Hai, Maks! Apa kabar? Kalau jalan-jalan ke blog Emak semua, saya selalu mendapati banyak Emak yang menulis artikel storytelling. Ada yang cerita jalan-jalannya, ada yang cerita seputar anak, ada yang cerita tentang film yang ditonton … banyak deh! Ceritanya beragam, ada yang lucu, sedih dan sebagainya.
Saya amati kembali, mostly bercerita memang dengan gaya masing-masing, ada yang ngocol abis, ada yang insightful, ada yang bisa bikin campur aduk juga, antara miris, bikin senyum dan garuk-garuk kepala. Hahaha. Seneng deh, bacanya.
Meskipun kalau di dunia konten seringnya yang disebut-sebut sebagai viral potential article adalah yang berbentuk listicle, how to atau picture list, tapi artikel yang berbentuk storytelling seperti ini nggak akan pernah ada matinya lho, Mak. Mungkin memang nggak selalu berpotensial viral atau booming, tapi artikel tipe storytelling begini biasanya lebih long lasting dan evergreen. Apalagi kalau topiknya memang seru ya, yang bisa memberikan “pengalaman baru” bagi kita.
Nah, supaya storytelling article Emak semua lebih menarik untuk dibaca, dan juga tentunya menjadi lebih runut (karena saya menemukan banyak sekali cerita yang kebolak balik urutan kronologisnya sehingga agak kurang nyaman dibaca. *meskipun mungkin hanya buat saya saja*), saya pun kemudian mencoba merumuskan beberapa tip menulis artikel storytelling.
Yuk, Maks, dibaca. Kalau ada yang kurang, atau mungkin nggak tepat, silakan ditambahkan di kolom komen ya.
Kenali 4 Bagiannya Saat Menulis Artikel Storytelling
Saat akan menulis artikel storytelling, ada baiknya Emak kenali dulu beberapa bagian dalam tulisan itu nantinya, agar Emak nggak kebolak-balik dalam mengenali dan mendefinisikannya.
Kebetulan saya pernah menulis ulang kisah salah seorang sahabat saya yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang membuatnya akhirnya memutuskan untuk lepas membebaskan diri. Tulisan awalnya sebenarnya sudah cukup bagus, tapi ada beberapa bagian yang melompat-lompat kronologisnya. Maka, saya akan sertakan cerita tersebut sebagai contoh kasus ya, supaya lebih jelas aja gitu 🙂
1. Perkenalan
Ceritakan mengenai kenapa Emak pengin menceritakan topik yang akan ditulis. Apakah ada pemicunya? Misalnya, Emak melihat postingan blog lain, atau Emak membaca artikel yang berkaitan di suatu tempat, atau mengalami suatu kejadian di satu hari? Pokoknya apa yang membuat Emak merasa harus menuliskannya di blog.
Perkenalan ini akan membantu pembaca untuk ikut mengenali penyebab awal dari cerita yang akan ditulis kemudian, Maks. Supaya nggak ujug-ujug aja gitu.
Kalau dalam cerita yang saya tulis ulang tersebut, saya mendeskripsikan pengenalan dengan kalimat seperti ini.
“Setiap kali saya mendengar berita mengenai kekerasan pada perempuan, memori saya, tanpa bisa saya kendalikan, selalu kembali pada malam itu. Malam terburuk dalam hidup saya.”
2. Konflik
Tanpa konflik, cerita Emak tak akan menjadi cerita yang seru.
Biasanya konflik berupa:
- Man against man (kita melawan kita, artinya masalah antara manusia)
- Man against society/institution (hal-hal umum yang berlaku di masyarakat membuat kita kesulitan)
- Man against nature (hal-hal alamiah yang membuat kita kesulitan)
- Man against machine (kesulitan yang ditimbulkan oleh alat)
- Man against self (melawan diri kita sendiri)
Konflik di sini lebih pada pengungkapan masalah yang sebenarnya. Konflik ini adalah “kesulitan” yang harus Emak hadapi dalam situasi tertentu yang ingin diceritakan. Jika misalnya, Emak sedang menulis review produk, berarti yang menjadi konflik mungkin adalah permasalahan yang Emak alami sebelum “menemukan” produk yang akan direview.
Kalau dalam contoh kasus artikel saya, ada konflik “man against man” misalnya seperti ini.
“Hingga tibalah malam itu. Saya pikir, barangkali malaikat maut masih bermurah hati pada saya. Saya hanya mendapat beberapa benjolan di kepala saja, tidak sampai cacat atau mati.”
Tapi ada kalanya konflik juga bisa diletakkan pada awal cerita, demi bikin pembaca kita lebih penasaran. Semacam prolog gitu deh. Misalnya, kalau dalam artikel mengenai kekerasan dalam rumah tangga ini, saya letakkan konflik “man against self” di awal cerita.
“Ada saatnya, perempuan rela ditampar bolak-balik, dipukuli hingga babak belur, dan diancam akan dibunuh, demi sebuah status; sebagai seorang istri, pacar, anak, atau apa pun. Apa yang menyebabkan para perempuan ini rela bertahan menjadi bodoh begitu?”
Conflict, in stories, is the engine that keeps them going forward. Konflik bikin ceritanya jadi seru.
Jadi, meski jika “hanya” bercerita mengenai perjalanan jalan-jalan di car free day, pastikan ada “kesulitan” di jalan. Misalnya, sudah kehausan tapi nggak juga nemu penjual minuman. Atau sudah mau berangkat, eh si kecil malah sakit perut. Dan sebagainya.
3. Solusi
Datang konflik, tentunya kemudian diikuti dengan solusi.
Mengapa dalam artikel harus ada solusi? Agar pembaca cerita bisa mengambil manfaatnya, bisa mengambil hikmahnya. Apa jadinya jika artikel storytelling tanpa solusi? Jadinya ya, sekadar curhatan.
Burukkah jika hanya sekadar curhatan? Nggak juga, saya nggak bilang itu buruk. Barangkali Emak memang sedang mencari jawaban dan solusi, dan mungkin di antara pembaca artikel justru bisa membantu. Nggak salah kok 🙂
Jika memang demikian, ya leave this session saja. Nggak ada salahnya.
Namun, jika memang Emak sudah menemukan solusi untuk konflik-konflik yang ada, maka akan lebih baik jika dituliskan juga. Supaya pembaca blog mendapatkan insight, pengetahuan, dan pengalaman baru juga bersama Emak.
Biar nggak geje 😀
Dalam kasus artikel yang saya tulis ulang tersebut, solusinya adalah seperti ini.
“Akhirnya saya nekat lari dari rumah. Saat itu, dorongan yang membuat saya memutuskan pergi bisa dibilang hanyalah karena ketakutan yang memuncak. Juga untuk memberikan efek jera padanya. Bahwa saya sebenarnya bisa pergi, kapan pun saya mau dan kembali ke keluarga saya.”
4. Kesimpulan
Ada hikmah di balik setiap peristiwa. Setuju kan, Mak?
Apa hikmah yang Emak dapatkan dalam kejadian yang baru saja diceritakan? Pelajaran apa yang dapat ditarik sehingga mampu memperkaya hidup kita selanjutnya?
Dalam artikel saya, kesimpulannya adalah seperti ini.
“Jangan takut untuk menjadi mandiri! Hal ini berlaku untuk apa pun status Anda semua. Menjadi istri? Jadilah istri yang mandiri. Sebagai anak perempuan? Jadilah anak perempuan yang mandiri.
Menjadi perempuan mandiri tidak melulu tentang menjadi perempuan superior, perempuan yang mempunyai segalanya di atas lelakinya. Banyak hal yang bisa membuat perempuan menjadi mandiri, dan salah satunya adalah dengan menjadi produktif.”
Tip Menulis Artikel Storytelling
Setelah mengenali bagian-bagian di atas, baru Emak kembangkan sedemikian rupa hingga menghasilkan artikel yang utuh. Jadi bagian perkenalan, konflik, solusi, dan kesimpulan tersebut memang merupakan outline cerita Emak supaya lebih urut secara kronologis, sehingga cerita lebih mengalir dan enak dibaca.
Beberapa hal lain yang harus diperhatikan saat menulis artikel storytelling adalah sebagai berikut:
1. Simplicity is the best
Berceritalah dengan simpel, Mak. Emak kan nggak akan bercerita mengenai dunia fantasi macam Hogwarts kan? Atau tentang The Middle Earth? Emak kan akan bercerita pengalaman sehari-hari?
Maka berceritalah secara sederhana, dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Meski pengalaman sehari-hari, pasti akan seru dibaca kalau Emak bercerita dengan simpel dan benar.
2. No clichés
Kalau mau menulis artikel storytelling yang bagus, maka perbanyak membaca, Mak, supaya Emak punya perbendaharaan kata yang lebih kaya, juga perhatikan idiom-idiom yang kekinian.
Semua itu adalah bumbu, yang akan membuat cerita Emaks lebih hidup dan menarik. Hindari ungkapan-ungkapan klise yang sudah so yesterday.
Be creative!
3. Pertahankan kronologis cerita
Jika Emak bercerita tidak dalam kronologis yang urut, pembaca akan lebih mudah lelah, Mak. Mereka serasa diajak melompat-lompat, belum lagi juga ada risiko #gagalpaham yang bisa saja membuat pesan yang Emaks sampaikan tidak terbaca dengan baik.
Sayang aja sama tenaga Emak untuk menulis artikel storytelling ini, kalau sampai pesannya nggak tersampaikan. Iya nggak sih? 🙂
*
Nah, gimana, Mak? Mudah kan ya, menulis artikel storytelling ini? Tapi, mungkin saking mudahnya, kadang banyak yang meremehkan beberapa hal yang bisa membuatnya semakin menarik dan lebih enak dibaca. Sayang banget aja gitu, kalau saya, Mak. Padahal pengalaman hidup orang itu bisa memperkaya diri kita sendiri lho.
Well, saya tunggu lagi cerita-cerita Emak lainnya ya!
Ditulis oleh
Carolina Ratri
www.carolinaratri.com
untuk web Kumpulan Emak Blogger
I love storytelling , dan bingung kalau nulis listicle banget 🙂
Paling kagum sama penulis yg bisa mengkolaborasikan keduanya dengan manis, sepeti mbak Ratri ini.
Masih harus banyak belajar dan berlatih nih.
Semoga endingnya bisa tercapai. Bikin novel tebaaal yang enak dibaca berulang kali dan jadi teman sebelum going to bed. Amiin.
Sekarang berpetualang dulu di dunia blogging dan literasi.
Makasih ilmunya mbak Ratri.