Jangan Takut Lapor Jika Alami Kekerasan Seksual di Kantor, Emak Bekerja Dilindungi Undang-Undang TPKS

By April Hamsa on December 09, 2023

“Nggak ah, aku takut dipecat kalau lapor tentang kekerasan seksual yang aku alami,” kata salah seorang emak yang bekerja di suatu perusahaan. “Lho, jangan takut, sekarang kita sudah dilindungi oleh Undang-undang TPKS,” saran seorang emak yang lain, yang kebetulan rekan kerjanya.

Undang-undang TPKS melindungi Emak Bekerja dari kekerasan seksual

Nah, betul Mak, apa kata rekan kerja Si Emak yang mengalami kekhawatiran mengenai melaporkan tindak kekerasan seksual yang dialaminya tadi. Sekarang, Emak yang bekerja di perusahaan telah dilindungi oleh Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang telah disahkan tahun lalu.

Substansi yang mendasar dari Undang-undang TPKS adalah untuk mencegah kekerasan seksual, menangani hingga memulihkan korban, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin kekerasan seksual tak berulang. Maka, jika mengalami atau melihat kekerasan seksual, jangan takut melaporkannya.

Jangan takut bicara jika mengalami atau melihat tindak kekerasan seksual.

Melaporkan kepada siapa? Ya, kepada atasan, bagian human resource (HR), satgas di perusahaan maupun organisasi eksternal yang mengadvokasi, hingga aparat penegak hukum yang berwenang.

Lho, lho tapi sejauh ini kan peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden belum ada?” Mungkin ada Emak yang bingung? MakMin akan jelaskan alon-alon, ya, Mak.

Sebelumnya, MakMin mau menginformasikan kalau kemarin, tanggal 7 Desember 2023, MakMin menghadiri talkshow bertajuk “Implementasi UU TPKS Menciptakan Tempat Kerja Bebas Kekerasan Seksual” dan Launching Video Iklan Layanan Masyarakat Kekerasan Seksual di Tempat Kerja” yang dielenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) yang berlangsung di Gallery RRI, Jakarta Pusat.

Baca Juga: Mencegah Kekerasan Seksual 

 

 Talkshow yang  membahas implementasi Undang-undang TPKS.

Talkshow ini merupakan salah satu rangkaian acara  peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) tahun 2023 yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember. Dalam kesempatan itu, Kementerian PPPA menghadirkan beberapa orang narasumber, yakni:

  • Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian PPPA Ibu Eni Widiyanti
  • Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian PPPA Bapak Prijadi Santosa;
  • Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Ditjen Binwasnaker Kementerian Ketenagakerjaan Bapak Yuli Adiratna;
  • Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Ibu Wita Krisanti;
  • Chief Human Resources L’Oreal Indonesia Ibu Yenita Oktora;
  • Aktor Zikri Daulay.

Tanya jawab mengenai Undang-undang TPKS dengan peserta.

Diskusi dibuka dengan penjelasan Ibu Eni Widiyanti, bahwa Undang-undang TPKS ini begitu disahkan artinya sudah berlaku sah, walaupun peraturan turunannya masih belum disosialisasikan. Ibu Eni Widiyanti juga menyayangkan apabila ada pihak-pihak yang masih meragukan Undang-undang TPKS ini.

“Tanpa menunggu undang-undang turunannya, Undang-undang TPKS ini sudah bisa diimplementasikan. Oleh karena itu kita tidak perlu bertanya-tanya lagi,” jelas Ibu Eni Widiyanti.

Jadi, jelas ya, Mak. Undang-undang TPKS ini sudah berlaku dan dapat melindungi Emak  dari kekerasan seksual, terutama yang terjadi pada saat bekerja di suatu perusahaan.

Pemerintah dorong korporasi untuk menerapkan Undang-undang TPKS di lingkungan kerja

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan di lingkungan kerja seperti perusahaan besar sekali pun. Kekerasan seksual di kantor kadang tak hanya dilakukan oleh individu saja, bahkan ada yang dilakukan oleh korporasi.

Korporasi seperti ini biasanya tidak menyediakan sarana dan fasilitas untuk mencegah karyawannya mengalami kekerasan seksual. Bahkan, ada perusahaan yang menutup-nutupi kasus kekerasaan seksual yang terjadi di lingkungannya. Kementerian PPPA berharap bisa berkolaborasi bersama banyak pihak, terutama korporasi, supaya mau mengimplementasikan Undang-undang TPKS.

Menurut Bapak Prijadi Santosa seharusnya jika ada suatu kasus kekerasan seksual di sebuah perusahaan, jangan sampai korporasi malah menutupinya. Perusahaan harus memiliki kesadaran untuk menangani masalah tersebut secara tepat. Jangan karena hanya memikirkan reputasi perusahaan mengambil langkah yang salah, kemudian ada yang memviralkan, malah melebar ke mana-mana masalahnya.

Undang-undang TPKS melindungi karyawan dari kekerasan seksual.

Kekerasan seksual bisa terjadi di perusahaan tempat Emak bekerja.

Bapak Prijadi Santosa juga berharap perusahaan-perusahaan memiliki layanan yang ditunjang sumber daya profesional untuk bisa mencegah dan menangani kekerasan seksual. Kementerian PPPA juga telah menyediakan panduan, bahkan bersedia memfasilitasi pelatihan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya di korporasi agar bisa mencegah kasus kekerasan seksual terjadi.

Ibu Wita Krisanti kemudian menyampaikan bahwa berdasarkan pengalamannya, sejauh ini untuk perusahaan multinasional tidak sulit untuk melindungi karyawannya dari kekerasan seksual, karena hal ini menjadi bagian dari tuntutan investor untuk menciptakan iklim perusahaan yang nyaman. Namun, untuk perusahaan-perusahaan lokal kesadarannya masih belum setinggi perusahaan yang berafiliasi dengan brand internasional.

Hal yang amat disayangkan ketika terjadi kekerasan seksual di suatu perusahaan, masih ada atasan yang ketika menerima laporan malah beralasan, “Kamu aja sih yang kegenitan” atau “Ya pantes kamu dilecehkan, bajumu begitu, sih”. Ini juga yang akhirnya membuat korban enggan speak up.

Pemerintah berharap perusahaan bisa mencegah kekerasan seksual di lingkungannya.

Dalam kasus seperti itu, Ibu Wita Krisanti mengatakan bahwa kata kuncinya adalah komitmen dari atasan, baik atasan perempuan maupun laki-laki, supaya punya perspektif gender yang benar, sehingga tidak selalu menyalahkan korban. Begitu pula dalam pekerjaan, perusahaan harus meluruskan perspektif gender-nya, supaya baik laki-laki maupun perempuan dinilai berdasarkan performa dan kemampuannya, bukan karena gender-nya.

Ibu Yenita Oktora kemudian menceritakan mengenai pencegahan kekerasan seksual di perusahaan tempatnya bernaung. Bahwa di perusahaan tersebut sejak awal memiliki pondasi dasar berupa kode etik, bagaimana ada nilai-nilai seperti respect, transparansi, integritas, courage, dll, baik dari sisi karyawan, sebagai bisnis, serta bagian dari komunitas.

Untuk karyawan, perusahaan berusaha membuat karyawan merasa aman. Ketika melaporkan ada hal-hal yang kurang pantas, perusahaan akan mendengar, melakukan proteksi kepada pelapor, pendampingan, serta tindakan-tindakan lain yang bisa membuat kasusnya ini bisa terselesaikan dengan baik.

Kemudian sebagai bagian dari bisnis, perusahaan secara tegas hanya akan bekerjasama dengan pihak-pihak lain yang memiliki kode etik yang sama. Tidak boleh melakukan penindasan, pelecehan, serta kekerasan seksual. Menurut Ibu Yenita Oktora, perusahaannya akan langsung memutuskan hubungan bisnis dengan perusahaan yang seperti itu.

Banyak yang takut melapor kekerasan seksual karena perusahaan tidak mau mendengar dan menindaklanjuti.

Selain Ibu Yenita Oktora yang sharing tentang pencegahan kekerasan seksual di perusahaannya, ada pula Zikri Daulay yang memberikan gambaran mengenai bagaimana menghindari kekerasan seksual di dunianya, yakni industri kreatif. Zikri Daulay juga mengatakan bahwa dalam industri kreatif, tak hanya perempuan yang rentan  terhadap kekerasan seksual, laki-laki pun bisa mengalaminya.

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, di industri kreatif, apalagi di sinetron atau film, kadang menuntut adegan tertentu kepada aktornya. Menurut Zikri Daulay, saat ini industri kreatif lebih terbuka terhadap masukan. Sesuai pengalaman Zikri Daulay, sejauh ini walaupun script sudah ada, tetapi jika para aktor merasa keberatan, maka bisa membicarakannya dengan lawan main, pihak sutradara, maupun rumah produksinya.

Zikri Daulay juga mengatakan seandainya mengalami atau melihat kekerasan seksual di industri kreatif, dia akan berbicara lantang. Kemudian, untuk mencegah kekerasan seksual terjadi di lingkungan kerjanya Zikri Daulay mengatakan bahwa sebagai seorang laki-laki, maka dia berusaha mengedukasi orang-orang supaya bersikap profesional kepada rekan kerja dan wajib menghargai privasi masing-masing.

Perusahaan yang menutupi kekerasan seksual akan mendapat sanksi

Zikri Daulay kemudian menceritakan pernah menjumpai satu kasus kekerasan seksual yang dilakukan salah seorang kru. Untungnya, perusahaan produksinya langsung tanpa ampun melakukan pemecatan.

Cerita serupa juga diceritakan oleh Ibu Yenita Oktora, bahwa ada pernah ada sebut saja pemilik toko mitra bisnis perusahaannya yang melakukan kekerasan seksual kepada karyawan. Walaupun kasus kekerasan seksual ini dialami oleh pihak ketiga, tetapi karena masih berkaitan dengan perusahaan, maka perusahaan langsung bertindak tegas. Perusahaan langsung memutuskan hubungan bisnis dan melakukan pendampingan kepada korban.

Memang yang dibutuhkan untuk memutus mata rantai kekerasan seksual yang mengancam karyawan ini salah satunya ketegasan perusahaan. Jangan sampai perusahaan melakukan hal sebaliknya, yakni sibuk menutupi kasus kekerasan seksual yang terjadi di perusahaannya. Kalau begitu, yang ada masalah akan menjadi makin besar di kemudian hari.

Undang-undang TPKS memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tidak melindungi karyawan dari kekerasan seksual.

 

Bapak Yuli Adiratna berharap perusahaan-perusahaan bisa membentuk satgas yang independen dan bisa didampingi pemerintah, misalnya dari Disnaker, Kemenaker, dan lain-lain, supaya bisa mencegah dan mengatasi terjadinya kekerasan seksual di lingkup perusahaan.

Selain itu, Undang-undang TPKS juga mengancam perusahaan membayar denda sebesar 5-15 milyar Rupiah apabila perusahaan terbukti tidak menyediakan sarana untuk karyawannya supaya terhindar dari kekerasan seksual. Selain denda, perusahaan juga wajib membayar restitusi, bahkan sampai pencabutan izin usaha yang artinya dilarang beroperasi lagi apabila menutupi kasus kekerasan seksual.

Jadi, Undang-undang TPKS ini enggak main-main sanksinya bagi individu maupun korporasi yang melakukan kekerasan seksual ya, Mak. Maka, apabila Emak yang bekerja di suatu perusahaan mengalami atau melihat kekerasan seksual terjadi di lingkungannya, jangan takut melapor.

Baca juga: 5 Cara Mengatasi Bullying

Kementerian PPPA juga menyediakan channel untuk laporan kekerasan seksual melalui Hotline: SAPA 129 dan WhatsApp 08-111-129-129. Bisa juga menghubungi kepolisian setempat atau UPTD PPPA di daerah tempat tinggal.

Semoga informasi mengenai Undang-undang TPKS yang mampu melindungi Emak dari tindak kekerasan seksual di lingkungan kerja ini bermanfaat, sehingga Emak bisa bekerja tanpa rasa cemas di perusahaan.

    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: