Hai, Maks! Beberapa kali saya ada kesempatan untuk berdiskusi dengan sesama blogger, seringkali saya mendengar perkataan seperti ini, “Saya susah nih menulis artikel panjang. Paling pol 500 kata. Mau diperpanjang lagi kok udah nggak tahu apa lagi yang ditulis ya?”
Yah, memang sih. Bagi yang terbiasa menulis pendek dan ringkas, menulis artikelpanjang itu merupakan siksaan tersendiri. Hahaha. Saya juga gitu kok, Maks. Dulu saya nggak bisa nulis lebih dari 500 kata juga. Makanya saya lebih memilih menulis flashfiction, yang bisa ditulis hanya dalam waktu 15 menit saja. 😀
Tapi ternyata, seiring waktu dan mungkin juga karena makin terbiasa, saya akhirnya bisa agak panjangan sedikit deh nulisnya. Dari 500 kata, jadi 700 kata, jadi 1.000 kata. Dan akhirnya, bisa menulis sangat panjang sampai 37.000 kata alias bikin buku. Huahaha. Abaikan. *self keplak*
Tak cuma ada data yang membuktikan, bahwa artikel yang panjang itu lebih disukai si Mbah Google, saya juga menemukan banyak keunggulan dari tulisan panjang. Yang terutama adalah mengenai detail. You see, segala sesuatu yang dikerjakan secara detail, hasilnya PASTI bagus. Saya sudah beberapa kali mengamati dan membuktikan, entah itu tulisan, gambar, craft atau apa pun deh. Yang dipikirkan lebih detail, itu hasilnya pasti bagus, dan biasanya juga berhasil guna.
Tapi tulisan panjang itu risikonya bakalan ngebosenin.
Nah, itu betul. Tapi somehow, kalau tulisan kita dibikin bernas, nggak maksa, menarik secara visual, dan selalu ada informasi penting dalam setiap paragrafnya, Insyaallah sih nggak akan ngebosenin.
So, apa yang bisa kita lakukan supaya bisa berlatih untuk menulis artikel panjang di blog?
(Btw, jangan salah persepsi, bahwa saya di sini sedang mengharuskan siapa saja yang membaca tulisan ini untuk bisa menulis panjang loh ya. Saya hanya menujukan tulisan ini pada mereka yang pengin nulis panjang, tapi kesulitan untuk mengeksekusi.)
Saya punya beberapa checklist nih, Maks, yang barangkali bisa Emaks pakai juga untuk melatih keterampilan menulis artikel, terutama menulis artikel panjang. (Disclaimer lagi: artikel panjang di sini means artikel 1.000 kata atau lebih ya.)
Checklist untuk menulis artikel panjang yang tidak membosankan
1. Do you have a good outline?
Kunci pertama dalam menulis artikel panjang adalah adanya outline. Ada beberapa fungsi penting outline, di antaranya adalah outline bisa membantu kita untuk brainstorming dan bisa saja timbul ide baru saat prosesnya, organize our thoughts yang akan dituangkan dalam artikel, apakah satu poin dengan lainnya nyambung dan memenuhi sebab akibat.
Ah, nulis blog saja kok pakai outline!
Hiyaaa … kenapa enggak, kalau itu bisa menolong kita untuk menulis artikel panjang yang terstruktur, rapi, dan bisa tuntas dalam membahas satu masalah kan? Lagi pula nantinya juga bermanfaat kok buat kita, jika seandainya kita ingin menulis untuk media lain? Kalau-kalau Emaks ingin lebih mengembangkan diri lagi kan?
Jadi, kalau pengin menulis artikel panjang dengan fokus dan tetap bernas, buatlah lebih dulu outline-nya. Paling nggak kita akan lebih jelas, mau nulis apaan. Kalau sewaktu-waktu capek nulis, bisa kita lanjutkan kapan lagi, tanpa hilang fokus. Kita nggak akan lupa, kemarin sampai di mana. Mood akan tetap ada, sampai artikel selesai.
Emaks bisa membuat outline di mana saja dan dengan cara apa pun senyamannya. Saya punya notes full dengan outline oret-oretan. Saya bisa nge-outline di mana pun, bahkan pas lagi nunggu jemput sekolah anak-anak. Kapan pun ada tambahan ide, saya bisa langsung mencatatnya.
2. Apakah opening artikel Emaks sudah menarik?
Opening akan menentukan ‘keselamatan’ artikel kita. Cek dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini pada diri Emaks sendiri saat membaca kembali artikel Emaks, terutama pada openingnya.
Apakah pada opening:
- Emaks sudah langsung menyebutkan permasalahan dari bahasan Emaks?
- Emaks sudah memberikan janji apa yang akan didapatkan oleh pembaca setelah artikel selesai dibaca?
- Ada kata-kata yang cukup provokatif, yang mengajak atau membuat pembaca merasa harus menyelesaikan membaca?
- Cukup lucu? Karena biasanya orang lebih tertarik pada hal-hal yang disampaikan dengan jenaka.
Jika sudah memenuhi 2 saja, berarti opening Emaks sudah bagus. Go on!
3. Apakah artikel sudah dalam format yang tepat?
Tanpa bermaksud meremehkan, namun artikel storytelling risiko bosannya akan lebih besar bagi pembaca kalau penulisnya tak benar-benar pintar meramu cerita.
Agar lebih mudah, menulis artikel panjang tanpa membosankan, saran saya sih yang paling mudah adalah dengan format listicle. Dengan listicle, pembaca biasanya cenderung lebih betah membaca sampai selesai. Apalagi karena terbagi ke dalam beberapa poin, maka nggak kerasa panjangnya karena ada semacam jeda di masing-masing perpindahan poin.
Namun bukan berarti jenis storytelling nggak bagus ya. Storytelling juga bisa kok dibikin begini. Caranya, pecah saja dalam beberapa subbab atau ‘episode’, beri judul di tiap-tiap ‘episode’.
4. Apakah artikel sudah ada personal touch?
So, kalau Emaks menulis di blog sendiri, usahakan untuk selalu ada personal touch. That will make your article more human. Lebih manusiawi.
Ceritakan beberapa hal yang perlu diceritakan berdasarkan pengalaman pribadi. Gunakan kata “saya”, “aku”, “kita” di sana-sini, supaya lebih dekat dengan pembaca, dan seakan-akan sedang bercerita langsung dengan pembaca. Jangan membuat jarak dengan pembaca hanya gara-gara Emaks menggunakan kata “Anda”. Kata “Anda” cenderung lebih cocok digunakan di artikel-artikel untuk media online, seperti e-magazine atau portal misalnya, dan dengan segmen umur yang matang. Jadi, kesannya kurang akrab saja.
Pembaca lebih senang kalau membaca seakan-akan lagi diajak ngobrol, instead of mereka disuguhi sesuatu yang kaku dan baku. Just be yourself!
5. Apakah paragraf-paragrafnya cukup pendek?
Jika satu paragraf terdiri atas 10 baris atau lebih, saya lebih suka memecahnya dalam 2 paragraf. Lalu ada paragraf yang hanya terdiri dari satu kalimat atau satu kata. Biasanya sih karena ada maksud yang ingin ditekankan dalam paragraf satu kalimat tersebut.
Coba bandingkan yang berikut ini, Maks. Menurut Emaks, mana yang lebih reader friendly?
Kalau saya lebih suka yang kedua. Kenapa?
Karena jeda istirahat bacanya lebih banyak, dan dengan jeda-jeda tersebut rasanya saya lagi ngobrol, alih-alih diceramahi. Hihihihi. Coba deh, Maks, dirasain. Kerasa kok bedanya.
6. Apakah kalimat-kalimatnya pendek?
Yang perlu diingat ya, Maks, bahwa tanda baca “koma” itu berarti bahwa kalimatnya belum selesai. Jadi, kalau Emaks sampai nggak pernah pakai titik dan dalam satu paragraf pakai koma semua, itu berarti Emaks menyuruh pembaca untuk semacam maraton tanpa jeda.
Jadi, pastikan kalimat-kalimat Emaks pendek, sekitar 8 – 10 kata maksimal dalam satu kalimat, dan diakhiri tanda baca “titik” ya. Karena sering saya lihat sering ketuker pula tanda baca “titik” dan “koma”.
Oke, kalau Emaks meremehkan tanda baca dan EBI yang lain. Tapi penggunaan titik dan koma sebaiknya harus tepat, karena ini berhubungan dengan ketahanan pembaca untuk mau membaca sampai akhir.
Sepele, namun penting.
7. Apakah sudah ada konten visual di tiap 200 – 300 kata?
Image dapat membuat artikel kita makin menarik untuk dibaca dan makin bikin betah. Image harus semenarik mungkin. Berikan foto-foto yang relevan dengan isi artikel, yang berbicara.
Sesekali berikan juga infografis, yang bisa berfungsi sebagai perangkum apa yang sudah Emaks tulis. Infografis ini bisa Emaks share juga sebagai media visual yang mandiri, yang kemudian bisa Emaks manfaatkan juga untuk nge-drive tambahan traffic lagi.
8. Apakah ada bagian yang diulang?
Kalau masih ada yang berulang, sebaiknya diperbaiki, Maks. Jika sudah dibahas di bagian atas, jangan diulang di bagian berikutnya.
Ini nih, gunanya outline juga, supaya kita nggak terlalu banyak mengulang yang sudah dibahas. Jika ada kata-kata yang terlalu banyak dipakai dalam satu paragraf, cari sinonimnya supaya lebih variatif. Atau dibuat paragraf yang baru saja.
Baca kembali dengan bersuara, agar Emaks bisa merasakan apakah ada bagian yang berulang ini. Tempatkan diri Emaks sebagai pembaca.
9. Apakah kata gantinya sudah konsisten?
Kadang tanpa sadar kita menulis “aku” dan “saya” dalam satu artikel. “Anda” dan “kamu”. Ada juga inkonsistensi misalnya penulis berlaku sebagai seorang ibu yang ngomong sama pembaca remaja, atau sebagai seorang ibu yang sedang ngomong ke ibu lain supaya menyampaikan pesan pada anaknya yang masih remaja. Nah, yang kayak gini juga beda, Maks. Dan kadang ketuker-tuker.
So, untuk memperbaiki, ya baca lagi setelah selesai ditulis. Dan bayangkanlah satu sosok pembaca seakan-akan sedang berada di hadapan Emaks untuk mendengarkan Emaks ngomong.
10. Apakah artikel Emaks sudah memenuhi 5W 1H?
What, who, when, where, why dan how, merupakan prinsip penulisan jurnalisme yang baik. Nggak ada salahnya juga Emaks pergunakan untuk menulis artikel blog, terutama yang panjang. Cukup membantu juga sih kalau di saya, Maks, jadi bisa manjangin tulisan kalau kita mematuhi prinsip ini.
- What: topik apa yang akan dibahas?
- Who: siapa subjeknya? Siapa objeknya?
- When: kapan permasalahan topik akan timbul, misalnya. Atau kapan kejadian berlangsung?
- Where: di mana sering terjadi atau kejadiannya di mana? Deskripsikan.
- Why: alasan-alasan yang dapat menimbulkan satu peristiwa yang terjadi.
- How: bagaimana cara mengatasinya permasalahan?
Dengan memenuhi prinsip tersebut, diharapkan sih artikel Emaks akan tuntas dalam membahas suatu topik ya. Meski dalam storytelling pun, prinsip ini akan baik juga kalau dipakai. Tinggal nanti luwesnya saja ya, supaya nampak organic.
Beberapa hal lain yang harus diperhatikan untuk bisa menulis artikel panjang adalah:
- Jangan terburu-buru menyelesaikan tulisan Emaks. Akan lebih baik jika Emaks fokus mengerjakannya, baru kemudian beralih ke tulisan lain kalau sudah menyelesaikan satu tulisan. Dan dengan outline yang sudah sistematis, Emaks bisa menyelesaikan tulisan Emaks tanpa terburu-buru namun tetap fokus dan terstruktur.
- Kita nggak bisa dengan mudah mengubah kebiasaan, Maks. Kalau biasanya hanya bisa menulis 500 kata, ya jangan langsung dipaksain nulis 2.000 kata. Bakalan susah! Mulailah bertahap, dari 500 ke 600 kata, lalu jadi 800 kata. Nanti lama-lama pasti bisa deh ke 1.000 kata lebih. Nggak perlu terlalu memaksakan diri.
- Selalu baca kembali setelah selesai. Scanning typo, dan barangkali masih ada hal yang nggantung tanpa penjelasan. Biasanya saya sih menemui unsur “why” yang paling sering belum terselesaikan.
Nah, Emaks, bukan berarti artikel panjang itu adalah artikel yang paling bagus. Semua tergantung kita juga yang masak. Tapi menyajikan informasi yang lengkap dan detail, serta bermanfaat bagi pembaca, itulah tujuan kita sebagai penulis. Maka, kita harus memenuhi hak pembaca agar merasa puas, dan mereka pun akan datang lagi dengan senang hati.
oww, ini tipsnya menulis, apakah saya masih sering strorytelling yah?? hiksss, udah kayak curhat di facebook jangan jangan, terimakasih tipsnya