Adakah di antara Emaks yang sudah pernah mengajukan proposal kerja sama kolaborasi sponsored content atau bentuk kerja sama yang lain dengan brand/pihak mana pun?
Saya pernah lihat, ada yang sudah pede ngajakin brand ataupun pihak tertentu untuk kolaborasi atau kerja sama marketing ini.
Kalau ada yang belum pernah, nah, kebetulan nih. Kali ini kita akan bahas soal seluk beluk bloger yang mau mengajak brand untuk berkolaborasi dalam kampanye marketing. Gimana sih, caranya “melamar” brand untuk bisa kolaborasi bareng dan bisa jalin kerja sama secara menguntungkan 2 pihak?
Siapa tahu kan yaaa, next time Emak bisa coba-coba (baca: uji nyali) melamar brand untuk kerja sama. Yekaaaan?
Memang sudah banyak ya, Mak, influencer (termasuk blogger dan vlogger) mengajak brand ataupun pihak tertentu untuk kolaborasi dalam sebuah sponsored content atau bentuk promosi marketing lainnya. Kan, bloger juga bisa jadi bagian dari marketing? Dan, sebagai marketing untuk blognya sendiri, mereka bisa banget melakukan “lamaran” pada pihak lain untuk bekerja sama.
Hanya saja, memang ada etiket dan cara tertentu, Mak, untuk bisa melamar brand untuk bekerja sama ini. Nggak bisa dong, kita tiba-tiba saja langsung bilang, “Eh, Min, mau nggak pasang sponsored post di blog eikeh?” di Twitter mereka, misalnya.
Seperti halnya kita ngelamar kerjaan, kan ya ada sopan santunnya gitu kan ya? Begitu juga dengan hal ini.
Nah, sebelum mulai melamar brand untuk diajak kerja sama, kita perlu menanyakan beberapa pertanyaan ini dulu pada diri kita sendiri, terkait kerja sama yang akan kita tawarkan.
1. Apakah kita punya cukup modal readership/audience yang cukup mumpuni?
Karena bagaimanapun, kita harus “menawarkan” pasar kepada pihak brand kan, Mak?
Jadi, sebanyak apa sih massa kita yang bisa kita tawarkan pada mereka? Kalau seumpama mau bekerja sama di media sosial, coba bandingkan antara follower kita dengan follower mereka.
Yang pertama mesti dibandingkan memang adalah jumlah.
Wait. Jelas kalah dong kita follower sama follower brand! Gimana sih, Makcar?
Well, jumlah itu memang jadi pertimbangan utama. Tapi masih ada hal lain yang bisa ditawarkan kok. Misalnya secara demografis. Mungkin Emak punya demografi follower yang cocok dengan target pasar brand tersebut.
2. Bagaimana dengan statistik pageview blog / insight engagement media sosial?
Kenapa hal ini perlu kita tanyakan pada diri sendiri? Karena, untuk bisa mengajak brand kerja sama, we NEED to be fluential.
Kalau enggak? Ya, kalau enggak, mau nawarin apa lagi ke mereka? Ini kita lagi bantuin mereka memasarkan jualan lo. Kita harus target-oriented dong.
Bener nggak?
3. Kira-kira kita akan bisa berkontribusi apa pada strategi marketing brand terkait?
Misalnya, apakah Emaks bakalan bisa menambah jumlah follower mereka? Atau bisa membuat penjualannya meningkat secara langsung?
Karena kan kita mau membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan mereka kan? Makanya ini penting untuk dipahami dulu. Ini juga kaitannya nanti pada fee. Kalau memang kita bisa membantu banget, pastinya kita punya bargain power yang lebih.
Gitu aja sih, simpelnya.
Nah, kalau semua pertanyaan tadi sudah ada jawabannya, dan jelas, maka kita bisa lanjut untuk mulai approaching dan melamar untuk bekerja sama.
Apa saja yang harus kita lakukan untuk bisa mengajak kerja sama?
1. Grow your blog!
Oke, ini seharusnya sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum kita mulai berani untuk mengajak brand kerja sama ya, Mak.
Semacam branding, konten, dan promosi blognya itu mesti kuat. Juga untuk media sosial, kalau Emak juga mau menawarkan media sosial untuk sponsored content.
2. Fokus terutama pada engagement
Yep, pada engagement ya, Mak. Bagaimana Emak mengelola pembaca dan follower itu penting. Meski ya, angka jumlah follower tetap penting juga sih, terutama untuk brand tertentu.
Makanya tadi saya sebutkannya “readership” di atas ya. Pengelolaan pembaca. Karena saat kita nanti benar-benar sudah kerja sama, kita memang harus menjamin kalau sponsored content-nya dibaca kan ya?
3. Siapkan media kit
Media kit adalah semacam curriculum vitae untuk para bloger. Isinya sih ya, misalnya seperti siapa saja yang pernah bekerja sama dengan kita? Juga ada statistik blog, dan insight akun-akun media sosial kita yang potensial, seperti Facebook Page, Twitter atau Instagram.
Di media kit ini kita juga bisa masukkan rate card. Kalau 1 blogpost berapa, kalau ditambah dengan Instagram Stories, misalnya, berapa. Dan seterusnya.
Dibuat yang bagus dan catchy ya, Mak, media kitnya! Untuk contohnya, Emak bisa gugling atau cari di Pinterest deh. Banyak kok 🙂
4. Temukan narahubung yang tepat
Jangan mengalamatkan email proposal kolaborasi Emak hanya pada brand, Mak. Carilah narahubungnya secara personal.
Kok mesti gitu? Well, ada cerita nih, Mak.
Seorang bloger–luar negeri sih–pernah cerita. Dia nih sedang dalam approaching brand gitu untuk kolaborasi.
Nah, saat mengirimkan email, dia sih ya berharap sih diterima. Tapi mikirnya, ya mungkin bakalan lama dibalas gitu. Eh, ternyata, hari itu juga dia dapat balasan brand, dan langsung diiyain kerja samanya.
Ya, dia sih surprise. Kok bisa? Soalnya dari teman-teman bloger yang lain, dia sering dengar cerita. Kalau nggak lama dijawab (dan ditolak), ya udah nggak dibalas sama sekali. Karena penasaran, dia pun memberanikan diri nanya. Ternyata, jawabannya cukup bikin geli juga sih.
PR brand itu bilang, dalam sehari ada ratusan email ngajakin kerja sama dengan brand tersebut. Dan, di antara tumpukan email penawaran kerja sama itu, cuma si bloger itu doang yang menyebutkan nama asli si PR-nya. Yang lain, hanya nyebut nama brand doang.
Jadi mungkin email yang lain itu cuma gini.
Kepada Yth.
Brand X
di tempat.Saya blogger, pengin ngajak kerja sama. Terlampir adalah detail blog saya.
Terima kasih.Regards,
Blogger Y
Sedangkan, blogger yg kerja samanya di-ACC itu personalized banget emailnya. Mungkin begini.
Kepada
Mbak ABC
PR brand X
di tempatSelamat siang.
Perkenalkan saya … bla bla blaRegards,
Blogger DEF
Jadi si PRnya mengakui, bahwa matanya langsung saja tertuju ke email bloger ini, karena ada namanya disebutkan secara jelas. Meski nggak bisa mengenali pengirim, tapi PR-nya ini menghargai sekali.
Moral of the story is, buatlah email penawarannya personal, Mak. Dengan sapaan hangat, cerita dengan ramah.
Bukan sekadar template.
5. Perhatikan isi email
Nah, ini lanjutan poin 4 ya, untuk membuat email penawaran lebih personal. Ada beberapa tip nih, Mak.
- Keep it short, and sweet. Meski personal, bukan berarti kita bisa OOT semau kita ya, Mak.
- Make it personal, sekali lagi. Sapa dengan hangat personnya. Bukan sekadar nyebut brand.
- Introduce yourself. Meski Emaks sudah melampirkan media kit berisi statistik, tapi boleh juga tetap ditulis di badan email sebagai pengantar dan perkenalan. Untuk detail, bisa dilihat di lampiran gitu.
Impress them! - Tawarkan timbal balik yang sepadan. Kasih insight, bahwa kalau brand mau bekerja sama, mereka akan mendapatkan apa saja in return. Pastikan sepadan ya! Kalau Emak minta nginep gratis di hotel selama 5 hari, dengan imbalan 1 blogpost saja, padahal pageview per hari blog hanya 20 visitor saja ya … kayaknya nggak sepadan ya, Mak. Emak mesti melakukan research dulu juga sebelumnya. Supaya tahu value produk mereka, sehingga Emaks bisa memperkirakan, bisa menawarkan apa nih in return?
Ini memang soal kepekaan kita mengira-ira sih, Mak. Kalau Emak belum tahu “pasaran”-nya, lebih baik Emak melakukan research lagi.
Nah, itu dia tips untuk mengajak kerja sama dengan brand, Mak.
Sebagai penutup nih, saya mau menegaskan sekali lagi.
Ini adalah penawaran kerja sama ya, Mak. Pilihannya ada 2: diterima atau ditolak. Kalau diterima, means ya berarti sudah rezeki Emak. Sedangkan kalau ditolak, yah, nggak perlu marah-marah sampai baper. Tanggapi email penolakannya dengan elegan, bagaimanapun bunyi email penolakannya. Keep all in private place.
Kalau sedari awal, Emak sudah melakukan penawaran secara private, ya selanjutnya keep it that way.
Nggak perlu di-blow up ke ranah publik.
Semoga bermanfaat ya, Mak!
Terima kasih informasinya, sangat membantu 🙂