Penulis: mak Nurusyainie
Mama Raka memandang anaknya. Raka semakin besar, sudah waktunya dia butuh baju baru. Selama ini semua keperluan dapur dan pakaian selalu dibelikan oleh ayah Raka. Tapi, saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengganggunya untuk urusan beli baju baru. Ayah Raka sedang lembur mengerjakan laporan keuangan perusahaan keluarga.
Diraihnya hape dan mencari sebuah nama. Agak lama, terdengar suara serak yang sangat dikenalnya.
Diceritakan keluh kesahnya.
“Kalau mama Putri, apa papa Putri yang pegang uang belanja?”
“Saya dong. Kalau papa Putri gak kasih uang bulanan, gak saya temani tidur nanti.” Kata mama Putri sambil tertawa. Huft, mama Raka menghela nafas berat.
Dia bukan tipe perempuan yang suka nangis-nangis minta uang. Masa remajanya bisa dibilang berlimpah. Uang jajannya lumayan besar. Ayahnya termasuk pengusaha sukses di kotanya. Namun, ketika dia dinikahkan dengan lelaki kepercayaan ayahnya itu, kehidupannya berubah. Terutama saat dia harus pindah ke rumah yang dibuatkan oleh suaminya itu.
Dia bisa belajar mencintai ayah Raka, lelaki yang usianya terpaut 6 tahun darinya itu. Tapi, dia tak bisa kemana-mana tanpa uang ditangan. Untuk ke rumah orang tuanya yang jaraknya hanya 20 menit naik mobil saja dia tak bisa. Dia harus menunggu papa Raka pulang, lalu mengantarnya. Lelaki itu tak pernah memberinya uang sebagaimana papa Putri memberi uang bulanan ke mama Putri. Padahal, lelaki itu kerja diperusahaan ayahnya.
“Apa yang kamu mau, bilang saja, nanti saya belikan.” Hanya itu yang pernah dikatakan lelaki itu.
Bagaimana mau bilang kalau kerjanya sibuk terus? Mama Raka kembali melihat Raka yang terlelap dalam balutan piyama yang kekecilan. Masa dia harus mengganggu suaminya hanya untuk urusan beli baju?
Dadanya berdebar menahan sakit yang tiba-tiba hadir. Sore tadi Raka minta mainan yang dilihat dipegang Rio, tetangga mereka. Mama Raka sedih saat tak bisa memenuhi harapan anak pertamanya itu. Dia marah dengan ketidakmampuannya itu, padahal mereka tidak miskin-miskin amat.
Mama Raka kembali menghubungi seseorang.
Kesahnya masih soal yang sama.
“Istri juga harus pegang uang, Dik. Ada kebutuhan-kebutuhan rumah tangga yang hanya diketahui oleh perempuan. Tugas suami salah satunya kan memberi nafkah. Walaupun dia memberi nafkah dengan caranya itu, tapi tidak segitunya juga semua dipegang sama suami. Kesannya kok kayak gak percaya sama istri.” Suara Mama Nisa, kakak tertua dari papa Raka menenangkan hatinya.
“Kak, jangan beritahu papa Raka yah kalo saya curhat soal ini.”
“Tenang, nanti saya nasihati dia.”
Entah apa yang dikatakan mama Nisa ke adik lelakinya itu. Beberapa hari kemudian, papa Raka memberinya uang yang katanya untuk belanja sehari-hari.
*Based on a true story
“Laki-laki yang mencemooh wanita itu matre harus membayangkan ibunya dulu membesarkannya tanpa berbelanja.”
Mario Teguh
Ahemm..sy jarang pegang uang, bukan krn suami pelit atau membatasi tapi krn yg belanja semuanya pak suami dan dia kerjanya jg dari rmh jd kalo ada apa2 tinggal colek, hehe…