Tahukah Maks, kalau literasi keuangan perempuan itu masih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Menurut riset, sekitar 25,5 % perempuan yang paham tentang literasi keuangan, sedangkan laki-laki sebesar 33, 2%. Kenapa bisa seperti itu ya? Sepertinya harus sering-sering nih para perempuan diberikan edukasi tentang literasi keuangan. Seperti yang dilakukan Visa beberapa waktu lalu di Bandung, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Literasi Keuangan Ibu Berbagi Bijak
Adalah Visa, perusahaan pembayaran digital, bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia, berinisiatif mengadakan workshop literasi keuangan bertajuk #IbuBerbagiBijak di Bandung (akhir Agustus 2019) dan Yogyakarta (awal September 2019).
Dengan narasumber Prita Hapsari Ghozie (perencana keuangan ZAP Financial) dan perwakilan Otoritas Jasa Keuangan masing-masing kota, workshop #IbuBerbagiBijak ini menyasar peserta perempuan pekerja paruh waktu (freelancer) dan pelaku usaha perempuan (UMKM). Kalau di Yogyakarta, pelaku UMKM di bawah naungan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).
Workshop #IbuBerbagiBijak tentang literasi keuangan untuk perempuan ini sangat menarik. Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia, Riko Abdurrahman menyoroti kelemahan perempuan dalam mengelola keuangan, padahal ibarat dalam kabinet pemerintahan, perempuan adalah Menteri Keuangan dalam rumah tangga.
Perempuan, terutama ibu harus bisa mengatur keuangan dengan benar, baik untuk keperluan keluarga, pribadi, mau pun usaha.
Sejalan dengan itu, materi yang diberikan Prita Ghozie bagi peserta workshop agar keuangan pribadi tak bercampur dengan uang usaha. Menurut Prita, masih banyak perempuan terutama ibu-ibu yang tidak melakukan pencatatan laporan keuangan rumah tangga atau pun bisnisnya. Sudahlah tidak melakukan catatan, semua anggaran dijadikan satu. Keuangan pribadi bercampur dengan keuangan keluarga bahkan keuangan usaha.
Akibatnya sudah pasti. Keuangan carut marut. Berapa pun yang diterima, besar atau kecil, sama saja, habis tanpa sisa. Tidak punya tabungan atau dana lebih. Miris kan.
Prilaku ini harus diperbaiki, jangan ditunda-tunda. Lakukan pencatatan keuangan dengan baik. Laporan keuangan bisa dilakukan secara manual dengan buku anggaran, atau menggunakan aplikasi keuangan yang mudah diunduh apalagi sekarang ini, smartphone atau gadget sudah semakin canggih. Nggak ada alasan untuk tidak rajin mencatat laporan keuangan.
Selain harus rajin mencatat laporan keuangan, perempuan terutama ibu-ibu harus menyediakan anggaran tak terduga atau dana darurat. Ini untuk mengantisipasi keadaan-keadaan yang tak terduga di luar keseharian. Tak jarang, keadaan tak terduga ini membutuhkan biaya yang tak sedikit. Dan betapa menyakitkan hati, misalkan kita mengeluarkan biaya untuk rumah sakit atau sekolah anak, namun tidak punya dana, bahkan uang yang ada di dompet hanya puluhan ribu. Pernah mengalami hal seperti itu?
Untuk itulah perlu dana darurat. Berapa yang harus dianggarkan untuk dana darurat? Minimal dua kali pengeluaran sebulan. Lebih dari dua malah lebih bagus, setidaknya ketika kita mengalami hal yang tak terduga punya persediaan untuk satu bulan.
Tabungan dan Investasi, punyakah?
Menurut Prita Ghozie, idelanya tabungan itu ada dua jenis. Tabungan jangka panjang dan jangka pendek. Tabungan jangka pendek itu diperuntukkan untuk rencana-rencana kita, misalnya untuk rencana traveling atau hari raya. Sedangkan tabungan jangka panjang adalah investasi untuk masa depan, misalnya untuk pendidikan anak seperti masuk SD, SMP, SMU, dan kuliah. Atau tabungan jangka panjang untuk masa pensiun nantinya.
Bagaimana mengetahui keuangan kita sehat?
Ada 4 hal yang menentukan sehat tidaknya keuangan rumah tangga, yaitu:
- Punya hutang atau tidak.
- Punya dana darurat?
- Punya tabungan dan investasi?
- Dan, apakah biaya hidup lebih kecil dari pemasukan. Jangan sampai lebih besar pasak dari pada tiang.
Program Literasi Keuangan yang diadakan oleh Visa ini, memasuki tahun ketiga penyelenggaraan, sejak diluncurkan pada bulan Juni 2017. Dengan tagar #IbuBerbagiBijak, telah menjangkau 300 perempuan di seluruh Indonesia.