ditulis oleh Nurul Rahmawati – bukanbocahbiasa.com
Pernahkah Emak berada dalam kondisi hopeless? Luar biasa apatis, merasa kalah sebelum berperang? Pernahkah Emak terjebak dalam satu momen super-penting, tapi justru rasa negatif yang menyeruak? Dan sederetan kalimat “I can not do this! It’s impossible for me!” menjadi batu sandungan yang sulit dienyahkan?
Saya pernah.
Bahkan…sering.
Let me tell you the truth, di masa silam, saya sempat menjadi manusia dengan karakter super percaya diri dan (a little bit) ambisius. Beragam impian duniawi bisa saya gapai dengan cara apapun. Selang beberapa tahun kemudian, ada satu momen dalam perjalanan kehidupan, yang membuat personality saya berubah 180 derajat.
Entah bagaimana awal mulanya, yang jelas, pribadi @nurulrahma menjadi lebih ‘nrimo’. Tak lagi punya cita-cita yang setinggi angkasa. Saya pun berubah menjadi orang yang gampang banget menyangsikan kemampuan diri sendiri.
Tiba-tiba ada letupan rasa, bahwa saya jadi jauuuuh lebih kerdil, tak lagi mampu menggapai impian/obsesi/target/cita-cita yang sempat tercanangkan sejak awal. Mendadak, segala hal tampak demikian mustahil.
***
Apalagi, belakangan saya begitu kerap bersahabat dengan pil pahit kehidupan. Sekuat apapun berupaya, takdir baik jarang berpihak pada diri. Apa boleh buat. Afirmasi negatif pun terus-menerus merongrong kalbu.
“Sudah kubilang kan… kamu tidak mungkin bisa melakukan ini….”
“Kamu kadang-kadang ndableg sih…. Sulit dibilangi, makanya justru rugi banyak kan udah ikut ini itu, tapi mana hasilnya?”
Suara-suara itu tak kunjung hengkang. Semacam ada dialog dalam hati, inner voice yang menyalahkan langkah progresif (alias nekad) yang sempat saya lakoni. Lagi-lagi, saya jerat diri dengan judgement bahwa “Udahlaaah, nyerah aja! Kamu nggak mungkin bisa!”
Belum lagi, terkadang orang-orang di sekitar, kerap melayangkan kalimat yang menjerat. ”Kamu ini sudah ibu-ibu. Ngapain sih ikut acara gituan?”
Yeah. Berhati-hatilah. Terkadang, kita memang tidak bisa memilih siapa saja yang menjadi inner circle (plus tidak bisa mengontrol apapun yang mereka ucapkan). Tapi, kita sangat bisa untuk menyaring mana yang ingin kita dengar, mana yang bakal kita amin-kan, dan mana yang harus kita buang jauh-jauh ke recycle bin.
***
Hingga tibalah hari itu. Ada email dari Google, yang mengabarkan bahwa tahun ini bakal dihelat Local Guides Summit di kantor pusat Google, di Mountain View, California, Amerika Serikat.
Tentang apa itu Local Guides, bisa Anda baca di: https://www.quora.com/What-is-all-about-Google-Local-Guide-What-are-its-advantages-1
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti summit ini. Yaitu: local guides (LG) minimum level 5, posting thread di forum Google Local Guides, menjelaskan tentang mengapa Google harus memilih LG tersebut untuk berangkat ke summit, plus video berdurasi 1 menit, yang semuanya harus dikreasikan dalam Bahasa Inggris.
Saya terpekur. American Dream. Sejak dulu, saya selalu menyimpan asa untuk bertandang ke Amerika Serikat. Tapi saya cukup tahu diri, bahwa Amerika itu benua yang amat jauh, dengan beda waktu 12 jam dari Indonesia. Ongkos buat beli tiket pesawat plus akomodasi yang super-irit saja, barangkali setara dengan honor buzzer yang saya kumpulkan selama setahun!
American Dream.
Mimpi untuk berkunjung ke negeri Paman Sam ini belum pernah surut. Hanya saja, sebagai emak-emak mediokre, saya tak kunjung dapat hidayah, dengan cara apa saya bisa ke sana?
Tiba-tiba, secercah harapan itu muncul. “Mungkin, saya bisa coba. Apa salahnya, saya bikin selfie video, semacam monolog yang menceritakan bahwa saya blogger, saya suka traveling dan saya siap berkisah seputar destinasi wisata menarik di negara saya?”
You’ll never know until you try!
***
Dengan semangat nothing to lose, saya submit video dan essay ke panitia Local Guides Summit Google. Lagi-lagi, saya disengat rasa tak percaya diri yang sungguh mengintimidasi.
Satu, saya bukan travel blogger. “Hanya” mom and lifestyle blogger. Saya suka traveling, tapi saya bukan heavy traveler, yang sudah melanglang buana ke ratusan destinasi di dalam maupun luar negeri. Ha wong bisa piknik setahun sekali aja udah Alhamdulillah banget. Apa iya, saya cocok mewakili Indonesia di forum ini?
Dua, Jumlah local guides itu banyaaaak. Banyak banget. Hanya 150 orang top local guides dari SELURUH DUNIA yang bakal terpilih untuk gabung di acara ini. Kok, sepertinya agak mustahil ya, mengharapkan nama saya muncul di daftar 150 orang itu?
Tiga, saya berjilbab lumayan lebar (selebar bodi saya, okeh ini jokes garing. Krik) Belakangan ini banyak isu soal Amerika dan anti-Islam. Apa iya, dengan foto dan video yang menampakkan jilbab saya, bisa memuluskan jalan untuk lolos ke Google Local Guides Summit?
Aduhaaaaiiii…! Betapa DIRI SENDIRI justru kerap menjadi sumber penghalang untuk maju. Musuh saya bukan siapa-siapa. Musuh saya adalah DIRI SAYA SENDIRI. Yang senantiasa menjejalkan frasa “Nggak mungkin banget deh!” dalam segala situasi dan kondisi.
Usai tersimpuh dalam sebuah sujud yang panjang, saya lakukan kontemplasi “What’s wrong with me?” Saya ini manusia normal. Punya organ tubuh, otak, kemampuan yang wajar sebagaimana orang pada umumnya. Kenapa justru pikiran ini yang “membunuh” impian-impian yang sempat saya goreskan? Kenapa saya justru mengebiri impian saya sendiri?
Tiap orang berhak untuk melahirkan “bayi” impiannya, merawat, membesarkan, hingga kemudian tumbuh bersama-sama dengan impian itu. Bukankah hidup adalah sekumpulan impian dan semangat yang harus kita jaga dan kobarkan? Apa artinya hidup, apabila kita tak boleh bermimpi? Siapa yang berhak menjegal impian yang kita punya? Siapa?
Tidak ada. Sama sekali tidak ada.
***
Hingga kemudian, di tanggal 19 Mei 2017, sebuah email masuk ke inbox saya
You’re in! Join Local Guides Summit 2017
You’re Invited to Local Guides Summit 2017
Congrats! Your application showed incredible dedication to the community and stood out among hundreds of submissions. Here’s what comes next:
- Confirm you can attend October 10-13, 2017 below
- Stay tuned for emails about travel to San Francisco
- Share the news using #LGSummit17 and #LocalGuides
Membaca email ini serasa membuat saya jadi bego sebego-begonya. INI FAKTA? ATAU SAYA SEDANG HALU? Dari sekian ratusan aplikasi yang masuk, SAYA terpilih sebagai peserta summit? Dari sekian profil local guides yang super cethar membahana, SAYA yang ibu rumah tangga biasa-biasa aja, SAYA yang frekuensi travelingnya bisa dihitung pakai jari, SAYA yang kerap terjerat minder tak berujung ini, justru terpilih sebagai peserta?
ALLAHU AKBAR….!!
Allah benar-benar membukakan mata dan hati saya. Manakala kau menyangsikan sebuah mimpi, coba pikirkan kembali… bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah menghendaki. Tiap manusia lahir dengan membawa jatah rezeki masing-masing, lantas apa yang mesti kau risaukan? Dunia ini ada untuk jadi ladang pencapaian dan sumber rezeki kita, lalu… kenapa harus terseret dalam rasa galau, tidak berdaya dan merasa bahwa “Ini hil yang mustahal buat saya?”
Dobrak kemustahilan itu, sodara! Dobraklah stigma negatif dan gempuran rasa “I can’t do this!” yang mungkin sempat bersemayam dalam dada.
“Nothing is impossible, the word itself says ‘I’m possible’!” – Audrey Hepburn
***
Mendobrak Kemustahilan ditulis oleh Nurul Rahmawati sebagai blogpost trigger pertama #KEBloggingCollab kelompok Rini Soemarno.
Nurul Rahma, ibu seorang anak, mantan jurnalis dan public relations multinasional yang berdomisili di Surabaya.
Really Inspiring Mba Nurul, saya yakin banyak diantara kita yang terjebak pemikiran kemustahilan yang akhirnya justeru menghambat mimpi-mimpinya. Congratulation!! makan-makan doong buat selametan hihihi