Sayang dan punya piaraan anabul alias kucing sih banyak ya enggak Mak. Saya sendiri di rumah memelihara dan merawat lima ekor anak kucing kampung. Pelihara kucing sih enggak heran ya, gimana kalau yang dipelihara itu kucing besar alias singa? Serem enggak sih? Kalau Emak pengen tahu, coba deh tonton film tahun 2019 tentang persahabatan seorang remaja putri dengan seekor singa yaitu Film Mia and The White Lion, Friendship is The Wildest Adventure of All, karya sutradara Gilles de Maistre.
Film Mia and The White Lion: Persahabatan Indah Manusia dan Singa
Film Mia and the white Lion ini tergolong film yang enggak lama-lama amat. Resminya tayang sekitar tahun 2019 di bulan Februari. Saya kelewat buat nonton di bioskop dan pas nguplekin aplikasi Catch Play menemukan film ini. Rasanya, sudah lama enggak nonton film yang temanya persahabatan manusia dengan hewan – apalagi hewan buas. Makanya saya penasaran buat klik tombol playnya dan suka sama filmnya.
Film ini mengambil setting tempat di salah satu peternakan hewan di Afrika Selatan dan waktu syuting untuk film ini lumayan lama, sekitar 3 tahun. Tema cerita film ini adalah persahabatan seorang anak remaja putri berusia 11 tahun, Mia Owen dengan Charlie, hewan yang sejak kecil dipelihara oleh keluarga Mia.
Cerita film dibuka ketika Mia bareng adik dan orang tuanya hijrah ke Afrika Selatan setelah sebelumnya tinggal di London. Awalnya Mia bete banget dengan kehidupan barunya. Mia enggak bisa lagi nonton pertandingan liga Linggris dan kesel diledekin temen sekolahnya yang suka video call-an.
Sumpah ini temennya timpuk-able. Manas-manasin Mia yang enggak bisa lagi menikmati burger atau mencandainya mengajak nonton pertandingan Chelsea (padahal di kamarnya jelas-jelas terpampang poster Robbie Van persie yang main buat Manchester United, klub rival beratnya Chelsea).
Saat itu peternakan milik John Owen (Langley Kirkwood), ayahnya Mia baru saja punya penghuni baru, Charlie si kucing besar alias singa. Bulunya putih mulus, seperti kucing tapi posturnya lebih tegap dan moncongnya lebih gagah. Lebih sangar. Charlie yang menurut Mia bau, suka mengganggu Mia yang suka uplekin laptopnya dan ngajak main bareng.
Mick (Ryan Mac Lennan), saudara laki-lakinya Mia sempat dibuat iri karena Charlie segitu mudahnya jatuh cinta sama Mia. Tapi Mianya enggak. Enggak pakai lama, Mia yang sebel jadi jatuh cinta sama Charlie dan betah berlama-lama main sama kucing besar ini. Bahkan tidur pun selalu bareng.
Kalau Micky sempat heran, Alice (Melanie Laurent), mamanya Mia dan John bapaknya itu malah senang Mia bisa akrab dan sayang sama Charlie. Pepatah jawa yang bilang witing tresno jaraning soko kulino beneran terbukti di sini.
Tapi selucu dan segemesinnya Charlie, kedekatan Mia sama Charlie membuat John khawatir. John pernah mengingatkan Mia buat berhati-hati dan mulai menjaga jarak. Charlie bisa saja lupa pernah ada rasa sayang sama Mia dan menerkam gadis cantik itu.
Belum setahun, perawakan Charlie udah besar layaknya singa dewasa. Niat John untuk melepaskan Charlie selalu tertunda karena keras kepalanya Mia.
“Memang dia mau di kemanain sih?” Tanya Mia satu hari waktu pergi sekolah.
“Ya kalau tidak ke kebun binatang, ke taman atau pembiak,” kata Owen.
Mia tidak langsung setuju atau manut. Buat Mia, Charlie tidak boleh ke mana-mana. Pokoknya di peternakan bersama Mia.
Satu hari, Dirk (Brandon Auret) rekanannya John datang membawa salah satu hewan liar yang ada di peternakan milik John. Dirk yang tingkahnya kurang etika plus tampangnya sudah cocok sebagai karakter antagonis nan culas bikin Mia curiga. Apalagi Charlie yang saat itu usianya udah 3 tahun jadi target selanjutnya untuk dibawa Dirk.
Mia menemukan fakta John ternyata berbohong soal nasib-nasib hewan buas di pternakannya. Dengan segala cara Mia berusaha lari dari rumah menyelamatkan nasib Charlie. Di sini saya ikut deg-degan merasakan kecemasan Mick yang sayang sama Mia dan Charlie tapi enggak berani ngomong sama ortunya.
Sebagai informasi, populasi singa terus mengalami pengurangan dan terancam musnah dalam 20 tahun mendatang. Padahal 100 tahun ke belakangn, ada 250 ribu singa liar di Afrika dan sekarang hanya tersisa 10%nya saja.
Ngeri ya, kalau keseimbangan eksosistem jadi terganggu? Keberadaan singa jadi musnah. Ya walaupun rada ngeri waktu liat Charlie menerkam burung unta yang jadi mangsanya.
Tapi nih Mak, angle kamera begitu indahnya mengambil gambar jadi sesuatu yang mengharukan. Charlie menemukan alamnya yang sesungguhnya. Kalau di mall orang-orang pada panik liat Charlie yang jalan-jalan sama Mia, saat di suaka alam Timbavati, seorang lelaki tua berpakaian putih (entah pendeta atau siapa) malah seperti melihat dewa saking takjubnya.
Di padang rumput Afrika yang lagi-lagi karena kelihaian kamera jadi nampak eksotik dan memesona, hamparan padang rumput yang latarnya dibuat bokeh dan langit biru di atasnya membuat suasana terik jadi menawan. Hilang deh imej saya sama gambaran Afrika yang selalu tergambarkan tandus dan kering. Yang punya jiwa petualang saya jamin bakal jadi pengen maen ke sana.
Sebenarnya pemerintah Afrika Selata punya fasilitas konservasi singa ini yang ada di Suaka Shangaan untuk memfasilitasi eksistensi singa-singa liar yang sudah langka itu.
Sayangnya otoritas yang berlaku enggak sepenuhnya berjalan. Di tempat yang sama, singa-singa ini diburu yang suplainya berasal dari peternakan di sini. Udah gede bukannya dikembalikan ke alam sebagai habitat aslinya tapi jadi target buruan.
Film Mia and The White Lion yang durasinya 98 menit ini asyik banget buat ditonton bareng keluarga. Ada banyak edukasi yang bisa kita dapatkan di sini. Walau tanpa aktor stunt man buat menggantikan peran Mia dan lainnya, jangan pernah coba-coba buat sok akrab dengan singa dan sejenisnya lho, Mak. Para aktor menghabiskan waktu 3 tahun buat menyelesaikan syuting film ini agar chemistry dengan Thor nama aslinya Charlie beneran terbangun.
Selain Ryan Mac Lennan yang aslinya adalah seorang pawang singa, selama syuting film Mia and The White Lion juga didampingi oleh seorang ahli zoology, Kevin Raichardson. Dia ini yang punya banyak andil mengabadikan gambar dengan syut-syut indahnya. Beberapa kali scene, memunculkan ekspresi Charlie secara detil sehingga ekspresinya yang tampak gagah, kadang lucu kadang sedih jadi dapat banget.