Hi, Emaks! Sepertinya kerjaan buzzing di media sosial itu sudah sepaket sebagai sponsored post blogger ya? Iya nggak sih?
Buzzing di media sosial apa pun dan sponsored post adalah salah satu jalan digital marketing yang memang dianggap cukup efektif belakangan, yes?
Ya, meski buzzer dan blogger itu belum punya wadah resmi berbadan hukum, hingga bisa membuat etiket-etiket yang harus dipatuhi, layaknya jurnalis gitu, Mak. Tapi bukan berarti, kita lantas bebas-bebas aja tanpa aturan.
Karena marketing itu sangat berhubungan dengan hajat hidup orang banyak #eaaa. Ya, simpelnya sih, kalau kita nggak pakai aturan, bakalan banyak pihak yang nggak nyaman.
Salah satu pihak yang “terancam” kenyamanannya kalau kita nggak pakai aturan adalah audience kita, Mak. Ya itu tuh, follower sekaligus teman-teman kita sekaligus target pasar kita.
Kalau follower dan teman-teman kita itu nggak nyaman, mereka bisa “hilang”. Nge-unfollow atau nge-mute kita. Terus, kalau kita buzzing, siapa dong yang dengerin kalau kita di-mute? Bakalan nggak ngefek kan? Semacam kita lagi di panggung stand up comedy, monolog, ternyata nggak ada yang nonton. Ngapain coba?
Karena itu, kita mesti tahu apa saja sih etiket buzzing di media sosial, baik itu Facebook, Twitter ataupun Instagram, yang sekarang makin rame. Yes? Yeslah!
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan nih, Mak, soal etika ngebuzz ini. Apa saja?
1. Kenali audience
Yang satu ini wajib kudu selalu ada dalam setiap kesempatan Emak mau meng-engage follower, baik itu dalam bentuk sponsored post maupun buzzing di media sosial ya.
Dengan mengenali audience, tentunya Emaks bisa membuat kalimat iklan yang sesuai dan lebih mengena kan? Misalnya, Emak tahu kalau follower Emaks dominan yang tinggal di Medan. Nah, bisa deh engage mereka dengan bahasa Batak.
Dan, salah satu jalan untuk bisa mengenali audience Emaks adalah meng-engage mereka secara terus menerus, nggak cuma pas ngebuzzing aja. Ingat, Mak. Emaks mesti talk with them, instead of talk to them. Bedanya jauh yah, itu.
Jadi, alangkah nggak “sopan”-nya, kalau sehari-hari kita nyuekin follower, terus tahu-tahu pas buzzing, minta mereka untuk memperhatikan dengan reply/komen ataupun repost/RT.
2. Peka terhadap situasi
Sekarang begini, Mak. Ibaratnya nih, kita lagi dalam acara, katakanlah pengajian. Terus tahu-tahu di tengah acara, ada yang deketin kita yang lagi khusyuk, nawarin gendongan bayi. Gimana coba perasaan Emak?
Atau lagi konsentrasi makan sama suami berdua yang romantis, tahu-tahu didatengin orang yang nawarin kartu kredit. Oh, please deh!
Nah, hal seperti ini juga penting untuk diperhatikan, Mak. Misalnya saja di Twitter. Sedang ada tagar tentang kabar duka meninggalnya seorang public figure. Ya, sebisa mungkin jangan dimanfaatkan untuk ngebuzz. Atuhlah. Kan lagi berkabung. Kok ya tega amat sih, ditebengin.
Kalau memang mau memanfaatkan trending topic, ya pilah-pilih. Boleh kok, Mak, nebeng eksis. Tapi ya gitu deh, kita mesti peka terhadap situasi.
3. Awas privacy!
Kadang saking semangatnya kita ngebuzz, jadi malah nggak aware kalau kita sedang melanggar privacy orang, atau malah diri kita sendiri.
Misalnya, dapat job buzzing olshop. Ditunjukinlah kartu kreditnya, senomor-nomornya. Nah loh! Ati-ati tuh, Mak! Nomor kartu kredit kok diliat-liatin. Bahaya!
Itu privacy kita sendiri. Jangan sampai kita melanggar batas privacy orang lain, termasuk keluarga. Ya, termasuk anak-anak juga. Ingat, mereka juga berhak mendapatkan perlindungan privacy, meski kita orang tuanya.
Jadi, pikirkan baik-baik ya, Mak. Jika memang harus menampakkan foto anak-anak, pastikan mereka dalam kondisi yang layak untuk “dipamerkan”. Agar suatu hari nanti, mereka nggak malu saat menemukan foto-foto mereka di dunia maya.
4. Research more
Ya, meski kita sudah mendapat brief dari klien, mengenai campaign yang sedang kita kerjakan, ada baiknya kita juga melakukan riset lagi, Mak.
Untuk apa?
Sebagai “kepanjangan tangan” marketing, kita pastinya dituntut untuk punya product knowledge yang baik mengenai produk atau campaign yang sedang dibuzz.
Adalah lucu kalau kita sebagai buzzer lalu ditanya sama follower mengenai apa-apa yang belum jelas, terus kita nggak bisa jawab. Semacam, “Ih, ini yang ngiklanin aja nggak tahu apa yang diiklanin!”
Misal nih. Kita ngebuzz soal tabungan saham. Akan ada kemungkinan besar, beberapa orang akan bertanya pada kita lebih lanjut mengenai saham. Nah, ya masa nggak dijawab?
So, coba deh googling lebih lanjut. Atau, Emaks juga boleh loh, nanya ke agency atau klien langsung, dan minta dijelaskan lebih lanjut mengenai produk mereka. Pasti mereka akan dengan senang hati juga ngejelasin.
Intinya, kalau ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dari audience, itu kalau buat para marketer, adalah kesalahan yang cukup fatal, Mak.
5. Fokuslah pada manfaat lebih
Namanya ngiklanin, ya pastinya kita harus menonjolkan value yang lebih ya, Mak. Ingat, value yang lebih dari produk yang kita miliki.
Melakukan black campaign, yaitu mengulas kekurangan produk lain dibandingkan produk yang sedang kita buzz, itu tidak termasuk dalam “fokus pada value lebih” ya.
Ada banyak cara untuk menonjolkan value lebih dari produk/campaign yang sedang kita kerjakan, tanpa harus menjatuhkan yang lain. Let’s play fair!
6. Be transparent
Dulu pernah ada kasus. Salah seorang selebtweet mendapatkan kontrak dengan satu produk. Dia diharuskan membuat semacam film pendek gitu, untuk disebarkan di medsosnya. Nah, konsepnya adalah si selebtweet ini terjebak di dalam mobil.
Sedemikian bagusnya konsep campaign tersebut, sampai-sampai para followernya mengira si selebtweet ini diculik!ย Langsung heboh deh dunia persilatan! ๐
Tapi, setelah ketauan bahwa si selebtweet lagi campaign produk (atau cause ya, saya lupa deh), semua orang langsung nge-bully. Dibilang cari sensasilah, pembohongan publiklah. Macem-macem deh.
Saya sendiri sampai kasihan.
Kesalahan si selebtweet ini cuma satu sebenarnya. Ia tidak menginformasikan bahwa video tersebut adalah bentuk campaign. Tapi ya gimana ya, kalau dibilang iklan, ntar nggak seseru itu kan? ๐
The point is, audience (baca: follower) kita itu nggak suka diboongin. Jadi, be transparent with them. Jangan menjebak, jangan menipu mereka.
7. Think before tweet/post/endorse
Ingat, Mak, kita ada UU ITE yang mengatur segala macam gerak gerik kita di dunia maya.
Jangan sampai, karena saking semangatnya ngebuzz, kita jadi malah terjerat hukum. Misalnya, hati-hati jangan sampai ada ujaran kebencian. Atau menyebarkan berita hoax. Atau mungkin mencemarkan nama baik pihak lain.
Nah, itu dia 7 hal yang mesti diperhatikan untuk buzzing di media sosial dengan lebih baik, lebih engaging, dan pastinya, lebih santun.
Mau kayak apa pun kita ngebuzz, ingat, Mak. Kita butuh orang lain (baca: follower) untuk “memberi kita panggung”. Jadi, buatlah mereka nyaman. Itu aja sih prinsipnya.
Okai, Mak! Seru banget sharing kita kali ini yes?
Semoga kita semua makin bijak dan pintar memanfaatkan teknologi, terutama internet dan media sosial ini ya, Mak!
***
Ditulis oleh Carolina Ratri
Waaahh.. Ini sharingnya isi daging semua..
Makasih ya mbak.
Bermanfaat banget ๐