Cara Membuat Outline Artikel secara Efisien

By Carra on March 23, 2024

Ada dua tipe penulis artikel—termasuk bloger—yang bisa dijumpai. Mereka yang menulis dengan membuat outline artikel terlebih dulu, dan mereka yang langsung saja menulis menumpahkan isi pikiran, tanpa perlu membuat outline.

Kira-kira, Emak termasuk yang mana nih?

Dua-duanya adalah penulis yang baik. Saya sendiri bisa termasuk yang pertama, bisa juga termasuk yang kedua. Tipe pertama saya lakukan jika saya harus menulis artikel-artikel informatif, seperti how tos, tutorial, review, dan sejenisnya, yang cukup panjang dan menuntut tulisan yang runtut. Tipe kedua saya lakukan kalau nulis curhatan 😊 Atau, kalau dipepet deadline. Hahaha.

Saya kira, Emak juga sama. Ya kan?

Tapi, di luar konteks tersebut, outline artikel ini sebenarnya sangat penting perannya.

Mengapa Penting Membuat Outline Artikel?

Membuat outline untuk artikel penting karena beberapa alasan utama, yang bersama-sama membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses penulisan serta kualitas akhir dari artikel itu sendiri.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa membuat outline artikel itu penting.

1. Menyediakan Struktur yang Jelas

Outline membantu menyediakan struktur yang jelas untuk artikel, memudahkan kita untuk mengelola pikiran dan ide-ide secara logis. Dengan adanya outline, kita dapat memastikan bahwa semua poin penting tercakup dan bisa disusun secara runtut sehingga memudahkan pembaca untuk memahami apa yang ingin kita sampaikan.

2. Memperjelas Tujuan

Dengan membuat outline, penulis dapat lebih mudah memfokuskan dan memperjelas tujuan artikel mereka. Hal ini memastikan bahwa isi artikel tetap relevan dengan topik utama dan tujuan yang ingin dicapai.

3. Meningkatkan Efisiensi

Dengan adanya outline artikel, kita bisa membuat rencana struktur dan isi sebelum memulai proses penulisan yang sebenarnya. Hal ini bisa membantu untuk menghemat waktu dan usaha karena bisa meminimalkan peluang adanya revisi setelah artikel ditulis.

4. Membantu Menjaga Fokus

Outline ibaratnya seperti road map. Fungsinya ya memandu kita selama proses penulisan, sehingga bisa tetap fokus pada topik dan menghindari meleber ke mana-mana.

Step by Step Membuat Outline Artikel

Tapi, bikin outline artikel itu justru bikin lebih lama.

Ada yang berpikir demikian? Sebenernya enggak gitu juga sih Mak, kita hanya perlu tahu cara efektifnya saja. Bahkan sering kali, saya bisa langsung mengembangkan outline langsung jadi artikel dalam satu file dan sekali duduk saja kok.

(Eh, ya kecuali kalau ada tukang sayur lewat, ya ditinggal dulu sih.)

1. Menentukan Judul dan Tujuan Artikel

Pertama, pastinya kita kudu tahu dulu mau bahas tentang apa, yang kemudian dituangkan dalam bentuk topik dan judul, serta apa tujuan artikel tersebut kita buat. Berikut beberapa pro tips-nya:

  • Gunakan kata-kata kunci yang mencerminkan isi utama artikel untuk meningkatkan kemungkinan ditemukan dalam pencarian.
  • Buat judul yang spesifik, untuk memberi pembaca gambaran jelas tentang apa yang akan mereka dapatkan nantinya dengan membaca artikel kita.
  • Emak bisa menggunakan angka atau pertanyaan dalam judul untuk menarik perhatian dan memicu rasa ingin tahu pembaca.
  • Buat judul yang clickable, yang menggambarkan isi sambil tetap informatif dan menarik.

Baca juga: 5 Hal untuk Membuat Judul Artikel yang Menarique dan Clickable

Lalu, coba tentukan dulu tujuan artikel dibuat. Berikut beberapa pro tips yang bisa dilakukan:

  • Tentukan apa yang ingin dicapai dengan artikel tersebut, apakah untuk menginformasikan, meyakinkan, menghibur, atau mendidik pembaca.
  • Pikirkan apa nilai atau manfaat yang akan diberikan artikel kepada pembaca.
  • Jelas dan spesifik dalam merumuskan tujuan; ini akan membantu dalam menyusun isi artikel yang fokus dan terarah.

Pada umumnya, sebenarnya tujuan artikel ini enggak perlu setiap kali kita buat setiap kali mau menulis. Kalau di blog, umumnya tujuannya sama sih artikel-artikelnya. Biasanya tinggal dibagi saja, konten edukasi, konten keseharian (storytelling), atau konten curhat, atau yang lainnya. Ke depannya, kita tinggal putuskan saja mau masuk ke kategori apa, ketika hendak menulis.

2. Mengumpulkan dan Mengorganisir Informasi

Nah, ini sih biasanya memang yang cukup makan waktu: riset. Terutama kalau kayak saya, yang sehari bisa nulis lebih dari satu artikel informatif yang cukup panjang. Riset bisa makan waktu banget kalau harus dilakukan satu per satu.

So, saya mengambil waktu khusus untuk riset semua bahan artikel dulu dalam satu waktu. Misalnya pagi pukul 07.00, saya khusus membuat outline untuk lima artikel hari itu.

Lalu saya buka beberapa file Words sekaligus. Jadi, dalam sekali sesi, saya riset untuk semua artikel yang mau saya tulis hari itu. Biasanya sih satu sampai satu setengah jam selesai, tergantung banyak sedikitnya sumber yang bisa ditemukan.

Berikut beberapa pro tips yang bisa dilakukan:

  • Lakukan riset topik yang hendak ditulis. Manfaatkan sumber daya online seperti jurnal, artikel, blog, dan video untuk mengumpulkan informasi terkini dan data pendukung.
  • Riset awal ini tujuannya adalah mendapatkan struktur lebih dulu. Jadi, apa poin-poin yang akan dibahas. Karena itu, saya bisa “menyontek” beberapa artikel teratas di Google.
  • Buka satu dua artikel teratas tersebut, lalu cermati, apa saja yang dibahas di artikel itu terkait topik kita. Jika sudah menemukan poin-poinnya, tuliskan poin-poin pokok pikiran itu di file Words. Nantinya ini akan menjadi subjudul.

3. Susun Outlien Artikel secara Hierarkis

Misalnya—biasanya saya menyusun outline diawali dengan pengertian dulu, baru fakta-fakta atau masalah-masalah yang dihadapi, misalnya, baru kemudian ke solusi. Ini kerangka paling standar. Bisa tidak berlaku, disesuaikan dengan kebutuhan saja. Emak juga bisa memanfaatkan mindmap untuk membantu membuat hierarki ini.

Kerangka Artikel Howtos

Nah, ini adalah contoh outline artikel standar yang biasanya selalu saya bikin. Emak bisa menyesuaikannya dengan apa yang ingin ditulis. Berhubung saya kebanyakan nulis soal keuangan dan howtos.

Kerangka yang paling sering saya buat adalah sebagai berikut:

  • Pembuka: Bisa disajikan data, fakta, atau hal-hal yang lagi tren sekarang sebagai hook.
  • Masalah:
    • Apa yang menyebabkan masalah tersebut muncul?
    • Dampak seperti apa yang bisa terjadi jika masalah tersebut dibiarkan
  • Solusi:
    • Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah atau mengatasi masalah tersebut?
    • Adakah alat bantu yang bisa digunakan?
  • Ajakan untuk menjadi lebih baik

Kerangka Listicles

Ada juga sih saya sering nulis listicles, misalnya kayak rekomendasi tempat wisata, atau sejenisnya. Kalau kayak gini, biasanya saya pakai kerangka begini:

  • Pembuka: sama dengan di atas, bisa mulai dari data, fakta, atau hal-hal yang lagi tren
  • Isi listicles: susun sesuai topik, dengan subjudul-subjudul rekomendasinya. Kalau listicles tempat wisata, ya langsung saja buat daftarnya, Mak. Rekomendasi lainnya juga sama. Jadi dalam outline awal ini, kita sudah harus langsung tahu bahas apa.
  • Penutup: ajakan untuk melakukan sesuatu, misalnya mengunjungi tempat tersebut. Atau bisa juga pertanyaan, kayak, “Sudah mencoba yang mana nih?” dan sejenisnya.

Listicles ini memang yang paling mudah sih, Mak, buat saya. Jadi enggak perlu outline terlalu panjang biasanya. Makanya, jadi format artikel kesukaan saya. Hahaha.

Nah, sampai di sini, outline artikel kita sudah siap dikembangkan. Saya biasanya menyelesaikan semua outline dulu, baru kemudian mulai sesi menulis.

Kabar baiknya, outline standar di atas bisa dipakai berulang. Tinggal disesuaikan dengan topik. Biar enggak bosen, Emak juga bisa menyusun ulang, misalnya datanya ditaruh di bawah, masalah langsung diumbar di pembukaan. (((diumbar)))

Semua bisa disesuaikan dengan kreativitas masing-masing. Tapi standarnya bisa dipakai terus. Dengan begitu, lama-lama kita bahkan bisa membuat artikel panjang informatif, tanpa outline. Karena sudah hafal strukturnya.

Saat sudah mulai sesi menulis, minimalkan untuk riset lagi. Paling-paling ya nengok saja artikel rujukan, tapi usahakan untuk enggak usah gugling apa-apa lagi. Dengan demikian, kita akan menghemat waktu.

Pas kita riset itu, sekalian kita bisa mencermati, hal-hal apa yang belum ada dibahas oleh artikel lain. Dengan demikian, kita bisa menambahkannya di dalam artikel yang hendak ditulis, membuatnya menjadi artikel yang lebih komprehensif dan informatif—bisa meningkatkann SEO effortless.

Gimana nih dengan Emak? Proses menyusun outline artikel yang sering dilakukan selama ini apakah sama dengan yang di atas? Ada punya metode lain? Boleh share ya di kolom komen.

Comments (18)

March 25, 2024

Saya bikin outline artikel paling kayak gini; judul, opening, H2, H3, ending, dll. Lebih enak pake outline gini sih jadi bantu agar tulisannya lebih terstruktur dan gampang dimengerti.

Tapi kalau pure tulisan curhat atau a day in my life ya gak pakai outline, ngalir aja.


March 26, 2024

Aku penganut yang langsung nulis artikel tanpa bikin outline artikel dulu klo dadakan dan butuh DL cepet. Klo masih lama biasanya baru bikin outline artikel supaya lebih mudah dan gampang dikembangkan.


March 26, 2024

Awal-awal ngeblog, saya langsung nulis aja apa yang mau di tulis, Setelah jadi tulisan panjang, baru deh dibaca ulang lagi, kalau perlu dikelompokkan sesuai topiknya. Baru deh ditentukan headingnya.
Sampai sekarang juga masih begitu hehehe… ini kalau buat tulisan pengalaman pribadi ya.

Nah, kalau tulisan pesanan, biasanya saya buat outline dulu berdasarkan brief yang diberikan.


March 26, 2024

Iya, listicle paling mudah ditulis yaa cukup kumpulkan bahan terus tulus deh resenu masing-masing poin di list..ngga usah mendalam laporannya..


March 26, 2024

Suka jadi teringat pelajaran sekolah kalau bikin outline. Tapi, memang berguna banget, sih. Tulisan jadi lebih terarah poin-poinnya. Kayaknya saya harus mulai disiplin bikin outline, deh


March 27, 2024

baru belakangan ini saya menulis mulai dengan membuat outline. Sebelumnya ya maju terus aja, hahaha. Benar outline membantu memberi pagar, fokus ke hal tersebut. Kalau tanpa outline kadang sudah sampai setengah eh putar balik atau malah belok kesana sini.


March 27, 2024

Aku juga kalau buat novel pakai outline dan ini membantu banget terutama kalau kita mau ngerjain di waktu yang lama, jadi nanti gak lupa ide dan tinggal menjahit kata-kata aja, sudah ada pakem-pakemya. Biasa penerbit juga nagih outline buat tahu, apakah cerita tersebur memeiliki daya tarik


March 27, 2024

Mmg enak sih kalau mau nulis bikin outline dulu. jd lbh jelas arah tulisannya


March 27, 2024

Aku tergantung sikon si makmin kalo pas lagi niat dan memang perlu bikin artikelnyg oke pasti bikin outline hasil tulisannya pun lebih terstruktur cuma kalo pas lagi males ato nulis ala2 curhat ya lamgsung aja ga pake outline. Enaknya kalo pake oitline tulisan jadi rapi dan ga melebar kemNa2


March 27, 2024

Kalau aku pertama kudu ada judul. Dari situ biasanya aku kembangkan gitu mak, jadi poin2 mau nulis kyk gimana alurnya. Tapi gak detail seperti contoh di atas. Jadi gak tahu tu namanya outline stau gak aku nyebutnya oret2an haha. Soalnya kadang dalam perkembangan nulis ada ide lain muncul dan aku tambahkan juga.


March 27, 2024
Ugik Madyo

Aku termasuk yang selalu bikin outline jika bikin artikel. Sama sih Mak cara bikin outline-nya. Kalau hak pakai outline bahaya. Pembahasan bisa melantur kemana-mana. Khawatirnya tujuan pembuatan artikel malah tidak tercapai.


March 27, 2024

Ah iya, kalau nulis curhat atau pengalaman memang bisa ngalir aja tanpa outline. Tapi kalau tulisan “serius”, apalagi pakai data fakta emang bagusan pakai outline.

Hemat waktu…ini sih poin yang masih sering aku abaikan. Makasih tipsnya Mak.


March 27, 2024

Kalau aku bikin outline artikel di draft blognya aja, itu pun kalau bahasannya yang mendetail. Kalau nulis curhat atau cerita pengalaman pribadi nggak pernah bikin, karena biasanya spontanitas gitu.


March 27, 2024

Tim langsung nulis.
Tapi seringkali kalau ada ide, langsung bikin outline di draft blogger aau WP, tergantung tema yang mau ditulis.

Seneng banget kalo bisa nyelesein draft.
Tapi selama ini, si outline ini hanya berakhir di draft, Hiikss~
Agak pedih kalo ngobrolin berapa jumlah outline yang tetap berakhir menjadi draft unpublish.


March 27, 2024

Ini pun yang aku lakukan kalau mau membuat artikel selalu bikin outline dulu, agar tulisannya lebih terarah dan keluar dari tema. Sebelum bikin outlinenya biasanya suka cek dulu sih, apa saja yang dicari dari tema itu.


March 28, 2024

Benar sekali sih mak, kalau ada outlinenya, nulisnya jadi lebih terarah. Memang butuh waktu dan membiasakan diri untuk bikin outline dulu. Saya seringnya masih langsung nulis sambil cari referensi hehehe…


March 29, 2024

Aku kalau dapet pesenan artikel pun juga pasti bikin outline dulu Mak setelah riset topiknya. Biar fokus dan tinggal nulis aja tanpa mikir tambahan2 yang sekiranya nggak penting atau malah memberatkan pikiran saat nulis.


March 30, 2024

Wah iya nih, aku juga kalo nulis, apalagi yang rada serius, selalu pake kerangka outline. Biar gak ke mana-mana. Kebawa-bawa dari nulis buku, zaman dulu. Kecuali kalo nulisnya pure curhat. Gak pake outline dulu. Jadinya ngaco dan susah. Abisnya bingung kalo curhat pake outline. Hihihi 😀


    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: