Dulu saat pertama kali di beritahu bahwa penyakit mematikan bersarang di tubuhku, kehidupanku seolah berhenti. Membayangkan ancaman kematian yang mengintai di atas kepala membuat kehidupanku terasa berat, saat itu ketegaran dan keyakinan hidupku menjadi lumpuh.
Titik balik itu datang saat menatap cahaya kecil di mata putriku dan menghitung angka di usiaku. Egoku berkata “Bagaimana bisa hidupku akan berakhir di usia ini dengan kanker memasuki stadium 3 tanpa melakukan perlawanan?” Setidaknya andai aku kalah aku harus berjuang, kalah sebelum berperang itu memalukan.
Aku mulai membaca banyak buku-buku tentang kanker, kisah-kisah inspiratif mereka yang bertahan dan berhasil melewati ancaman kematian. Aku singkirkan buku-buku yang hanya membuatku patah harapan. Akhirnya aku menentukan tujuanku, menggunakan terapi impian. Melakukan hal-hal yang ingin kulakukan, mengerjakan apa yang tertunda, menyelesaikan apa yang selama ini kuabaikan, dan mewujudkan semua yang menjadi impianku. Kanker ternyata sangat menakjubkan, memberi kutukan kematian tapi sekaligus memberikan kehidupan yang lebih berharga dalam kehidupan yang nyata bagiku.
Aku mulai dengan mengajarkan hatiku untuk bersyukur, melupakan rasa sakit dengan menikmati setiap saat yang aku lewati. Aku ajarkan hatiku untuk melupakan vonis dokter, tapi sekaligus bersiap untuk mati esok. Menikmati hari-hari panjangku di RS, bersahabat dengan semua orang di sana. Menjalani perawatan medis dengan perasaan riang, aku sadar bahwa terapi yang harus aku lakukan adalah terapi jiwaku sendiri dan itu hanya bisa kulakukan oleh diri sendiri. Aku mencari banyak informasi tentang hal-hal yang akan aku alami sekaligus tips menjalaninya. Menyadari bahwa proses ini pasti menyakitkan, tapi aku ajak hatiku berkomunikasi bahwa semua akan baik-baik saja.
Ada moment di mana sudah tidak ada vena yang bisa di tusuk jarum dan di masuki obat khemo, tangan,kaki,kepala. Semua sudah pecah dan bengkak karena khemo sebelumnya setiap hari berturut-turut, suster-suster sudah bergantian menusukkan jarum dingin tanpa ampun. Aku pasrah dan tersenyum, mereka tetap mencari vena karena obat khemo harus masuk hari itu. Yang aku lakukan hanya berdoa, dan membayangkan vena ditemukan dan aku berlari pulang. Lalu seorang suster datang, dan dengan sekali tusuk dia menemukan vena di tempat yang sudah berulang kali di tusuk oleh para suster tadi.
Ya, Doa… terapi impian dibarengi dengan doa. Setelah masa perawatan di rumah sakit berakhir, aku kembali ke rumah dengan segudang energi baru.Tubuhku mungkin tak sama lagi tapi jiwaku masih sama, bahkan jiwaku lebih berirama. Kunikmati setiap detik nafasku berhembus, aku bangun pagi dengan rasa syukur karena aku masih hidup. Udara yg biasa menjadi lebih berwarna,aku memandang langit dan kehidupan dengan energi yg lebih positif, aku cintai semua hal, kuikhlaskan segala yg terjadi, meski vonis ditetapkan, aku tetap menggantungkan impian dilangit yg luas.
Aku menjalani khemotherapiku di bulan-bulan selanjutnya dengan ringan, kunikmati rasa sakit dan segala proses medis dengan tetap bertawakal. Aku berhenti bersikap seperti pasien yang menyedihkan, aku tetap berusaha tampil sebaik yang aku bisa. Datang ke RS, khemo lalu pulang seolah habis berjalan-jalan di mall 😀
Setiap saat kumasuki kedalaman hatiku, ku redakan rasa takutku. Kesendirianku, saat semua orang lelah menemani pengobatanku, aku berkawan dengan diriku sendiri. Kubuang impian yang diluar batas kemampuanku, kugantikan impian hanya untuk sembuh dan berbahagia. Untuk siapa? tentu saja untuk diriku sendiri dan untuk orang-orang yang aku kasihi.
Kesakitan dan perubahan fisik tentu saja berpengaruh bagi jiwa sipasien, jika jiwaku kalah bagaimana mungkin fisikku bisa melawan penyakit itu.
Aku melakukan banyak hal yang aku sukai, meski hal-hal kecil yang sebelumnya kuabaikan. Berada dalam ambang kematian ternyata membuat langit yang biasanya menjadi terlihat lebih indah. Udara pagi yang biasa menjadi rasa syukur saat masih bisa menikmatinya. Bersikap welas asih pada keluarga, teman, dan sesama juga terapi itu sendiri.
Menghidupkan impian dan berserah kepada Allah disaat sakit adalah terapi bagi jiwa. Jiwa dan semangat yang tak menyerah membantu tubuhmu melawan keganasan penyakit yg mencoba menghancurkan pertahananmu.
Proses memimpikan impian dan menetapkan harapan membuatku terus bergerak maju dengan kekuatan bertahan yg lebih besar menuju masa depanku. Ada sesuatu yang memberi hidup tentang itu, suatu regenerasi semangat terjadi didalam. Aku bertahan dengan segala aksesories di tubuhku tentu saja kuasa Allah, tapi semangat dan menjaga impianku untuk sembuh dan berjuang adalah obat berharga selain perawatan medis itu sendiri. Pengobatan termahal sekalipun tidak akan ada gunanya jika semangatmu patah. Impian adalah harapan yang harus kita jaga, mematikan impian sama saja mematikan harapan itu sendiri.
Bagaimana denganmu, sahabat ? apa impianmu ? genapilah mimpi-mimpi dan harapanmu. Jangan tunda hingga suatu hari nanti, mungkin saja kita bahkan tidak punya kesempatan bertemu nanti 🙂
Neng…, gak mau komen apa-apa. Cuma mau peluk aja 🙂