Selama ini, sering kita mendengar ungkapan “Di balik pria yang hebat ada wanita yang hebat”. Sosok wanita di sini bisa berupa seorang ibu bertanggung jawab atas pendidikan anaknya atau juga seorang istri dengan dukungannya pada suami. Terkait dengan sosok wanita di balik kesuksesan pria ini, saya jadi teringat buku karya Alberthiene Endah berjudul Athirah. Bagi yang sudah membaca, tentu tahu kalau buku ini merupakan kisah tentang ibunda Bapak Jusuf Kalla, wakil presiden kita. Bagi yang suka membaca buku, ulasan saya singkat saya tentang novel Athirah ini, semoga membuat tertarik membacanya.
Belajar dari Sosok Athirah
Athirah terlahir dari seorang ibu yang merupakan istri kesekian dari seorang kepala kampung di Bone. Dengan status sebagai madu, ibu dari Athirah sangat berharap anaknya tak bernasib sama sepertinya yang harus berbagi suami dengan wanita lain. Di usianya yang ketiga belas, Athirah menikah dengan Haji Kalla, seorang pemuda Bone yang sukses menjadi pedagang di Bone. Beberapa tahun setelah pernikahannya, Haji Kalla mengajak keluarganya ke Makassar dan memulai bisnis mereka di sana.
Kepindahan keluarga Kalla ke Makassar rupanya membawa cerita baru bagi kehidupan rumah tangga Haji Kalla dan Athirah. Cerita ini dimulai dari kecurigaan Athirah atas tingkah laku Haji Kalla yang lebih sering berdandan. Tak lama, akhirnya, kecurigaan Athirah terbukti. Secara diam-diam Haji Kalla menikah lagi di Jakarta dengan seorang wanita yang tak pernah disebutkan namanya.
Sebagai wanita, tentu saja hati Athirah hancur mengetahui sang suami menikah lagi. Untuk mengobati luka akibat dimadu, Emma (sebutan Jusuf untuk Athirah) menyibukkan diri dengan mengurus salah satu bisnis milik suaminya. Tak hanya itu, Emma juga mulai membangun bisnisnya sendiri. Kemampuannya mengenali kain tradisional membawa Emma pada usaha jual beli kain khas Bugis.
Tak hanya itu, Emma juga memperluas bisnisnya dengan jual beli berlian. Hasil dari usahanya ini diinvestasikan Emma dalam bentuk emas yang kemudian ternyata bisa membantu perekonomian keluarga saat bisnis Haji Kalla terpuruk dan menjadi modal awal bapak Jusuf Kalla dalam memulai bisnisnya.
Tak hanya Emma, pernikahan kedua dari Haji Kalla juga berpengaruh pada Jusuf, anak laki-laki tertua di keluarga Kalla. Sebagai remaja, Jusuf harus menyaksikan bagaimana ibunya sempat mengalami fase terpuruk setelah sang ayah menikah lagi. Jusuf juga secara tidak langsung mengambil alih peran ayah di keluarga karena waktu sang ayah telah terbagi untuk 2 keluarga.
Dalam hal pergaulan sendiri, status sang ayah yang berpoligami juga sempat membuat Jusuf Kalla muda nyaris tak bisa mendapatkan gadis yang dicintainya, yakni ibu Mufidah. Ayah Mufidah takut kalau nanti putrinya akan bernasib sama seperti ibu Jusuf Kalla. Dengan perjuangan yang cukup keras, akhirnya Jusuf Kalla muda berhasil mempersunting Mufidah. Sisi positifnya, poligami yang dilakukan ayahnya membuat Jusuf berjanji untuk tidak akan menduakan sang istri. So sweet ya.
Pelajaran yang bisa diambil dari novel Athirah
Menyelesaikan membaca novel Athirah setebal 400 halaman ini tentunya memberikan pelajaran tersendiri untuk saya. Sebagai seorang istri dan ibu, sosok Athirah jelas membuat saya iri. Bagaimana tidak? Beliau ini digambarkan cantik, pintar masak, pandai berbisnis pula. Luar biasa banget kan ya? Bagi saya sendiri, beberapa pelajaran yang bisa diambil dari sosok Athirah dalam novel ini antara lain:
Baca Juga Yuk: Menulis Resensi Buku
Manajemen diri yang baik
Sebagai seorang ibu dengan belasan anak, juga istri dari seorang pebisnis, Athirah dituntut untuk bisa memiliki manajemen diri yang baik. Dalam novel ini meski digambarkan selalu memasak dan menyiapkan sendiri makanan untuk keluarga, Athirah juga dibantu oleh beberapa anggota keluarga lain dalam mengurus rumah. Di sini saya menangkap kalau Athirah cukup pintar membagi mana pekerjaan yang harus ditanganinya sendiri dan mana yang bisa didelegasikan pada orang lain.
Belajar dari pasangan
Dalam kehidupan rumah tangga, kadang kita dituntut untuk bisa belajar dari pasangan. Entah itu dalam hal teknis atau hal lain yang bisa jadi memberi keuntungan bagi kita di masa mendatang. Dalam kasus Athirah sendiri, menjadi istri seorang pebisnis mau tak mau membuatnya turut belajar berbisnis. Selain mengurus anak-anak, Athirah juga membantu Haji Kalla dalam urusan pembukuan keuangan bisnis. Ini tentunya menjadi bekal yang cukup bagi Athirah hingga bisa membantu menjalankan bisnis Haji Kalla dan memulai bisnisnya sendiri di kemudian hari.
Investasi itu penting
Sebagai seorang istri ibu Athirah jelas tahu pasti pentingnya investasi dalam sebuah keluarga. Setiap beberapa bulan sekali, Athirah akan pergi membeli emas batangan dari hasil penjualan kain dan berlian yang dijalankannya. Ini mungkin ini juga dipengaruhi kebiasaan orang Bugis yang rajin membeli emas. Satu hal yang pasti, berkat investasi emas yang dilakukan Athirah, bisnis Haji Kalla bisa terselamatkan.
Engkau Mengalah, Bukan Kalah
Pelajaran terakhir ini saya ambil dari salah satu bab dari novel Athirah. Bab ini sendiri bercerita bagaimana Athirah yang sempat terpuruk setelah Haji Kalla menikah lagi berusaha bangkit kembali. Dalam usaha bangkit dari keterpurukan ini, Athirah memulai kembali kehidupannya seperti biasa layaknya sebelum dipoligami.
Beliau juga mulai melakukan berbagai kegiatan untuk mengalihkan kesedihan yang dirasakannya. Athirah juga tidak memperlihatkan emosi berlebihan terkait pernikahan kedua suaminya. Tidak ada adegan mengamuk atau bersedih berkepanjangan. Yang ada beliau menunjukkan kekuatannya sebagai wanita dengan melakukan kegiatan positif dan menghasilkan. Dan pada tahap ini, Athirah berhasil membuktikan kalau dia tidak kalah bahkan menjadi pemenang pada akhirnya.
***
Review Novel Belajar dari Sosok Athirah, merupakan post trigger #KEBloggingCollab yang ditulis oleh Antung Apriana, emak blogger yang tinggal di Banjarmasin.
Antung Apriana, ibu dari seorang putri, bisa cerita-ceritanya di www.ayanapunya.com
“Dengan status sebagai madu, ibu dari Athirah sangat berharap anaknya tak bernasib sama sepertinya yang harus berbagi suami dengan wanita lain.” Bukankah madu adalah sunnah, kenapa banyak wanita belum siap atau tidak kuat?