Salah satu masa yang cukup menantang dalam pengasuhan anak adalah ketika mereka sudah masuk usia praremaja, yaitu yang berkisar 9 – 12 tahun. Kenapa? Anak praremaja cenderung sudah merasa cukup besar untuk mengurus urusannya sendiri (padahal mah …)
Lalu, sebagai orang tua, gimana ya caranya agar bisa menjalin komunikasi yang efektif dengan mereka?
Ya, pada usia ini, anak mulai menganggap penting teman-teman sebayanya, sekaligus mengalami tekanan dari teman sebaya mereka ini. Atau yang sering disebut dengan peer pressure. Media massa, internet, video games, acara televisi, musik, dan film-film mulai memengaruhi mereka.
Selain itu, hormon mereka pun mulai aktif. Hal ini tak jarang membuat hubungan anak praremaja dengan orang tua mulai renggang.
Seenggaknya, ada 5 perilaku kurang menyenangkan yang biasa dilakukan oleh anak praremaja:
- Nggak mau dengar nasihat orang tua
- Membantah dan berkata kasar saat menjawab perkataan orang tua
- Nggak mau melakukan ketika diminta melakukan sesuatu
- Mengumpat
- Mulai menyimpan rahasia dan berbohong
Salah satu kunci agar kita tetap bisa menangani mereka dengan baik adalah menjalin komunikasi yang kuat. Gimana caranya ya? Coba lakukan beberapa hal berikut ini yuk, Mak.
Cara Menjalin Komunikasi dengan Anak Praremaja
1. Pintar-pintarlah mengajak anak praremaja ini bicara
Ketika si kecil berusia 7 tahun dan sudah sekolah, maka biasanya dengan mudah mereka akan menceritakan apa saja yang mereka alami di sekolah bersama teman dan guru. Namun, ketika anak praremaja, cerita semacam itu mulai berkurang.
Kadang ketika pulang sekolah, mereka sekarang tampak murung. Sebagai orang tua, kita mestinya bisa membaca bahwa ada yang enggak beres. Namun, jika kita bertanya, “Ada masalah apa?”, pasti mereka juga bilang kalau enggak ada apa-apa.
Rasanya gemes banget enggak sih, Mak, kalau begini? Yes, tapi bukan berarti Emak mesti ngegas nanyanya, meski gemas setengah mati. Di sinilah kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan mereka diuji.
Ketika mereka menjawab, “Enggak ada apa-apa.” tetaplah ajak mereka mengobrol, tetapi hal lain. Temukan bahan obrolan yang menyenangkan. Ajukan pertanyaan biasa saja, yang enggak menjurus mengenai permasalahan yang mungkin dihadapinya sewaktu di sekolah.
Ketika suasana hatinya sudah mulai cair, biasanya mereka akan lebih terbuka dan mau membicarakan masalah yang mereka hadapi dengan sendirinya. Ketika mereka sudah mau bicara, berilah pujian karena mereka telah terbuka.
2. Ajari bagaimana caranya mengungkapkan emosi dengan baik
Yang harus selalu diingat, bahwa anak praremaja masih harus dibimbing dalam mengungkapkan emosi dengan baik. Mereka belum punya keterampilan untuk mengomunikasikan perasaan mereka. Mereka belum menyadari, bahwa ketika dalam keadaan emosi, nada bicara mereka meninggi dan mulai mengeluarkan kata-kata buruk yang bisa menyakiti orang-orang di sekitarnya.
Ajaklah mereka menyadari hal ini. Tempatkan mereka di sepatu orang yang bisa saja tersakiti hatinya itu. Biarkan mereka merasakan perasaan yang tidak enak itu.
Jadi, dorong mereka untuk menyatakan amarah atau kekecewaan secara tepat. Dan, sekali lagi, hargai dan beri pujian ketika mereka jujur dan mampu mengelola emosi dengan baik, akhirnya.
3. Bangun relasi yang kuat
Ada syarat khusus yang mau nggak mau harus dipenuhi agar anak praremaja mau berkomunikasi secara terbuka, yaitu adanya relasi yang kuat.
Nah, masalahnya relasi yang kuat ini enggak bisa dibangun dalam sekejap. Bener kan, Mak? Butuh waktu bertahun-tahun sejak si anak dilahirkan untuk bisa mendapatkan relasi yang kuat.
Well, jika sekarang baru mulai merasakan bahwa relasi kita dengan si anak kurang kuat, juga enggak terlambat kok untuk mulai membangunnya, Mak. Coba cari tahu apa yang mereka inginkan, apa yang mereka cita-citakan, siapa idolanya, apa minatnya, dan ikutlah bersenang-senang dengan mereka. Kita bisa main video games bersama mereka, belanja bersama, melakukan hobi bareng, … apa pun deh, asal yang menyenangkan.
Tak perlulah memberi nasihat berlebihan selama menghabiskan quality time dengan mereka. Nggak usah bahas PR dan kewajiban-kewajiban lain. Lupakan, Mak! Dan fokuslah dengan hal menyenangkan yang sedang Emak lakukan bersama mereka.
Lakukan ini sesering mungkin. Akan lebih baik, jika orang tua punya jadwal hangout yang tetap dengan mereka.
4. Bicara tegas, tapi tetap tenang
Ketika mereka melakukan kesalahan, ajak bicara baik-baik. Tetap tenang, tetapi tegas. Lakukan kontak mata, tunjukkan bahasa tubuh bahwa Emak sedang serius.
Ingatlah, bahwa mereka melakukan sesuatu pasti karena alasan tertentu pula–yang menurut mereka, benar.
Karena itu, penting untuk memberikan penjelasan jika memang yang mereka lakukan adalah salah. Jelaskan secara logis, yang mudah mereka cerna.
5. Jadilah pendengar yang aktif
Yes, ajdilah pendengar yang baik bagi si anak praremaja. Jangan terburu-buru menyela, apalagi bernada menghakimi, ketika mereka bicara. Diam, dan coba pahami apa yang ingin mereka sampaikan.
Mendengarkan, enggak berarti selalu menyetujui kok. Kita bisa menjelaskan ini nanti, setelah mereka selesai bercerita. Kita tetap boleh kok enggak setuju, tapi prinsipnya, mereka pengin didengarkan terlebih dahulu.
Yap, dengan bertambahnya usia anak, maka kita memang dituntut untuk bisa menjadi sahabat bagi mereka. Yuk, jadi orang tua yang bisa mereka andalkan, Mak.