Pekerjaan bagus, keluarga terurus, suami dan anak bahagia terus. Pagi-pagi semangat dan senyuman tersungging. Dandan ala kantoran sudah siap, rumah sudah bersih, masakan sudah siap di meja. Anak dan suami sudah mantap duduk di ruang makan, menikmati sarapan dengan penuh antusias. Yuk cuslah, berangkat ke kantor. Tas disandang, buka pintu siap keluar rumah. Mama…dedek pipis nih! Teriakan yang menghentikan kaki kanan yang sudah di luar pintu. Bimbang. Meneruskan langkah, dan menyerahkan keadaan kepada suami. Putar balik, membereskan keadaan, terlambat berangkat kerja, bakal uring-uringan nantinya. Kenapa harus pipis sih, Nak! Seperti begini setiap hari, cerita ibu bekerja yang tiada akhirnya, dari zaman kuda makan rumput sampai sekarang makan keju.
Cerita Ibu Bekerja, Drama Rutinitas Tiada Akhir
Saya seorang ibu pekerja yang menjalani Long Distance Marriage (LDM) dengan suami sejak awal 2018 silam. Dulu, saya tipe perfeksionis. Semua pekerjaan itu (baik pekerjaan kantor atau pun pekerjaan rumah tangga) harus all out, tidak ada salah atau komplain negatif apa yang telah saya lakukan, baik dari keluarga atau kantor.
Tapi, saya merasa lelah menjadi perfeksionis. Sekarang, belajar terus dan berdamai dengan kondisi yang ada, melakukan semuanya semaksimal mungkin, tetapi tidak memaksakan diri. Kalau lelah, istirahat. Penat, ya rehat.
Setiap pagi, banyak rutinitas yang harus saya lakukan, sebelum mempersiapkan diri berangkat bekerja. Dalam diam, berusaha tidak menimbulkan suara agar Si Kecil tidak terbangun, karena bisa berakibat fatal. Merengek dan mengajak mamanya bermain. Bayangan datang terlambat ke kantor, selalu berkeliaran di otak.
Drama pertama dalam rutinitas cerita ibu bekerja versi saya adalah di pagi hari saat mempersiapkan segalanya sebelum berangkat bekerja. Saya selalu bangun sebelum subuh menjelang. Mulai mempersiapkan segala bahan untuk bekal makan anak selama bekerja di kantor.
Punya waktu 30 menit, sebelum menyiapkan anak untuk berangkat ke Daycare. Ya, sebagai ibu bekerja dan tidak punya ART yang menetap, mau tidak mau saya harus menitipkan anak di daycare. Itu solusi terbaik versi saya, dan rasanya sebagian besar ibu bekerja di kantor.
Kalau anak tidak terbangun di sela-sela persiapan, berarti aman, tidak akan terlambat. Tapi, keadaan itu dari 5 hari bekerja, hanya 2 hari yang aman. Selebihnya, drama tiada akhir. Si Kecil terbangun, minta ditemani bermain, di sela-sela itu menyiapkan makanan, pakaian anak selama di daycare dan kebutuhannya. Berpacu dengan waktu, agar tepat tidak terlambat semenit pun.
Dalam perjalanan menuju daycare, saya sempatkan untuk mengecek smartphone melihat pesan-pesan yang belum terbaca. Sepertinya, segala hal selalu datang bersamaan kan. Pesan dari kantor untuk datang lebih cepat agar bisa mempersiapkan materi presentasi, membuat waktu semakin sempit untuk bersantai-santai.
Seperti itulah setiap hari. Belum ditambah kalau anak sakit. Saya merasa menjadi ibu yang tidak becus mengurus anak. Ibu yang tidak berguna. Pekerjaan kantor pun terbengkalai. Nyaris putus asa. Untunglah, ada support system yang tahu bagaimana sesungguhnya usaha saya menyeimbangkan keduanya. Beruntung punya suami yang selalu menjadi tempat curhat di kalau down dan putus asa. Beruntung punya teman kerja yang pengertian dan selalu membantu, karena saya pun akan seperti mereka jika ada yang mengalami hal yang sama.
Saya tidak ingin menyalahkan keadaan dan diri. Seperti yang sudah diutarakan di atas, menerima kondisi adalah jalan terbaik. Nah, untuk itu boleh ya berbagi tip cerita ibu bekerja untuk saling menguatkan.
Tip Menjalani Cerita Ibu Bekerja
- Support System
Sebagai working mom, kita tidak bisa survive sendirian. Butuh support system yang bisa menguatkan dan tempat berbagi keluh kesah. Kalau saya, support system terbaik adalah suami dan orang tua. Walau hanya bertemu dengan suami 2 minggu sekali, tapi komunikasi kami sangat intens, sehingga tak ada satu pun yang tak kami ceritakan kepada satu sama lain.
2. Jalin Komunikasi yang Baik dengan Kantor
Sejak awal bekerja, saya sudah mengkomunikan kondisi saya, kalau sulit jika harus pulang malam karena harus menjemput anak yang dititipkan di daycare. Komunikasi ini bukan untuk mengatur perusahaan agar mengikuti kita, tetapi terbuka kepada atasan dan rekan-rekan kerja. Dan, selama jam kerja, saya akan fokus dengan pekerjaan. Tidak berleha-leha.
3. Time Management yang Baik
Jujur, walau kadang time management sering meleset, terutama di jadwal pulang kerja yang lebih dari pukul 5 sore, karena harus membereskan pekerjaan kantor agar beres semua, jadi tidak ada beban pikiran di rumah.
4. Siapkan Kebutuhan untuk Bekerja di Akhir Pekan
Weekend atau akhir pekan, memang waktunya untuk beristirahat. Tetapi buat saya, weekend adalah saat yang tepat untuk mempersiapkan segala amunisi satu minggu ke depan. Siapkan segala keperluan bekerja untuk satu minggu, bahan makanan untuk weekday selama satu minggu, agar tidak terjadi drama di pagi hari.
5. Me Time
Tidak harus ke salon, jalan-jalan ke mall untuk belanja, tidak harus bepergian ke luar kota atau luar negeri. Di rumah saja pun bisa melakukan Me Time. Buat saya, me time yang paling asyik adalah tidur dan menulis. Luangkan waktu untuk diri sendiri dengan bantuan support system yang menjaga anak.
6. Jangan Memaksakan Diri dan Sanggup Melakukan Sendirian
Sekuat-kuatnya seorang perempun, pasti ada sisi lemah dalam dirinya. Tidak perlu sungkan atau merasa bersalah ketika merasa lelah, penat atau pun sedih. Itu hal yang wajar. Dan saatnya, kita berhenti sejenak untuk refresh dan boost up our mood.
Begitulah cerita ibu bekerja tentang saya. Dari pengalaman yang saya ceritakan di atas, saya makin banyak bersyukur dan berhenti mengeluh tentang kondisi yang saya pilih untuk menjalaninya.
Semua pasti ada tantangannya. Sebagai working mom atau pun full time mom at home. Masing-masing memiliki seni tersendiri dalam menjalaninya. Yang paling penting itu, bagaimana kita menjaga ekspektasi diri sendiri, keluarga mau pun pekerjaan. Untuk semua ibu di mana pun berada, You’re The Best!
***
Blogpost dari Annisa Ayu Permata, member Kumpulan Emak Blogger (KEB), peserta #KelasBloggingÂ
Instagram: @pannisaayu
Twitter: @annisaayuperma3
FB: Annisa Ayu Nisa
Blog: https://hagyanandaaleeshaa.blogspot.com/