Penulis: Mak Mugniar
Prosesi akad nikah Viviet – anak tetangga seberang rumah telah selesai. Para tamu masih menikmati hidangan saat saya sedang mengawasi si bungsu Afyad (3,5 tahun) yang sangat bergairah menjelajah.
Pagar rumah kami dan Viviet hanya berjarak sekitar 2 meter. Pintu pagar kami terbuka lebar. Beberapa kursi berderet di pekarangan, menampung sebagian kecil tamu undangan keluarga Viviet. Sebagian kursi lainnya dijajarkan di jalanan depan rumah kami, beratapkan tenda biru.
Afyad sangat senang melihat ini semua. Gembira sekali ia melihat keadaan yang tak seperti biasanya pada hari itu. Jika dibawa masuk ke dalam rumah empunya pesta, tak lama kemudian ia keluar. Tapi sebentar saja berada di luar, ia lalu melenggang masuk ke dalam rumah. Kami (saya dan papanya) harus bergantian mengawasinya, menjaganya agar tidak bereksplorasi secara berlebihan.
Seorang ibu muda dengan dandanan necis sedang duduk di ujung meja makan yang terletak di teras saat saya duduk di sebuah kursi di depannya. Pulasan bedak padat dan tatanan warna tegas pada bulu matanya membuat perempuan berjilbab itu kelihatan cantik. Sungguh beda dengan wajah saya yang hanya menggunakan pelembab wajah dan bertaburkan bedak bayi ini.
Tiba-tiba saja Afyad terpeleset. Saya buru-buru menolongnya berdiri. Rupanya ada tumpahan air di lantai. Dari arah dapur, seorang ibu mengambilkan kain pel dan mengepel tumpahan air tersebut. Afyad kembali bereksplorasi di sekitar saya.
Putri mungil dari ibu muda tersebut yang kelihatannya berusia 2 tahun sedang bermain sendiri. Ia lalu-lalang tanpa alas kaki di sekitar ibunya. Sembari mengawasi Afyad, saya memperhatikan batita yang sedang membawa-bawa air dalam kemasan gelas yang segelnya sudah terbuka separuh. Gerak-gerik batita lincah itu membuat air di dalam gelas bergerak kian ke mari lalu tumpah ke lantai dan ke bajunya.
“Basah bajunya, Dek,” saya tersenyum ramah pada batita itu. Melihat ibu sang batita hanya diam saja, nyaris tanpa ekspresi padahal adegan itu tepat di depan matanya, saya meliriknya dan mengulangi kalimat yang saya lontarkan sebelumnya.
“Bajunya basah,” saya tersenyum pada ibu muda itu.
Yang disapa bangkit dari duduknya. Tanpa membalas senyum saya ia menatap batitanya dan berujar, “Bodohnya Kamu deh!” Lalu ia menarik batitanya masuk ke dalam rumah.
Saya terperangah. Sungguh, saya tak menyangka reaksi ibu muda cantik itu. Jika saja bisa, ingin saya teriakkan padanya, “NGEBLOG BU, GABUNG DENGAN KEB BIAR TIDAK STRES NGURUSI ANAK SEBIJI!”
Makassar, 2 Mei 2013
Mugniar, ibu dari Affiq, Athifah, dan Afyad | http://mugniarm.blogspot.com | @Mugniar
Hahaha… saking keselnya ya, mak… 🙂
Ibu kayak gitu bukan hanya stres, tapi juga kurang baca2 buku ttg parenting #soktau# 🙂