Penyihir-Penyihir di Manik Mataku

By admin on September 17, 2017

Don’t Judge Book by It’s Cover merupakan ungkapan agar kita tidak menilai seseorang dari penampilannya. Namun tetap saja kesan pertama itu ada karena tampilan, bukan hanya orang tapi juga buku. Sama ketika saya melihat buku Penyihir-penyihir di Manik Mataku. Kesan mistis tergambar jelas di cover bukunya, pun mungkin isi dalamnya.

Ungkapan tersebut memang benar adanya. Walaupun judul dan covernya berbau mistis, tapi tak semua isi cerita di dalamnya juga berbau mistis. Ada sekitar 68 cerita Flash Fiction yang disuguhkan dalam buku ini. Genrenya juga bermacam-macam. Ada horor, fantasy, crime, sejarah, filosofi, romance, satir, thriller dan slice of life.

Buku flash fiction memang berbeda dengan novel atau bahkan kumpulan cerpen. Hal ini dikarenakan jumlah kata dalam flash fiction yang tidak sebanyak cerpen. Jadi bagi saya yang susah memahami kalimat panjang atau paragaraf panjang merasa cocok membaca flash fiction. Dan Penyihir-penyihir di Manik Mataku, merupakan buku flash fiction pertama yang saya miliki.

Panjang cerita dalam buku ini juga beragam. Ada cerita yang hanya terdiri dari enam paragraf yang berjudul ‘Menu Buka Puasa’, yang endingnya betul-betul menyesakkan. Jangan kaget ketika Anda tersentak membaca cerita ini.

Ada cerita yang panjangnya hingga tiga halaman seperti ‘Perempuan Senja dan Kenangan’. Banyak hikmah yang diambil dari cerita tersebut, bahwa hidup ini seperti roda, kadang kita diatas dan adakalanya kita akan berada di bawah.

Ada juga cerita yang mudah dipahami seperti ‘Gerobak Mbah Marto’ yang memotret pahitnya nasib pedagang kaki lima. Apalagi jika sudah berhadapan dengan aparat. Cerita yang membuat saya mengernyitkan dahi dan membacanya berulang seperti ‘Nyanyian Dendam’ yang menceritakan kisah pembalasan dendam seorang anak kepada pembunuh ayahnya.

Tak kalah menggelitik, cerita berjudul ‘H For Hari Raya’ dan ‘Bibir-bibir Yang Tergantung di Pohon Cerita’ yang cukup menyindir pemakaian smartphone yang  berlebihan saat ini.

Ada juga cerita yang akan membuat kita senyum-senyum sendiri seperti ‘Salah Satu Hari Saat Pacarku Selingkuh (Lagi)’ sudah baca serius ternyata si ‘aku’nya….Ah sudahlah baca sendiri ya. Juga ‘Pisau di Mulutnya’ yang kalau sudah baca ceritanya mungkin ada yang merasa senasib hehehe.

Saat membaca ‘Kupu-kupu Kecil di Rumahku’, saya bergidik ngeri. Yang terasa kriminal banget seperti cerita ’25 Januari’ dan juga ‘Menarilah Seperti Tak Seorangpun Melihatmu Menari’ yang membuat saya geram sekaligus khawatir.

Penyihir-penyihir di Manik Mataku

Kebanyakan cerita dalam buku ini berakhir sedih atau sad ending. Padahal saya sebenarnya bukan penyuka cerita sad ending. Namun karena flash fiction ceritanya cukup singkat, maka penderitaan yang dialami para tokoh tidak begitu merasuk dalam otak saya. Berbeda dengan novel yang kadang penderitaannya tak berkesudahan di awal hingga akhir cerita.

Sensasi membaca buku flash fictiob pun berbeda. Karena ceritanya singkat dan berbeda-beda maka tiap lembar kita akan disuguhi nuansa dan emosi yang berbeda. Berbeda dengan cerpen yang cerita cukup panjang tidak flash, maka naik turunnya nuansa dan emosi berjalan agak lambat.

Secara keseluruhan cerita yang menjadi favorit saya dalam buku ini adalah ‘Purnama Ketiga Belas’. Dibuat begitu apik dengan nuansa dan balutan semacam Yunani Kuno, namun endingnya tak pernah disangka-sangka.

Cerita di dalam buku ini juga ada yang ditulis oleh penulisnya, Carolina Ratri dalam blog fiksinya. Beliau ini adalah founder komunitas Monday Flash Fiction. Tulisan yang dibuatnya kebanyakan merupakan cerita yang beakhir sedih. Spesialnya di buku ini Carolina Ratri membuat sendiri sketsanya lho. Sketsa favorit saya adalah yang burung kertas, yang kesannya tidak terlalu suram. Melambangkan harapan yang terwujud.

Penyihir-penyihir di Manik Mataku

 

***

Review Buku Penyihir-Penyihir Di Manik Mataku adalah post trigger #KEBBloggingColab untuk kelompok Liliana Natsir.

PW Widayati, Blogger. Ibu dari tiga orang anak Ikhsan (5 tahun), Kiya (2 tahun), dan Hasyim (8 bulan). Hobi membaca dan menulis. Domisili Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Saat ini mengelola blog di http://pwwidayati.com

 

 

Comments (7)

September 19, 2017

Waa….baca flash fiction emang banyak kejutan2annya ya mak. Tapi saya juga agak2 anti sama cerita yg sad ending. Buat kesel gitu.


September 23, 2017

Iya mbak saya juga kurang suka tapi tetap asyik kok sad ending nya Mak Carra


September 19, 2017

keren makin penasaran sama ending dari buku yang dibahas oleh mba.


September 23, 2017

Bukunya banyak ceritanya mbak jadi banyak juga endingnya


February 4, 2018

Ah, cerita gak selamanya happy ending kan. Tapi beneran penasaran pengen baca. Udah beredar bellum bukunya mbak?


May 19, 2020

Menarik dan jadi penasaran dengan penulis bukunya… Cerita itu gak mesti happy ending, hal ini pasti berat bagi penulisnya hihi


    Leave your comment :

  • Name:
  • Email:
  • URL:
  • Comment: