Penulis: Bidadari Azzam
(foto di Old Town Krakow & bersama teman-teman di appartemenku)
Tentu di setiap tanah rantau, kita akan menemukan keunikan tata cara atau sikap masyarakat lokalnya. Begitu pun dengan saya yang saat ini memasuki winter ke-4 di Krakow, Poland.
Ada 7 keunikan masyarakat disini yang berbeda dengan masyarakat Indonesia (tanah air kita), setidaknya itu yang saya catat dalam hati, yah… Ketujuh hal tersebut adalah sebagai berikut :
-
Jika menghitung jumlah (angka), bukan dimulai dari jari telunjuk. Orang Poland mengacungkan jempol (ibu jari) untuk menyebut “satu”. Jadi, ketika kamu membeli sesuatu, misalkan roti, di sebuah toko. Maka jika kamu ingin beli 3 roti, jari yang kamu acungkan adalah “jempol, telunjuk, dan jari tengah berbarengan”. Di pre-school Bang Sayyif pun sudah mempelajari angka, “Jeden” (maksudnya : satu), mereka acungkan ibu jari, lalu diikuti telunjuk, dst.
-
Jarang menggunakan sendok. Malah ada teman Poland yang tidak menyimpan sendok makan di dapurnya. Mereka biasanya hanya menyediakan sendok sup yang kecil, sendok sayur (yang kayak centong kuah bakso), dan sendok gula. Untuk makan, karena makanan utama bukanlah nasi, mereka paling sering menggunakan garpu. Mereka menyukai menu kentang rebus plus salad, dan jarang yang suka sambal pedas seperti kita. Hal yang sangat biasa disini adalah makan dengan tangan kiri, entah kenapa kebanyakan dari orang lokal lebih menyukai memegang roti atau kue dengan tangan kiri. Jika sedang duduk di meja makan pun, tangan kanan memegang garpu, dan tangan kiri memegang roti untuk digigit.
-
Persepsi senyum yang berbeda. Indonesia disebut-sebut sebagai negara yang penduduknya paling ramah dan sopan santun kepada turis. Semua WNI akan menebar senyum manis jika berjumpa teman, tetangga, temannya teman, pak lurah, pak camat, dll bahkan senyum merekah saat bertemu turis-turis yang ‘bergentayangan’ di pusat-pusat turis, meskipun tak mengenal mereka. Padahal di berbagai sudut Poland, “senyuman tulus” tidak dikenal sebagai bentuk keramahan. Mereka menganggap bahwa jika kamu tersenyum (padahal tidak kenal), berarti kamu sedang sinis dan menghina penampilan mereka, . Oke deeeeh, lain kali pilihlah senyumanmu untuk diberikan kepada yang berprasangka baik saja, yah…
-
Ketika berada di restoran, menyeruput sup dianggap kurang sopan. Kecuali restoran asia, yah… Karena buat orang-orang asia, justru sup diseruput bermakna “menikmati banget suasana di resto dan rasa sup tersebut enak”. Terutama teman-teman ‘Jepun’, mangkuk supnya kan memang seperti gelas berukuran sedang, maknyosss saat menghirup sup hangat.
-
Berhati-hati jika ingin memberi hadiah. Mayoritas warga Eropa, khususnya Poland di Eropa Timur ini, hanya mau “sharing hadiah” di saat akhir tahun (sesuai acara natalan mereka). Di luar itu, mereka menganggap bahwa kamu menghinanya, seolah mereka tidak terbeli hadiah tersebut. Anggapan lain adalah “Kalau orang asia memberi kado, maka kita harus membalas dengan harta yang lebih mahal dari pada kado tersebut”. Saya sudah tiga kali “ditolak” saat memberikan hadiah kepada anak-anak di pusat kota, di bus dan taman. Inilah efek karena satu dasawarsa lalu pun, mereka masih amat terpuruk saat komunis berkuasa, satu sen saja amat berharga, orang lokal asli banyak yang super ‘perhitungan’, irit habis-habisan. Jadi, bersyukurlah kita yang memahami makna sedekah, mereka tak mengenal hal itu. Berbagi berarti pengeluaran bajet tambahan bagi mereka. Nah, jika ada barang-barang layak pakai atau tak disukai lagi, tinggal letakkan di kotak-kotak khusus atau ruangan “pemisahan sampah” di appartemen masing-masing. Sebaiknya tanyakan terlebih dahulu kepada teman baru anda apakah dia bersedia menerima bingkisan hadiahmu (misalnya kamu berniat memberikannya cindera mata dari tanah air, atau hadiah spontan lainnya, yang merupakan salah satu kebiasaan baik masyarakat Indonesia).
-
Adanya pengakuan kewarga-negaraan buat seorang bayi yang baru lahir, urusannya lancar-lancar saja, tak peduli jika tak ada bapak. “Nama keluarga” adalah hal terpenting disini, jadi, meskipun wanita Poland itu melahirkan tanpa suami, itu tak masalah untuk ke depannya, anak itu ikut nama keluarga si ibu, aturan-aturan hukumnya sama rata dengan anak-anak lain yang komplet ortunya. Beberapa tahun terakhir ini, tradisi ‘kumpul kebo’ memang meningkat, seiring makin banyaknya “pemuda-pemudi pintar” kuliahan di Poland dari berbagai negeri.
-
Jarang minum air putih. Mereka sehat karena salad, yogurt dan madu dalam menu sehari-hari. Namun, untuk mengawali makan siang dan makan malam, biasanya mereka meneguk alcohol (jenis apa pun). Alkohol, vodka, dan semacamnya itu amat murah disini. Jadi, harap maklum saja kalau kita dikira amat kaya raya karena sering memborong air putih di ‘toko online’, karena harga air putih lebih mahal dari pada harga minuman beralkohol. Di Poland, tidak seperti di Jerman yang air krannya bisa langsung diminum, disini harus difiltrasi terlebih dahulu, hampir semua penduduk memiliki alat/tabung filtrasi ini.
Kalau budaya ‘cinta diskon’ dan menyukai barang gratisan sebagai hadiah belanja, hal itu sih sama saja, di negara kita dan di Poland ini, bahkan mereka sudah “seperti menjadwalkan” secara khusus ketika menanti diskon besar-besaran di setiap akhir tahun.
Semoga artikel ini dapat menambah info dan pengetahuan pembaca, selamat menikmati aktivitas kembali! Semangat dalam meraih prestasi, yah… Salam ukhuwah dari Krakow!
(bidadari_Azzam. @Krakow, 27/11/12 5.15 pm)
Terima kasih infonya, bunda 🙂