiplin’, maka akan berantakanlah tugas-tugas kita, misalkan jadi lupa meletakkan bumbu yang baru dibeli, selai roti yang akan dioles—diletakkan sembarangan, dan hilang karena dimainkan anak, atau malah perlengkapan dapur atau kain pel dibiarkan serampangan di lantai, dan sejenisnya. Hal itu berbahaya pula bagi keselamatan seluruh anggota keluarga. Namun untuk hal-hal tertentu yang menyangkut ‘action di hadapan orang banyak’, jangan gundah memikirkannya, sering kali kita sedang tidak bisa berdisiplin di meja makan, menyambut tamu, atau hal formal lainnya. Apalagi bagi ibu-ibu menyusui dengan beberapa anak batita, kita harapkan semoga teman-teman sekitar kita dapat memaklumi kondisi tersebut. Sebagai contoh, saya pernah menjamu teman (busui) yang sudah sangat lapar dan haus, ia cuek saja duduk di dapur menikmati cemilan dan mengambil jus sendiri di lemari es. Namun ada teman lainnya yang kurang menyukai sikap tersebut karena disangka mengabaikan kedisiplinan (harap maklum, emak-emak, disini ada yang mengharuskan duduk di meja makan dengan rapi kalau sedang makan, anak-anak harus duduk di kursi khusus anak, dsb), padahal saya sebagai tuan rumah sudah maklumakan kondisi itu,sekaligus berempati sebagai ‘teman senasib (busui)’, hehehe.
Point ke 4. Sering bareng memasak di rumah. Usahakan waktu weekend, semua anggota keluarga masak bersama di rumah, misalkan masak opor ayam atau rendang, pastel, tortilla daging campur sayur, dll, si sulung bisa membantu mencuci kentang, seraya membimbing adiknya belajar bicara dengan menyebut benda-benda atau bahan masakan di dapur. Hal ini sekaligus acara ‘wisata unik’ dan momen indah buat keluarga. Masakan bisa disimpan di kulkas beberapa hari, sehingga ibu tidak perlu kerepotan melulu di dapur, bisa memanaskan saja keesokan harinya. Dan sudah menjadi tips supaya beberes di bagian dapur bisa selalu cepat dan mudah.
Point ke 5. Urusan pakaian, kalau hujan melulu—tidak cepat kering. Kalau saya, punya pengering. Untuk yang tidak menggunakan pengering, bisa sesekali jemur di belakang kulkas,juga di atas heating. Setelah kering, langsung dilipat yang rapi, dan ajarkan anak-anak anda juga melipatnya. Maka kelak setiap ada pakaian kering (entah sedang dijemur di kursi, di atas jemuran, di belakang kulkas, di balik pintu, dsb), semua anggota keluarga yang ‘menemukannya’ dapat melipat pakaian tersebut dan menyusunnya di lemari baju, beres!
Mungkin banyak lagi tips lainnya dari emak-emak di berbagai tempat, semoga kita bisa senantiasa berbagi. Saya tidak memiliki asisten di rumah, namun seminggu sekali, ada adik mahasiswi disini yang membantu menyetrika pakaian formal dan mengajarkan bahasa local secara privat buat jagoanku, sungguh hal itu sudah amat membantu kegiatanku.
Point terpenting adalah “team kita harus solid”, suami, istri dan anak-anak harus kompak! Suamiku bilang, “Hindari stress, jangan pusing tentang aktivitas anak-anak yang ‘beberes’ dengan cara bongkar-pasang segala barang di rumah, yang penting adalah kita harus menikmati kebersamaan dan mensyukuri pelukan hangat keluarga kita ini…dan tentunya, usah merisaukan ‘apa kata orang’, sebab banyak orang yang menilai instant ketika berteman, lebih mementingkan lahiriyah dari pada ruhiyah, dan mudah menyimpulkan ketika bertamu beberapa menit ke rumah kita…”.
Semangat beraktivitas, semoga menambah tebaran hikmah, yah emak-emak nan berakhlak mulia.
(bidadari_Azzam, @ Krakow, pagi autumn, 19 sept 2012, twitter : @bidadari_azzam)
wah, tipsnya bagus banget jeng, terimaksih sekali..