Nikmat Allah

By admin on August 02, 2012

 Penulis: Meta Hanindita

The best part of being a doctor is when someone asks what you do for living, you can answer “I save lives!”.

Entah siapa yang pertama kali menulis quote ini, tapi saya membacanya dari tweet seorang teman. 

Bener atau engga? Yaa, bisa jadi memang benar. Tapi kalau menurut saya pribadi sih, the best part of being a doctor is the chance given. 

Sebagai dokter, saya merasa diberi banyaaaak sekali kesempatan untuk beramal, kesempatan untuk menolong orang lain. InsyaAllah, apabila diniatkan semata-mata karena mengharap ridho Allah, kesempatan ini bisa dijadikan ‘tabungan’ amal di akhirat kelak. 

Selain itu, saya juga punya banyak sekali kesempatan untuk bersyukur. 

Terkadang, sebagaimana layaknya manusia lain, sering terlintas pikiran seperti ‘Kenapa saya engga sekaya si X ya, yang bisa keluar negri bolak-balik.” Atau ” Yaah, coba saya bisa nyanyi, udah jadi penyanyi dah sekarang, ga perlu jaga rumah sakit terus”. Atau bahkan yang jauh lebih sederhana, saya mengeluhkan keadaan mobil yang “Engga secanggih mobil lain, engga matic sih jadi pegel kalau harus nyetir”, mengeluhkan handphone yang “Susah banget makenya, boro-boro keren”. Atau yang rutin sehari-hari terlintas, “Gila ya, Surabaya panas banget sih”, “Ini kenapa deh pilek udah seminggu engga sembuh-sembuh”, “Ya ampun, jaga lagi? Kapan bisa istirahatnya?” dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Untung saja, pikiran demikian hanya sempat terlintas sepersekian detik. Saya langsung tersadarkan begitu melihat kondisi pasien di depan saya. Ada yang terlahir dengan penyakit jantung bawaan, kelainan anatomi bawaan, epilepsi, cerebral palsy sampai ke penyakit keganasan atau kanker. Tentu, kalau bisa memilih, mereka pasti tidak akan memilih terlahir dengan sakit demikian. 

Saya teringat waktu masih koass dulu di bagian pediatri. Ada satu pasien leukemia yang sangat kooperatif. Tidak rewel setiap diambil darah, tidak meronta-ronta setiap diperiksa. Saya pernah menulis cerita tentangnya dulu disini.

Saya ingat sekali, pasien itu tidak pernah sedikit pun mengeluh. Sama sekali. Tidak walaupun darahnya harus diambil setiap hari, tidak juga ketika dia harus keluar dari sekolahnya karena menjalani kemoterapi. Saat kemoterapi mulai merontokkan rambutnya, membuat mual muntah setiap saat, tetap tidak ada keluhan keluar.

Bahkan sampai saat akhir hidupnya, saya tidak pernah mendengar dia mengeluh. Saya sungguh sangat terinspirasi dan terkagum-kagum padanya. Bayangkan, anak kecil lho ini! Menyadari keadaannya, penyakitnya, tapi tidak mengeluh sedikit pun. Malah, dia berusaha membuat sisa hidupnya berguna bagi orang lain. Dia masih bisa menghibur pasien lain yang menangis saat diambil darah, dia masih bisa menghibur pasien lain dengan nyanyian dan senyumnya. 

Sungguh saya malu bila membandingkan dengan diri saya pribadi. Bayangkan betapa sepelenya ‘masalah’ yang saya keluhkan dibandingkan ‘masalah’ pasien saya yang malah tidak dia keluhkan.

Selain itu, sering juga saya menerima pasien dengan gizi buruk karena seumur hidupnya hanya diberi air putih dan tajin. Tidak mengerti bahwa ASI yang terbaik, tapi tidak cukup mampu membeli susu formula. 

Ada lagi pasien bayi yang datang karena sakit tapi kemudian ditinggal oleh orangtuanya begitu saja, sampai akhirnya harus diambil dinas sosial karena tidak ada keluarga yang mau merawat.

Dan masih banyak lagi kasus lain dengan hikmah yang bisa saya ambil.

Mungkin memang saya bukan orang yang kaya raya, bisa keliling dunia, bisa beli mobil canggih atau handphone keluaran terbaru, tapi Alhamdulillah Allah Swt memberikan saya kesehatan yang tak ternilai, memberikan saya kesempatan untuk hidup berkecukupan, memberikan saya keluarga yang sangat mendukung dan menyayangi saya.

Saya tersadarkan, tidaklah salah untuk bermimpi atau bercita-cita tinggi, tapi jangan lupa untuk selalu melihat ke bawah juga. Jangan sampai karena “melihat ke atas” terus, kita jadi mendustakan nikmat Allah. 

Semoga tidak ada lagi nikmat Allah yang saya dustakan. Amin.

Comments (2)

September 12, 2012
ratna wijayanti

setuju sekali sama share meta…..
terkadang qta ga menyadari nikmat Allah yg sdh sedemikian luasnya,,,,qta mlah disibukkan dg kekurangan2 yg qta terima,,lupa bersyukur dg apa yg sdh didapat….

salut jg bt meta……btw,,aq penggemar meta lo….hehhehehe….sjak meta msh di radio yg lama dulu,,smpe pndah ke radio yg laen…trs hbs gtu ga ngikuti lg kabarnya…eh tau2 dah berkeluarga dan pnya anak….

salut karena bisa melakukan bnyak hal di usia yg msh muda (aq jg msh muda sich),,pekerja keras,,dan cnta kluarga……salut dech pkoknya…

aq jg terinspirasi dg blog meta yg ttg menyusui itu…..perjuangan keras ya…meng-inspirasiqu tuk tetep ksh asi ke anakqu yg baru2,5 bulan ini dan nyetok asi jg tntunya (walo ga sebnyak pnya meta)…. thanx 4 the inspiration


January 9, 2013

Aduh, adem rasanya membacanya, Mbak Meta. Tadi pagi baru saja saya bete tidak keruan karena diet dan terapi diabetes saya. Tapi, syukurlah…saya ingat kakak ipar saya yang lagi kena kanker dan atau rekan sekerja saya yang masih sangat muda pergi selamanya karena penyakit Lupus. Saya masih bersyukur penyakit saya terdektesi awal sehingga belum sampai komplikasi. Saya masih bersyukur diberi kesempatan untuk memperbaiki diri supaya bisa berumur lebih panjang dan tidak bolak-balik rumah sakit.

Salam,
Ketut


    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: