Kekerasan seksual merupakan isu krusial yang perlu menjadi perhatian dan diselesaikan bersama berbagai pihak. KemenPPA bekerjasama dengan IDN times dan Kalyana Shira Film menyelenggarakan Focus Group Discussion dan Workshop bertajuk “ALL ABOUT RESPECT: Langkah Awal Mencegah Kekerasan Seksual”. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berlangsung dari tanggal 25 November – 10 Desember 2023.
Menurut Ratna Susianawati SH., MH, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, 16 HAKtP ini setiap tahunnya menjadi momen bagi kita semua untuk merefleksikan sampai titik mana upaya terkait isu kekerasan pada perempuan terselesaikan dan bagaimana menghadapi berbagai tantangan tersebut. Pastinya, Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian.
Masih banyak yang belum berani melaporkan kasus kekerasan sosial.
Momentum 16 HAKtP ini selalu tidak bisa dilepaskan dari peringatan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Hari Ibu jangan lagi sekadar diartikan sebagai ‘Mother’s Day’ seperti pada umumnya. Tetapi, jadikan sebagai momen “Indonesia Women’s Day”. Indonesia memiliki banyak perempuan hebat di bidangnya dari masa ke masa.
Berdasarkan data dan fakta, kekerasan seksual masih harus menjadi perhatian serius bagi kita semua. Meskipun semakin banyak kasus yang terlaporkan, tetapi masih menjadi fenomena gunung es. Masih banyak yang belum berani melapor.
Pemerintah terus berupaya mesosialisasikan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang komprehensif dan integratif dalam pencegahan, penanganan, pemulihan, dan penegakan hukum TPKS. Tentunya sudah tidak cukup disosialisasikan secara konvensional. Berbagai media sosial dan teknologi juga perlu berperan untuk mensosialisasikan UU TPKS dan agar masyarakat semakin peduli dengan isu kekerasan seksual.
Kekerasan Seksual Bisa Terjadi di Lembaga Pendidikan
Andy Yentriyani, Komnas Perempuan, mengatakan selama tahun 2008-2022 ada lebih dari 700 kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan yang dilaporkan. Bila dirata-ratakan sekitar 51 kasus per tahun. Dan, kasus ini terjadi di semua jenjang pendidikan.
Banyak kejadian, pendidikan terhenti bila korban mengalami kekerasan seksual. Oleh karenanya, harus diupayakan jangan sampai lagi terjadi kasus kekerasan seksual.
Proses Panjang Memulihkan Mental Korban Kekerasan Seksual
Memulihkan mental korban kekerasan seksual butuh proses yang sangat panjang. Irma Gustiana Andriani S, Psi, M.Psi, Psi, PGCertPT, Psikolog, pernah beberapa kali menangani kasus sampai 32x sesi. Itu pun belum berfungsi optimal. Masih perlu pendampingan berkelanjutan.
Korban kekerasan seksual butuh dukungan dari lingkungannya.
Rata-rata kasus terjadi di usia remaja. Korban dari teman-temannya. Pengalaman traumatik kekerasan seksual, apalagi berulang, berpotensi mengalami Post Traumatic Stress Disorder. Gangguan stress pasca trauma bisa sangat menggerogoti mental. Berpotensial mengalami depresi. Bila tidak ada bantuan, bisa menjadikan putus asa kemudian menyakiti diri sendiri, misalnya menyayat tubuh sendiri. Ini dilakukan sebagai bentuk kompensasi rasa sakit mental yang dirasakan. Terpikirkan untuk bunuh diri, bahkan sampai melakukannya.
Sangat penting perhatian dari kita semua. Kekerasan mungkin saja terjadi pada orang terdekat. Oleh karenanya penting untuk mendapatkan edukasi tentang cara menangani korban kekerasan seksual.
Keluarga harus hadir. Seringkali terjadi bila anak mengadu ke orang tua karena mengalami kekerasan, malah dihakimi. Menyalahkan caranya berpakaian, aktivitasnya, atau lainnya. Padahal saat itu korban justru lebih butuh support mental dari keluarga terdekat. Berikan perhatian, pendampingan, dan bawa ke professional mental health adalah langkah awal yang baik.
Focus Group Discussion dan Workshop bertajuk “ALL ABOUT RESPECT: Langkah Awal Mencegah Kekerasan Seksual”.
Instrumen hukum sudah ada. Semakin meningkat jumlah laporan tentu menjadi hal positif. Itu artinya semakin banyak yang berani melapor. Tetapi, menyikapi isu ini jangan hanya dilihat dari jumlah kasus yang dilaporkan. Sangar penting untuk mengetahui kelanjutan proses aduan tersebut. Harusnya semakin banyak kasus pelaporan yang selesai. Karena kalau hanya lihat dari jumlah laporan, pelaku akan tetap percaya diri melakukan kejahatan.
Kekerasan seksual bisa terjadi di mana pun, kapan pun, dan siapa pun. Penguatan dan dukungan berbagai pihak sekecil apapun perannya dapat membantu mewujudkan Indonesia bebas dari kekerasan seksual. Perempuan berdaya, anak terlindungi, Indonesia maju.