Saat ini sudah banyak konten yang memadati dunia internet. Setiap hari, jutaan artikel terbit dari berbagai website di seluruh dunia maya. Lalu, bagaimana kita bisa mendapatkan perhatian, kalau banyak kompetitornya seperti ini? Bagaimana caranya membuat konten yang standout?
Salah satu cara yang cukup efisien untuk bisa mendapatkan pembaca adalah dengan membuat konten yang memenuhi kebutuhan informasi mereka, dan kemudian pastikan pembaca mau kembali untuk berkunjung ke blog dan membaca konten kita lagi. Dengan membuat konten yang berkualitas tinggi, hal ini akan membuat kita dinilai sebagai sumber yang tepercaya, Mak.
So, dalam membuat konten, ada hal-hal yang sebaiknya kita lakukan, dan ada juga hal-hal yang tidak kita lakukan. Masalahnya, terkadang, ada hal-hal yang kita lakukan—yang seharusnya tidak kita lakukan. Nah, lo. Mbulet kan, Mak? Pusing ya? Sama, saya juga. #loh
Jadi, inilah hal-hal yang sering kita lakukan tetapi seharusnya tidak dilakukan itu when it comes to membuat konten, utamanya konten blog. Yuk, dilihat yuk, Mak, siapa tahu memang beneran masih aja kebiasaan nih, sehingga membuat konten blog kita jadi kurang berkualitas, kurang disukai, enggak dibaca oleh banyak orang. Sekalian introspeksi, terus nantinya bisa deh dievaluasi untuk diperbaiki.
Kesalahan yang Masih Jadi Kebiasaan saat Membuat Konten Blog
Tidak melakukan self editing
Mungkin ide kita menarik dan unik. Tapi semua itu percuma kalau banyak terdapat kesalahan ketik, baik ejaan maupun tata bahasa.
Misalnya nih, Emak membaca artikel dan typo bertebaran di mana-mana. Apakah nyaman, Mak, ngebacanya? Kalau saya kok terganggu ya. Bukan karena saya sok editor sih. Satu dua typo sih masih oke kok. Tapi kalau bertebaran, kok ya rasanya mau percaya kalau artikelnya ditulis dengan sepenuh hati saja kok susah ya. Hahaha. Apalagi percaya kalau informasinya valid.
Ada beberapa tip yang bisa Emak lakukan nih untuk meminimalkan kesalahan ini:
- Buat artikel dengan Google Docs, karena di Google Docs ada notifikasi yang langsung terlihat kalau kita typo. Ini yang menjadikan Google Docs lebih unggul buat saya, karena di Microsoft Word belum ada nih fitur seperti ini. Dari notifikasi itu, kita bisa cek apakah memang typo atau enggak.
- Minta orang lain untuk proof read dulu sebelum dipublish. Mata kita sebagai penulis kadang memang jenuh sehingga tak bisa menangkap salah tik seperti ini. Misalnya, suami, Mak. Karyakan suami sebagai proof reader. Meski beliau bukan editor atau tidak terlalu menguasai teknik menulis, tapi seenggaknya pasti bisa bantu kalau ada kesalahan ketik.
Artikel terlalu rumit
Simpel dan mudah dipahami adalah rahasia artikel bisa enak dibaca. Sayangnya, kadang orang terlalu “bernafsu” menjelaskan sesuatu, hingga malah artikelnya jadi begitu rumit untuk dimengerti.
Banyak orang yang mengira, bahwa konten yang baik itu—yang informatif, yang disukai—adalah artikel atau konten yang lengkap, sehingga mereka terjebak menyajikan banyak data dan informasi yang malah terlalu banyak dan malah enggak fokus.
Padahal sebenarnya, konten yang baik adalah konten yang mudah dipahami oleh pembaca, dan fokus pada satu masalah per artikelnya. Hindari konten yang kompleks karena akan membingungkan pembaca. Justru ketika kita bisa menjelaskan sesuatu yang rumit dengan bahasa yang simpel dan sederhana sehingga mudah dipahami, itulah inti dari membuat konten yang baik.
Sulit untuk Dibaca
Pembaca online kita punya satu kebiasaan “buruk” yang sangat khas: mereka suka skimming.
So, buatlah konten yang sesuai bagi mereka, Mak. Ya memang sedih sih, kebiasaan kok skimming, fast reading, membaca cepat. Tapi memang begitulah mereka. Dan, enggak apa kok. Ketika mereka skimming, dan menemukan ternyata artikel kita sesuai dengan yang mereka butuhkan informasinya, maka mereka tak segan untuk membaca ulang dengan lebih saksama.
Tapi memang kebiasaan skimming itu harus kita taklukkan dulu dengan membuat struktur artikel yang mudah dibaca. Seperti apa tuh? Misalnya:
- Pastikan kalimat-kalimatnya pendek. Kalaupun kalimat majemuk jangan sampai lebih dari 2 rangkai saja: induk kalimat dan satu anak kalimat. Sekalimat rata-rata 8 kata. Nggak perlu dihitungin juga, coba baca dengan bersuara dalam satu tarikan napas. Ngos-ngosan nggak? Kalau ngos-ngosan, ya berarti kepanjangan. Lama-lama kita akan peka sendiri.
- Pastikan paragrafnya pendek, maksimal 4 – 5 baris saja.
- Pisahkan satu bagian dengan subheading atau subjudul. Biar orang juga nggak bengek baca artikel memanjang dari atas sampai bawah.
- Beri jeda juga di beberapa tempat dengan menaruh image.
Menulis konten yang tidak populer
Sebenarnya enggak ada yang salah sih dengan hal ini. Hanya saja, ini nanti berkaitan dengan supply dan demand.
Memang, perkara konten di dunia maya itu kayak prinsip ekonomi supply vs demand. Saat demand banyak dan supply sedikit, maka supply itu pun diserbu oleh mereka yang membutuhkan.
Kadang kita pengin menulis suatu topik yang menurut kita keren, tetapi konten tersebut tidak banyak dicari—alias kurang relate untuk pembaca. Maka bisa ditebak, konten kita enggak laku.
So, memang penting untuk bisa menyelaraskan antara demand dan supply ini. Bukannya lantas kita harus menulis sesuai maunya pembaca terus sih, Mak. Tapi ada baiknya diseimbangkan. Ada artikel yang memang kita tulis untuk memuaskan ego kita, ada juga konten yang kita tujukan untuk membantu pembaca dari sudut pandang mereka.
Konten yang monoton
Buat blog, memang sih kontennya akan didominasi dengan tulisan. Namun, kita harus ingat, bahwa setiap orang punya cara yang berbeda untuk menyerap informasi.
Agar kita dapat menjangkau pembaca yang lebih luas—dari beraneka cara penyerapan informasi yang berbeda—kita perlu untuk memvariasikan konten yang kita buat. Apalagi di blog sekarang kan kita dengan mudah memasukkan berbagai konten visual juga kan, Mak? Mau disematkan podcast juga bisa lo.
Jadi, jangan hanya terpaku pada satu jenis konten berupa teks atau tulisan saja agar bisa standout di antara yang lainnya. Disesuaikan dengan tema kontennya, Emak bisa meramu berbagai jenis konten jadi satu: infografis, foto-foto, video, sampai podcast. Kabar baiknya, dari blog, Emak juga bisa memposting elemen-elemen pendukung itu di platform lain. Misalnya infografisnya bisa diposting di Pinterest dan Instagram. Videonya bisa sekaligus jadi konten di TikTok, Instagram, dan YouTube. Podcast bisa diposting di Spotify, dan sebagainya.
Sekali jalan, bisa dapat banyak jenis konten, tinggal sebarin aja kan?
Nah, gimana, Mak? Apakah sekarang ada gambaran, bagaimana membuat konten itu sebenarnya? Rumit? Enggak dong, karena seharusnya kita memang enjoy di setiap prosesnya karena saya yakin, Emak memulai blog karena memang mencintai aktivitasnya.
Selamat ngeblog dengan bahagia ya, Mak.
Di ms word sepertinya bisa diset ya agar grammar kita dicek sesuai bahasa Indonesia? Aku nih, yang sering nulis kalimat super panjang. Harus diperbaiki, deh.