Penulis: Nurisa
10 Oktober 2010, kutanggalkan status “single”ku kepada tambatan hatiku. Ku berikan jiwa dan ragaku kepada belahan jiwaku. Ku abdikan diriku untuk hidup bersamanya.
Saat itu, aku masih bekerja disebuah instansi kesehatan di Kab. Tegal. Suamiku seorang abdi Negara (red:PNS) di Jakarta. Awal kehidupan baru dimulai, kami hidup LDR (Long Distance Relationship). Aku dikampung, suamiku di kota. Kami bertemu satu minggu sekali, rindu menderu-deru dari senin-jumat, rindu itu terhempas, saat malam sabtu datang. Begitu sampai 3 bulan pernikahan. Awalnya baik-baik saja, lama-kelamaan kangeeeeen beraaaat. Semakin nggak bisa hidup berjauhan, kami pun tidak sepenuhnya bisa saling mengenal pribadi masing-masing. Harap maklum, 3 bulan jumpa langsung diajakin menikah, dengan modal keyakinan dan lillahita’ala,
3 bulan berjalan, hampa rasanya menikah tapi jauh dari suami, maw sampe kapan menjalani hubungan seperti ini. Apalagi aku sedang hamil 4 minggu, rasanya ingin selalu dekat suami, pengen dimanja. Sempat aku menangis sesaat setelah mengantar suami pergi ke kota. Sedih banget, hampir setiap minggu aku seperti itu. Perpisahan dimalam senin selalu berakhir dengan tangisan. Akhirnya kami pun memutuskan untuk hidup satu atap, aku mengundurkan diri dari pekerjaanku (meskipun kepala kantorku belum mengijinkan sepenuhnya), aku meninggalkan rumah dan orangtua ku dikampung. Demi suamiku.
Senin subuh, kami sampai di Kota Jakarta, Kota Metropolitan. Tempat kami beradu, beradu nasib, dan beradu cinta hehehehe…………..
9 bulan kami lewati di kontrakan 30m2. Musim hujan musim panas kami hadapi. Kerasnya kota Jakarta, mahalnya hidup dijakarta kami nikmati dengan rasa syukur. Aku menjadi ibu rumah tangga dan telah melahirkan seorang baby mungil, cantik. Aisya Adiba namanya. Kami lalui hidup di Jakarta dengan satu prinsip “kesederhanaan”.
Indahnya Kebersamaan.
Alhamdulillah tahun 2012 tepatnya setelah Bulan Ramadhan bulan pembawa berkah, kami mendapatkan istana untuk menampung kami dan anak2 kami. Untuk berteduh dari hujan dan teriknya matahari. Tak seberapa besarnya, tapi kami bersyukur, sungguh bersyukur. Sungguh bulan yang penuh berkah, di Bulan ramadhan ini, aku juga mendapatkan pekerjaan di instansi swasta di Jakarta pusat, dan dianugerahi janin dalam rahimku. Subhanallah………. Double diskon :D.
Indahnya Kebersamaan.
Hari demi hari kami lalui bersama motor satu2nya yang kami milki, dan sampailah kami dimusim hujan. Rumah kami memang tidak banjir. Tapi akses menuju tempat bekerja, subhanallah banjir sampe selutut. Pertama kali dalam sejarah hidupku, mengalami banjir separah ini. Seperti yang disiarkan diTV, meskipun sedang tidak hujan, si banjir tetap pada tempatnya (red:betah banget ya).
Saat itu sebelum maghrib, gerimis melanda kota Jakarta, kami nekat saja pulang. Berharap hujan akan reda. Dan ingin cepat sampe dirumah. Dan apa yang saya dapat? 3 jam perjalanan jakpus-ciledug kami tempuh, yang biasanya hanya 1-1,5jam saja. Masyaallah….. sepanjang perjalanan pulang, setiap kami akan melewati area banjir, kami bagi tugas, si ayah bagian supir yg bertugas ngegas motor jangan sampe mati, dan aku sebagai asisten yang mengawasi apakah knalpot motor kami “kelelep”?(red : tenggelam).
Begitulah seterusnya sampe area itu terlewati. Dan pada akhirnya kami menemukan situasi yang sangat genting, si ayah nggak berani ngejalanin motor karna boncengin ibu hamil, takut kurang keseimbangan dan terjadi kecelakaan yang tidak terduga. Alhasil kami pun mendorong motor ditengah banjir yang saat itu ketinggian mencapai lutut orang dewasa. Jujur saat itu aku khawatir dengan janinku apalagi aku agak lapar ;D. tapi bismillah daripada hanya terdiam tak bergerak. Kami pun nekat.
Perjuangan kami tidak terhenti sampai disitu, beberapa hari kemudian, di pagi hari saat akan berangkat kerja. Tepatnya didaerah senen. Ada jalan yang biasanya ramai tiba2 sepi karna banjir setinggi lutut orang dewasa. Bahkan lebih, kami harus memutar arah, namun alhasil area yang akan kami tempuh juga banjir. Dan lagi lagi and lagi rantai motor yang selalu copot, kami harus mendorong motor ke area pertokoan. Untuk mengcut area banjir. Sungguh perjuangan yang berat. Kalo kata suami ini akibat banjir 5 tahunan….. wallahualam.
Itulah sekelumit kisahku tentang Kota Jakarta “Kota Metropolitan”. Entah apalagi yang akan aku temui nantinya di Kota ini. Sebagai kisahku untuk anak cucuku