Belajar Parenting dari sekitar kita karena tidak sekolah untuk menjadi orangtua. Betul tidak?
Setelah menikah dan punya anak, pasangan suami istri dihadapkan pada peran baru sebagai orangtua. Dan mulai merencanakan pola asuh seperti apa yang akan diterapkan dalam keluarga. Tentu saja, rencana tersebut disertai harapan akan menjadi seperti apa anak-anak yang dibesarkan nanti.
Belajar parenting dari mana? Belajar parenting bisa dari sekitar kita. Mulai dari orangtua sendiri, sosok yang dikagumi, sampai referensi dari media cetak dan digital atau bahkan televisi.
Sebagai sumber informasi, di internet sangat mudah menemukan referensi parenting yang bisa dijadikan acuan. Ada e-book, grup parenting di dunia maya, portal khusus parenting, dan sebagainya. Bahkan ada juga kelas parenting online, interaksi tanya jawab dengan pakar parenting bisa dilakukan dengan mudah.
Berikut ini adalah sumber belajar parenting untuk membesarkan tiga anak laki-laki saya yang kini berusia 14 tahun, 10 tahun, dan 7 tahun.
Belajar dari Tabloid, Buku, dan Internet
Pertama kali punya anak, saya belum mengenal internet. Saat itu keluarga kecil saya tengah merantau, jauh dari orangtua. Bingung kepada siapa jika ingin bertanya tentang cara mengasuh anak. Bolak-balik menelpon interlokal ke rumah orangtua malah bikin kantong jebol, hehe.
Akhirnya, saya mencari referensi tentang cara merawat dan mendidik anak dengan berlangganan tabloid parenting. Supaya tidak lupa dan biar gampang dibaca, tabloid tersebut dijadikan kliping parenting berdasarkan tema. Selain tabloid, saya juga membeli buku dan majalah parenting.
Setelah anak ketiga lahir, saya baru mencoba internet. Lewat dunia maya, saya bergabung di portal parenting dan grup parenting di Facebook. Selain itu, saya juga aktif berinteraksi dengan para membernya di Twitter. Wah, senangnya punya banyak teman untuk sharing dan curhat seputar mengasuh anak.
Belajar dari Orangtua Sendiri
Belajar parenting sebenarnya sudah saya lakukan sejak masih berstatus single alias belum menikah. Yaitu dengan mengamati kedua orangtua saya, Mami dan Papi. Pengalaman pribadi sebagai anak dari orangtua yang bercerai membuat saya belajar satu hal yang penting, yaitu komunikasi antara suami dan istri untuk keharmonisan rumah tangga.
Masalah komunikasi adalah penyebab perpisahan Mami dan Papi. Setelah menikah, kelancaran komunikasi saya terapkan dalam berhubungan dengan suami. Alhamdulillah, sampai sekarang saya dan suami tetap langgeng di usia pernikahan yang sudah berjalan selama 15 tahun.
Bagi keluarga yang harmonis dan berbahagia, pola asuh orangtua kerap ditiru dan kembali dipraktekkan saat kita sudah punya anak sendiri. Seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Begitu juga gaya parenting orangtua kita, pasti ada yang ditiru oleh kita saat punya anak.
Namun, namanya manusia, orangtua kita bukan sosok yang sempurna. Terkadang, ada beberapa tindakan kurang menyenangkan dari pola asuh yang salah. Kenangan tersebut bisa membekas dan menjadi masalah hingga anak tumbuh dewasa.
Sama seperti yang terjadi pada saya. Ada hal positif dan negatif dari gaya parenting Mami dan Papi. Nah, agar hal negatif tidak berlanjut sampai turun-temurun, saya mengubahnya menjadi tindakan yang positif kepada anak-anak saya. Sedangkan hal-hal positif tetap saya pertahankan dan terus dilanjutkan. Keduanya saya rangkum menjadi tindakan berikut:
- Tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan lainnya (pilih kasih).
- Mendukung minat anak sepenuhnya.
- Tidak memanjakan anak dengan uang.
- Mau meminta maaf kepada anak jika orangtua berbuat salah.
- Menepati janji pada anak.
Belajar dari Orangtua Teman
Selain mengamati kedua orangtua sendiri, saya sering mengamati perilaku para ibu dari teman-teman saya. Melihat seperti apa teman-teman saya diperlakukan, hal tersebut membuat saya ikut senang sekaligus iri. Pepatah ‘rumput tetangga memang terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri’ itu benar adanya.
Proses pengamatan ini punya efek samping. Yaitu, saya jadi baper banget, haha. Tapi saya dapat catatan penting, “Oh jadi begitu ya cara memperlakukan anak. Kelihatan penuh cinta…” Poin tersebut saya terapkan pada interaksi dengan anak-anak: memperlakukan dengan penuh cinta.
Belajar dari Embah
Masa remaja saat duduk di bangku SMA saya habiskan di Jakarta. Saya tinggal bersama Embah, ibu dari Mami. Saya bahagia tingga bersama beliau yang kini sudah almarhum. Namanya tinggal sama nenek, enak dong, dimanja terus, haha.
Meski dimanja, saya belajar sesuatu dari cerita masa lalu Embah. Sebagai single parent, beliau bekerja serabutan demi menyekolahkan anaknya. Saya terinspirasi dengan sikapnya yang gigih dan tabah menghadapi cobaan. Perjuangan beliau membuahkan hasil dengan diterimanya kedua anak Embah di universitas negeri ternama yang tidak perlu mengeluarkan banyak biaya.
Belajar dari Mertua
Sosok inspiratif selanjutnya adalah ibu mertua saya. Mamah, begitu beliau dipanggil, sudah lama berpulang karena sakit. Namun kenangan bersama beliau tidak akan saya lupakan selamanya. Saya banyak belajar dari Mamah yang selalu bersemangat dan gemar menebar cinta. Beliau cekatan mengurus anak dan semua pekerjaan rumah tangga tanpa mengeluh. Keceriaan dan sikap humorisnya bisa menghangatkan suasana. Itulah sebabnya beliau begitu dicintai bukan oleh suami dan anak-anaknya sendiri, melainkan para saudara, tetangga, bahkan orang yang baru dikenal.
Belajar dari Siapa Saja
Setelah berhenti merantau, saya dan keluarga menetap di Bogor. Tidak ada lagi sosok Mamah sebagai panutan dan Embah yang bisa dijadikan teman curhat. Saya kemudian belajar parenting dari siapa saja. Tetangga, ibu-ibu orang tua murid di sekolah, saudara dekat, teman-teman blogger, sampai para pedagang di komplek.
Sebagai contoh, namanya ibu-ibu biasanya nggak jauh dari ngerumpi ya, Mak. Nah, kalau pas ngumpul dan kebetulan lagi ngebahas ibu A yang anaknya terlibat kenakalan remaja, misalnya. Pembahasan berlanjut pada bagaimana reaksi ibu A menangani anaknya tersebut. Saya sebagai ibu dari satu anak yang menjelang ABG akan mencatat hal-hal penting untuk jadi bahan pelajaran.
Atau menyimak diskusi di grup Whatsapp ibu-ibu. Kadang dibahas masalah parenting yang tengah jadi trending topik. Ini juga nggak kalah seru lho, Mak. Biasanya ibu yang lebih berpengalaman akan sharing pendapatnya. Dan saya yang termasuk junior ini sangat berterima kasih untuk pelajaran yang berharga tersebut.
Ternyata banyak sumber yang bisa kita ambil sebagai pelajaran parenting. Emak sendiri bagaimana? Punya sosok khusus atau sumber referensi yang menjadi inspirasi dalam mendidik anak? Share yuk!
****
Belajar Parenting dari Sekitar Kita ditulis oleh Inna Riana sebagai blogpost trigger pertama dari kelompok Mira Lesmana #KEBloggingCollab
Inna Riana, ibu dari tiga orang putra. Tinggal di Bogor dan mengelola tiga blog dengan apik yaitu
blog www.emakriweuh.com, www.dapurngebut.com dan www.innariana.com.
Salam kenal mba..
Aku anak pertama..banyak belajar teori parenting dari buku.
Anak ke dua..banyakan pke feeling